Lifestyle

Awalnya, dokter spesialis geriatrik di Rumah Sakit Khoo Teck Puat, dr. Wong Sweet Fun, tidak berniat untuk menjadi kepala perancangan program lansia. Akan tetapi, berbagai inisiatif yang ia rancang berjalan sukses, membuatnya diganjar berbagai penghargaan internasional dan berhasil memperbaiki kualitas hidup para lansia. 

'Seperti menikmati indahnya matahari terbenam': Dokter di Singapura merancang hidup lansia agar bermakna

Dr. Wong Sweet Fun adalah seorang inovator, tokoh masyarakat, dan visioner yang telah memenangkan banyak penghargaan di bidang merancang berbagai program bagi para lansia di Singapura. (Foto: DesignSingapore Council)


SINGAPURA: Dokter spesialis geriatrik, dr. Wong Sweet Fun, tidak memandang bahwa tutup usia merupakan akibat dari  kegagalan medis. Sebaliknya, menurutnya proses mendekati ajal bagaikan “menikmati indahnya matahari terbenam”. 

Konsultan senior Kedokteran Geriatrik di Rumah Sakit Khoo Teck Puat (KTPH) Singapura ini terinspirasi dengan pendekatan holistik dari bidang spesialisasi medis yang ia tekuni, membuatnya selalu bersikap pragmatis namun penuh kasih dalam menjalani perannya. 

Perempuan berusia 63 tahun ini bercerita kepada CNA bahwa ia “selalu bercita-cita menjadi seorang dokter” sedari berusia delapan tahun.

Mengapa memilih geriatrik? “Rasa sedih, pilu dan tidak berdaya melihat pasien-pasien muda yang kondisinya menurun terlalu berat bagi saya, dibandingkan dengan sikap para lansia yang legawa menerima takdir bahwa hidup pasti akan berakhir,” ucapnya. 

Seiring dengan menuanya populasi di Singapura, pada tahun 2030, kira-kira satu dari empat warga Negeri Singa akan memasuki usia 65 ke atas. Karena itu, masyarakat Singapura perlu menemukan dan menguji coba berbagai metode baru dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi para lansia. 

Di bidang itu lah keahlian dr. Wong dan kemampuannya merancang program sangat diperlukan, meskipun sebenarnya keahlian tersebut tidak identik hanya untuk pelayanan kesehatan saja. 

Namun nyatanya, berbagai inovasi dr. Wong telah diakui secara internasional. 

Rasa sedih, pilu dan tidak berdaya melihat pasien-pasien muda yang kondisinya menurun terlalu berat bagi saya, dibandingkan dengan sikap para lansia yang legawa menerima takdir bahwa hidup pasti akan berakhir.

Antara tahun 2012 dan 2016, Singapura mengembangkan sejumlah rencana induk nasional untuk mempersiapkan fenomena “tsunami lansia”, sehingga lahir banyak inovasi dalam perancangan pelayanan kesehatan. 

Contohnya saja kebijakan Rencana Induk Kesehatan 2020 yang disahkan tahun 2012, Rencana Aksi untuk Menua dengan Sukses yang disahkan tahun 2015, dan Design 2025 yang disahkan tahun 2016 membuka jalan untuk berbagai inovasi tersebut, termasuk  program-program yang dirancang dr. Wong, yang ternyata menarik banyak perhatian.

Berbagai kebijakan tersebut, menurut dr. Wong, “membentuk lingkungan yang mendukung serta kondusif untuk menerima perubahan-perubahan paradigma dan eksperimen-eksperimen baru. Hal ini lah yang dalam bidang ilmu [saya] disebut sebagai prototipe”.

Di tahun 2017, salah satu inisiatif tersebut memenangkan iF Design Award, ajang bergengsi dari platform asal Jerman.

Bagi sebagian warga Singapura, lukisan-lukisan ini berfungsi sebagai tanda visual dan petunjuk arah di lingkungan sekitar. (Foto: DesignSingapore Council)

Tahun lalu, dr. Wong menjadi anggota juri pada panel perancangan program untuk President’s Design Award 2023, yang diselenggarakan oleh DesignSingapore Council (Dsg) dan Otoritas Pembangunan Ulang Perkotaan (URA) Singapura.

Baru-baru ini, ia terpilih menjadi bagian dari kampanye People of Design Dsg, untuk menghormati warga biasa atas kontribusi mereka terhadap rancangan program atau ide rancangan program lansia.

SENI YANG MENYEMBUHKAN

Jauh sebelum rencana induk nasional pertama diluncurkan pada tahun 2012, dr. Wong telah berupaya memberikan perawatan yang komprehensif untuk pasien lansia.

Pada tahun 2006, ia meluncurkan HEaling ARTS, disingkat HEARTS Programme, di Rumah Sakit Alexandra, yang meliputi berbagai aktivitas seni seperti melukis jari, kaligrafi dan melukisan menggunakan kuas China. 

Program ini dijalankan bersama dengan dr. Tan Ching Yam, seniman sekaligus pengajar, yang juga menyisihkan waktu dan keahliannya secara sukarela.

Tujuan program ini adalah memanfaatkan seni sebagai terapi untuk menambah makna dalam kehidupan para lansia agar dapat berbaur dengan masyarakat.

Menurut dr. Wong pendekatan holistik sangat penting. “Kita tak bisa mengobati disabilitas dengan begitu saja atau berharap agar penyakit kronisnya hilang,” ujarnya. 

“Kita perlu mencari cara untuk membangun ikatan antara pasien dengan pikiran, tubuh dan jiwa mereka, sehingga dapat  membantu mereka menjalani kehidupan ‘normal’ yang penuh makna,” tuturnya

Program ini berhasil memberikan manfaat nyata. Pasien berhasil membuat berbagai karya seni, termasuk kartu ucapan rumah sakit dan souvenir perusahaan. 

Terlebih, ada dampak positif yang dirasakan oleh pasien. Para keluarga mengungkapnya pasien lansia kini merasa lebih tenang.   

MENDUKUNG LANSIA DI RUMAH

Beberapa tahun kemudian, dr. Wong meluncurkan Program Ageing-In-Place (AIP) di RS KTPH guna mengatasi banyaknya jumlah pasien yang masuk UGD di rumah sakit tersebut.

Program ini berdasar pada penelitian terhadap 400 pasien yang dibawa ke rumah sakit setidaknya sebanyak tiga kali dalam enam bulan. 

Pasien yang tidak memiliki dukungan dari keluarga atau komunitas mereka cenderung sering hilir-mudik ke rumah sakit itu.

Program AIP terdiri dari sejumlah tim dari pelayanan kesehatan – yang terdiri dari dokter, perawat, terapis, apoteker dan pekerja sosial medis– yang bertugas mengunjungi pasien-pasien yang telah keluar dari rumah sakit. 

Sejumlah tim ini tidak hanya menyediakan perawatan medis, namun juga mengevaluasi lingkungan tempat mereka tinggal.

Dr. Wong (tengah) dengan para lansia di Wellness Kampung di 115 Chong Pang. (Foto: DesignSingapore Council)

Dr. Wong mengingat satu kasus yang amat menyentuh: “Kami mengunjungi seorang bapak-bapak yang usianya 86 tahun, sudah tidak bertenaga, dan dulunya pernah merawat istrinya yang juga sudah renta. Ia membuat penyangga darurat sementara di kamar mandi mereka.” 

“Kami sedang mengupakan agar rumahnya ramah lansia, tapi sayangnya, ia terjatuh dan tulang pinggulnya patah sebelum itu bisa dilakukan,” ujarnya. 

“Kami takkan pernah tahu kalau lingkungan rumahnya tidak aman dan tidak higienis seperti ini, dan banyak kebutuhan lainnya tidak terpenuhi, bila kami tidak mengunjungi pasien-pasien ini di rumahnya,” ungkap dr. Wong. 

Program ini memperoleh Penghargaan Pelayanan Publik Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNPSA) tahun 2014. Pencapaian ini menandai pertama kalinya inisiatif pelayanan kesehatan umum Singapura menempati posisi teratas dalam peringkat global.

BERBAGI SUP BERGIZI

Di tahun 2014, dr. Wong menginisiasikan program berbagi makanan berupa sup bernama Share a Pot, bersama dengan kelompok masyarakat di lingkungan Yishun Health. 

Tujuannya adalah untuk meningkatkan pola makan dan kesehatan para lansia, dengan mendorong mereka untuk mengikuti olahraga berkelompok. Siapa pun yang mengikuti olahraga tersebut berhak mendapatkan semangkuk sup bergizi. 

Hal ini berawal dari hasil pengamatan bahwa lansia yang tinggal sendiri kerap tidak begitu bersemangat untuk memasak makanannya sendiri dan memilih untuk makan makanan yang kurang bergizi, seperti biskuit atau roti tawar. 

Yang menjadi perhatian lainnya adalah meningkatnya biaya hidup, yang semakin menyusahkan mereka.

Para peserta program ini menjalani penilaian rutin dan sederhana untuk mengecek kemampuan fisik, fungsi organ, dan kondisi mental mereka. 

Setiap kali tercatat ada penurunan kondisi, mereka akan langsung mendapat respon dan penanganan dari kelompok masyarakat maupun lembaga kesehatan.

Salah satu program inisiatif perawatan lansia dari dr. Wong, Share a Pot, di mana para lansia berkumpul untuk mengikuti olahraga berkelompok lalu menikmati semangkuk sup. Program ini dimulai dr. Wong pada tahun 2014 dan masih berjalan hingga saat ini. (Foto: DesignSingapore Council)

Selain kesehatan dan nutrisi, program ini juga membentuk sebuah perasaan bahwa mereka menjadi bagian dari komunitas informal. Jika ada lansia yang rutin berkumpul kemudian tidak muncul, tetangga dan teman-temannya akan mencari tahu keberadaan dan kondisinya.

Pada tahun 2017, Share a Pot menjadi salah satu dari enam program pemenang global iF Social Impact Prize. Penghargaan ini diberikan untuk berbagai program yang berkontribusi terhadap penyelesaian masalah sosial yang mendesak dalam masyarakat.

Namun bagi dr. Wong, terlepas dari berbagai pencapaiannya, kesuksesan program Share a Pot, yang saat ini masih berjalan, terletak pada pendekatannya yang berbasis masyarakat. 

“Kini masyarakatlah yang menjalankannya, bukan Yishun Health atau RS KTPH,” ucapnya.

KAMPUNG YANG MODERN

Tak lama setelah program Share a Pot berjalan, dr. Wong memimpin satu tim untuk menelusuri dampak modernisasi pada lansia di Yishun. 

Secara khusus, timnya ingin mempelajari bagaimana interaksi penghuni lansia dalam bermasyarakat.

Setelah melakukan penelitian selama delapan bulan, timnya menemukan bahwa ketika perumahan Yishun menjalani modernisasi, nilai-nilai sosial perlahan-lahan terkikis. 

Para lansia mengeluh bahwa tinggal di apartemen HDB dengan jendela yang tinggi membuat mereka sulit untuk saling bertukar sapa kecuali penghuninya proaktif.

Dr Wong di Kampung Wellness di 115 Chong Pang, Singapura. (Foto: DesignSingapore Council)

Lansia yang tinggal dekat dengan fasilitas umum seperti pasar ikan ternyata memiliki hubungan sosial yang erat dibandingkan dengan mereka yang tinggal jauh. 

“Hasrat ingin menghidupkan kembali masyarakat dengan modal sosial yang tinggi seperti di kampung dulu menjadi permintaan yang umum muncul dalam banyak wawancara dan percakapan,” ungkap dr. Wong.

Oleh karena itu, RS KTPH meluncurkan Kampung Wellness di tahun 2016, jaringan dari tiga pusat kesehatan dan perawatan di void deck (ruang terbuka di lantai dasar) HDB guna menyediakan program kesehatan dan sosial. 

Konsep ini memperkenalkan pentingnya ruang temu bagi masyarakat agar dapat terbangun jejaring dukungan yang kuat, sehingga warga dapat saling menginspirasi satu sama lain untuk menerapkan gaya hidup yang lebih sehat. 

Inisiatif Kampung Wellness pada akhirnya menjadi bagian dari strategi manajemen dan barometer pelayanan kesehatan Yishun Health, dan memenangkan Human City Design Award 2019 (kini dikenal sebagai Seoul Design Award).

HUBUNGAN ANTARMANUSIA 

Di masa teknologi yang semakin berkembang, visi dr. Wong mengingatkan kita akan pentingnya hubungan sesama manusia dan dukungan dari kelompok masyarakat. 

“Di era digital atau virtual yang semakin maju, kita akan semakin membutuhkan dan menghargai hubungan sesama manusia.

“Teknologi benar-benar menghilangkan batas waktu dan jarak agar hubungan dapat berlanjut. Saya rela bayar Zoom hanya agar bisa mengobrol dengan putri saya yang bekerja di Sydney, Australia, namun pengalaman itu tidak sebanding dengan berada di sampingnya.”

Dr. Wong (kanan) dan putrinya Claire, 20, mendaki di Blue Mountains, di New South Wales, Australia. (Foto: dr. Wong Sweet Fun)

Pendekatan dr. Wong sendiri terhadap kesehatan mencerminkan filosofi pekerjaannya yang mengedepankan hubungan dan sikap sederhana. 

Ia tetap menerapkan pola makan plant-based untuk konsumsinya sendiri. Namun, ketika makan bersama dengan keluarga, ia menyesuaikan diri karena menyadari bahwa “hubungan lebih penting ketimbang preferensi pola makan”.

Ia juga tak kenal lelah belajar soal kesehatan melalui berbagai buku dan media digital. 

Ia juga melakukan kerajinan tangan dan berkebun, serta suka mengikuti diskusi untuk bertukar pikiran, terutama setelah menonton film, opera, atau dokumenter.

Menyoal masa depan pelayanan kesehatan lansia di Singapura, dr. Wong membayangkan terbentuknya “masyarakat cerdas”, yakni ketika warga dan para penyedia layanan lihai dalam berinteraksi dan saling mendukung satu sama lain. 

Saat ini, ia hanya berkecimpung di bagian perancangan program perawatan dan dukungan yang menitikberatkan hubungan antarmanusia, terutama terkait proses pengambilan keputusan antara tenaga ahli layanan kesehatan dan pasien mereka.

Ke depannya, dr. Wong akan berkolaborasi dengan Hans Tan, perancang program yang telah diganjar penghargaan. Mereka berdua akan menelusuri titik temu antara perancangan program dan kesehatan mental. 

Mereka juga akan melakukan peluncuran pertama proyek mereka, Repair+, pada Singapore Design Week 2024, yang mulai digelar pada 26 September 2024.

Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel CNA.id dengan klik tautan ini.