Opini

Menegakkan Konstitusi, Menenggang Perbedaan

Setiap hari Minggu, twitter selalu

dilintasi berita-berita tentang peribadatan jemaat GKI Yasmin.

Sekian lama masalah ini mengemuka, sampai kemudian muncul keputusan MA yang memperbolehkan jemaat GKI Yasmin melakukan ibadat di tempat yang dilarang oleh Walikota Bogor.

Tetapi ternyata Walikota Bogor bersikukuh tetap melarang, dan melawan keputusan MA. Akibatnya, setiap Minggu kita melihat para jemaat beribadat di trotoar jalanan.

Ini masalah sangat serius, dalam jangka pendek memang hanya mengganggu kenyamanan perasaan — tapi dalam jangka panjang bisa menggoyahkan sendi berbangsa dan bernegara.

Karena konstitusi jelas menjamin setiap warga negara menjalankan ibadat sesuai agama dan kepercayaan yang dianutnya, dan secara hukum MA juga telah memenangkan tuntutan jamaat GKI Yasmin — tindakan Walikota Bogor jelas merupakan subordinasi terhadap konstitusi dan pemerintah.

Pembangkangan Walikota ini, menjadi semakin akut — karena sejauh ini kita belum melihat statement apalagi pembelaan yang terukur dari pemerintah pusat terhadap jemaat GKI Yasmin.

Dengan gamblang kita bisa melihat saat Obama , dalam kondisi yang jauh lebih sulit membela pendirian Masjid di kawasan bekas tragedi 9 September 2011 — di mana pelakunya secara formal beragama Islam. Obama mengatakan — konstitusi Amerika membela perbedaan keyakinan — dan itu harus ditegakkan.

Ketika pembelaan terhadap konstitusi telah dilakukan, maka implementasi di lapangan tinggal mensyaratkan toleransi -tenggang rasa.

Toleransi ini kita tuntut bukan hanya muncul dari mayoritas, tetapi juga dari minoritas.

Jika pemerintah pusat — sampai kota Bogor telah menegaskan Jemaat GKI Yasmin sesuai konstitusi dan Keputusan MA berhak menjalankan peribadatan di lokasi itu, maka mereka berhak meminta jamaat GKI Yasmin dan masyarakat berunding untuk menemukan kesepakatan pelaksanaannya.

Tetapi, yang terjadi — secara hukum formal Jemaat GKI Yasmin tidak diposisikan menang sesuai keputusan MA — sehingga akibatnya yang dinamakan kesadaran masyarakat, dan toleransi — sulit sekali muncul. Jika elit-aparatur negara gagal mengambil peran keteladanan, maka mengharapkan hal baik muncul sebagai kesadaran itu sangat sulit.

Jika di Bogor, yang hanya puluhan KM dari Jakarta kita gagal menjaga amanat konstitusi, dan keputusan hukum. Maka sesungguhnya kita sedang menunggu munculnya anarkisme di pelosok-pelosok negeri. Sedikit berlebihan — tetapi itu bukan kemustahilan.

¤¤¤

This entry was posted in Uncategorized. Bookmark the permalink.

#jalantengah | Lahir 2 Maret 1976 di Bantul Yogyakarta, menghabiskan masa remaja di kampung kecil di selatan Yogyakarta | untuk sebuah kebaikan tidak perlu ditanya asal usulnya

Sign up for a newsletter today!

Want the best of KWFeeds Posts in your inbox?

You can unsubscribe at any time

What's your reaction?

Leave Comment

Related Posts

Celebrity Philantrophy Amazing Stories About Stories