Paus Fransiskus bertolak ke Indonesia di awal kunjungan bersejarah ke Asia Pasifik

paus-fransiskus-bertolak-ke-indonesia-di-awal-kunjungan-bersejarah-ke-asia-pasifik

VATIKAN: Paus Fransiskus bertolak ke Indonesia dari Vatikan pada hari Senin (2/9) untuk memulai perjalanan terpanjangnya sejak menjadi kepala Gereja Katolik pada tahun 2013.

Bapa Suci yang berusia 87 tahun itu akan berkunjung di empat negara Asia Pasifik selama 12 hari, perjalanan terpanjangnya ke luar Vatikan.

Sri Paus akan mengunjungi Indonesia, Papua Nugini, Timor-Leste, dan Singapura, dengan total perjalanan yang melibatkan sekitar 43 jam waktu penerbangan dan jarak 32.000 km.

Penyakit bronkitis dan nyeri sendi telah memperlambat Paus Fransiskus dalam beberapa tahun terakhir dan menyebabkannya menunda beberapa perjalanan dan pertemuan.

Tur saat ini – yang pertama sejak September tahun lalu – awalnya direncanakan untuk tahun 2020 tetapi ditunda karena pandemi COVID-19.

KEHARMONISAN LINTAS AGAMA

Salah satu tema utama perjalanan ini adalah kerukunan antar umat beragama. Paus Fransiskus akan bertemu tidak hanya dengan kelompok Katolik setempat, tetapi juga dengan para pemimpin agama lain dan tokoh politik.

Ia dijadwalkan tiba di Jakarta pada Selasa menjelang siang, dan akan secara resmi bertemu dengan Presiden Indonesia Joko Widodo di Istana Merdeka pada Rabu.

Pada Kamis, Sri Paus kemudian akan menghadiri pertemuan lintas agama di Masjid Istiqlal Jakarta sebelum memimpin misa di kompleks Stadion Gelora Bung Karno, yang diperkirakan akan dihadiri sekitar 80.000 umat Katolik.

Indonesia memiliki populasi Muslim terbesar di dunia. Umat Katolik merupakan 3,1 persen dari total populasinya yang berjumlah sekitar 280 juta jiwa.

Para pengamat mengatakan dunia akan melihat seberapa besar Paus Fransiskus mempromosikan keberagaman, serta seberapa dekat ia membawa Vatikan ke Asia.

Kunjungan ini juga memiliki makna penting, mengingat Asia dianggap sebagai kawasan penting bagi Vatikan. Paus Fransiskus telah melakukan enam perjalanan sebelumnya ke benua tersebut selama masa kepausannya.

Dr Michel Chambon, peneliti di cluster agama dan globalisasi di Asia Research Institute, mencatat bahwa Asia menjadi “lebih sentral” dalam urusan global.

“Asia mungkin salah satu dari sedikit benua yang mampu melestarikan dan mengembangkan model dan tradisi politik alternatif, tradisi agama dan tradisi politik,” katanya kepada CNA.

“Jadi, jika Takhta Suci ingin benar-benar universal, ia harus terlibat dengan tradisi Asia yang sangat tangguh dan kreatif dalam keterlibatannya dengan modernitas.”

Mantan Menteri Luar Negeri Singapura, George Yeo, yang sebelumnya juga merupakan anggota Dewan Ekonomi Vatikan, menyoroti pilihan Paus Fransiskus menunjuk uskup dari seluruh Asia, serta kardinal dari setiap negara di Asia Tenggara.

“Ia melakukannya untuk mengekspresikan gagasan tentang gereja universal, bahwa ini bukan gereja Eropa. Ini bukan gereja Barat,” imbuh Yeo.

Pemimpin organisasi pemuda lintas iman bertemu Paus Fransiskus di Vatikan. (Foto: Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia)

MENYELAMI MASALAH GLOBAL YANG SULIT

Kunjungan ini juga dilakukan di tengah perang dan krisis yang sedang berlangsung.

Paus Fransiskus telah berbicara lantang tentang berbagai masalah seperti migrasi, perubahan iklim, dan kemiskinan. Ia juga menentang kekerasan di Ukraina, Gaza, dan Myanmar.

Semua mata akan tertuju pada bagaimana ia menggunakan kunjungan ini dan perannya untuk mendorong penyelesaian masalah pelik ini, kata para pengamat.

Yeo mengemukakan: “Paus tidak memiliki konstituen domestik. Ia hanya memiliki konstituen universal, dan karena itu ia mampu mengatakan hal-hal yang dirasakan di dalam hati banyak orang di antara kita, tetapi (yang) tidak selalu dapat diungkapkan oleh para pemimpin politik.

“Jadi, dia berada dalam posisi yang sangat tidak biasa, mampu berbicara atas nama semua orang.”

Meskipun demikian, perjalanan Paus Fransiskus mungkin tidak bebas dari berbagai masalah yang berdampak erat dengan dirinya.

Di Timor-Leste, misalnya, telah terjadi banyak tuduhan keterlibatan para imam Katolik dalam pelecehan seksual anak.

Vatikan juga perlu berhati-hati dalam menangani topik-topik sensitif lainnya seperti aborsi, hukuman mati, dan pernikahan sesama jenis.

Sebagai negara terkecil di dunia, Vatikan memiliki hubungan diplomatik dengan hampir semua negara kecuali beberapa negara – termasuk Tiongkok, Korea Utara, dan Afghanistan.

“Jika menyangkut kepemimpinan politik, mungkin lebih rumit,” kata Chambon.

“Anda tidak dapat meletakkan semua agenda di atas meja, tetapi bagi gereja itu sendiri untuk menemukan keseimbangan antara agama dan politik, saya pikir satu upaya besar adalah untuk menjadi terlibat dan transparan.”

Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel CNA.id dengan klik tautan ini.

0
joy
Joy
0
cong_
Cong.
0
loved
Loved
0
surprised
Surprised
0
unliked
Unliked
0
mad
Mad
Paus Fransiskus bertolak ke Indonesia di awal kunjungan bersejarah ke Asia Pasifik

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Install App

By installing our application, you can access our content faster and easier.

Login

To enjoy Kabarwarga privileges, log in or create an account now, and it's completely free!

Follow Us