Opini

Mengawal Program Prioritas Jokowi

Berapa minggu terakhir, media massa banyak mengulas kemungkinan melesetnya target pembangunan pembangkit listrik 35.000 MW. Rencana ambisius ini dicanangkan Presiden Jokowi sebagai bagian dari pembangunan infrastruktur yang menjadi prioritas kabinet.

Target lain yang cukup besar adalah pembangunan 1 juta rumah, revitalisasi kilang minyak, pembangunan puluhan ruas jalan tol, puluhan pelabuhan, hingga beberapa jalur kereta api.

Target-target tersebut hanya beberapa dari total 225 proyek yang dikategorikan sebagai proyek strategis dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 3 tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.

Untuk lebih menajamkannya, Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) telah menetapkan 30 proyek prioritas yang mendapatkan pengawalan ekstra hingga 2019.

Presiden Jokowi menunjukkan keseriusan atas prioritas pembangunan infrastruktur yang ditindaklanjuti dengan penerbitan Peraturan Presiden, dan pembentukan KPPIP. Kini setelah 1,5 tahun pemerintahan Jokowi berjalan, perlu dilakukan evaluasi menyeluruh, terutama atas potensi melesetnya berbagai target proyek strategis dan prioritas pemerintah.

Ada banyak alasan yang dikemukakan untuk kegagalan sebuah rencana. Salah satu yang sering dikemukakan adalah target yang terlalu tinggi. Situasi ini seringkali muncul jika target tidak disusun dari proses yang melibatkan stakeholders penting dan lebih cenderung top down. Stakeholders tidak mengetahui alasan penentuan target. Akibatnya bukan saja keterikatan dengan proses menjadi kurang, seringkali target itu tidak berbasis kondisi nyata.

Melesetnya target pertumbuhan ekonomi pada tahun 2015, termasuk di dalamnya target penerimaan pajak, menggambarkan ada jarak yang cukup lebar antara keinginan Presiden dengan sumberdaya dan realitas yang dihadapi aparat di lapangan.

Menilik pertumbuhan ekonomi 2015 yang ditetapkan 5,7% dengan pencapaian 4,73% serta target pajak Rp 1.294 triliun yang hanya tercapai Rp 1.060 triliun, terlihat target yang ditetapkan memang terlalu tinggi.

Kegagalan mencapai target yang terus berulang akan menggerus kredibilitas rencana-rencana ekonomi pemerintah.

Alasan lain yang juga dapat membuat gagalnya pencapaian target adalah kepemimpinan yang tidak efektif. Pemimpin yang bertanggung jawab atas pencapaian target gagal menjalankan rencana.

Potensi tidak tercapainya target pembangunan pembangkit listrik 35.000 MW di antaranya disebabkan keterlambatan revisi Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2015-2024.

Kepemimpinan yang efektif

Sebagai dasar bagi pembangunan pembangkit 35.000 MW, RUPTL PLN bahkan belum selesai hingga April 2016. Baru setelah media massa memberitakan potensi keterlambatan proyek 35.000 MW, Kementerian ESDM memberikan batas akhir penyelesaian RUPTL pada PLN hingga 20 Mei 2016.

Pakar manajemen Peter Drucker dalam artikelnya What Makes an Effective Executive di Jurnal Harvard Business Review Juni 2004 menuliskan ciri-ciri kepemimpinan yang efektif: mengetahui apa yang harus dikerjakan, mengetahui apa yang tepat untuk organisasi, menyusun rencana aksi, mengambil keputusan, menginformasikan kebijakan, berorientasi pada peluang dan bukan hambatan, menjalankan pertemuan-pertemuan yang efektif, dan berorientasi pada kebersamaan bukan ke-aku-an.

Presiden Jokowi perlu memanggil para pemangku kepentingan dalam proyek 35.000 MW dan proyek prioritas lainnya. Pemimpin di sektor-sektor terkait harus mengerti apa yang dimaui Presiden, sekaligus mampu memetakan rencana aksi mencapainya.

Masalah klasik yang sering terjadi pada proyek-proyek besar adalah ego sektoral dan kelembagaan yang tinggi. Drucker menyebut, salah satu ciri keberhasilan eksekutif adalah They thought and said we rather than I.

Pada akhir Oktober tahun ini, pemerintahan Jokowi akan genap berusia dua tahun. Praktis hanya tersisa tiga tahun pemerintahan belum termasuk tahun terakhir yang biasanya dipenuhi dengan agenda politik Pemilu.

Di rentang waktu tersisa ini, Presiden Jokowi perlu terus mengevaluasi program-program prioritasnya. Selain memacu kinerja dan koordinasi para pembantunya, merevisi target adalah pilihan logis untuk mengakhiri pemerintahan dengan cara bermartabat.

                                                          ********

Artikel ini pernah dimuat di Kontan

#jalantengah | Lahir 2 Maret 1976 di Bantul Yogyakarta, menghabiskan masa remaja di kampung kecil di selatan Yogyakarta | untuk sebuah kebaikan tidak perlu ditanya asal usulnya

Sign up for a newsletter today!

Want the best of KWFeeds Posts in your inbox?

You can unsubscribe at any time

What's your reaction?

Leave Comment

Related Posts

Celebrity Philantrophy Amazing Stories About Stories