Featured

Memecahkan Sindrom Misterius yang Menyerang Mata-Mata AS

Kedutaan besar Rusia di Havana, Kuba pada Februari 2022. Foto oleh Ramon Campos Iriarte.

Kedutaan besar Rusia di Havana, Kuba pada Februari 2022. Foto oleh Ramon Campos Iriarte.

Lebih dari enam tahun silam, sejumlah pejabat asal Amerika Serikat mulai merasakan gejala aneh ketika sedang dinas di Havana, Kuba. Beberapa seperti mendengar suara bising gerinda besi yang memekakkan telinga, sedangkan yang lain merasa kuping mereka berdenging kencang. Mereka juga merasakan nyeri luar biasa pada kepala dan alat pendengaran, yang kemudian menyebabkan sakit kepala, mual dan vertigo. Suara denging bisa dihilangkan dengan menggerakkan badan, tapi gejala fisiknya terasa hingga berhari-hari. Bahkan ada yang mengalaminya selama bertahun-tahun.

Para pengidapnya mayoritas diplomat dan mata-mata AS yang bertugas di negara itu. Walau begitu, kondisi yang dikenal sebagai Sindrom Havana telah menyebar ke berbagai belahan dunia, dari London, Moskow hingga Gedung Putih.

Kalangan dokter telah berusaha mencari tahu akar penyebab sindrom ini. Namun, mereka tak mampu mendiagnosis dengan tepat penyakit apa yang sebenarnya diderita oleh pasien, sehingga menganggapnya sebagai histeria.

Pada 2018, saya bekerja sama dengan rekan jurnalis Adam Entous untuk mencari tahu apa sebenarnya yang dialami para diplomat dan mata-mata AS di sana. Laporan investigasi kami yang diterbitkan di New Yorker, bertajuk “The Mystery of the Havana Syndrome”, mengungkap banyak detail baru tentang insiden tersebut, serta garis waktu yang mengarah pada kasus pertama.

Akan tetapi, sindrom Havana masih meninggalkan misteri. Jika itu penyakit sungguhan, apa atau siapa penyebabnya? Kenapa pemerintah AS lama sekali menyelesaikan masalahnya? Kami mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan ini dalam podcast terbaru VICE, Havana Syndrome.

Kami berdua menyambangi sejumlah tempat di Havana yang diyakini menjadi tempat munculnya sindrom tersebut. Kami juga berkunjung ke sebuah hotel tak jauh dari Istana Buckingham untuk melacak apa kira-kira yang dihadapi dua staf Gedung Putih ketika menderita sindrom Havana selama mereka di London. Selanjutnya, kami mendatangi Wina, yang menjadi lokasi penyebaran wabah sindrom Havana terbesar kedua. Destinasi terakhir kami berada di dalam negeri untuk menelaah kasus yang dilaporkan oleh seorang pejabat keamanan nasional.

Hasil penyelidikan kami menyingkap rahasia dunia spionase yang dapat dijadikan kunci untuk membuka kotak misteri ini. 

Rumah pasien pertama sindrom Havana di Kuba. Foto diambil pada Februari 2022 oleh Ramon Campos Iriarte.

Rumah pasien pertama sindrom Havana di Kuba. Foto diambil pada Februari 2022 oleh Ramon Campos Iriarte.

Pada 2013 lalu, penulis pidato muda Ben Rhodes ditugaskan memfasilitasi diskusi rahasia antara Presiden AS Barack Obama dan pemerintah komunis Kuba. Pertemuannya diadakan guna memperbaiki hubungan kedua negara. Ia berhasil mewujudkan amanah yang dipikul kira-kira setahun kemudian, tepatnya di bulan Desember. Presiden Obama dan Raúl Castro mengumumkan upaya memperkuat hubungan AS dan Kuba setelah 50 tahun lebih bersitegang. “Saya berada di puncak kehidupan kala itu,” kenangnya. “Kesepakatan ini dibuat pada 17 Desember, [hanya enam hari setelah] putri saya lahir pada 11 Desember.”

Namun, kesuksesan Rhodes membuka peluang baru bagi mata-mata AS. “Akses pribadi itu memberi berbagai peluang baru dalam urusan intelijen,” mantan direktur CIA John Brennan saat diwawancarai VICE. Dengan kata lain, CIA melihat kesempatan untuk meningkatkan aksi spionase di negara yang sulit sekali ditembus mata-mata asing.

Tony* membeberkan pengalamannya selama bertugas sebagai mata-mata CIA di Havana. Menurutnya, agen rahasia Kuba selalu berjaga-jaga di depan tempat tinggalnya. Setiap gerak-geriknya dipantau melalui kamera pengintai. Mereka bahkan tak tanggung-tanggung memasuki rumahnya. “Mereka BAB di rumah saya, memutuskan jaringan internet dan menguras bak mandi. Mereka juga mengempiskan ban dan merusak mobil,” ujarnya.

Suatu hari di bulan Desember 2016, Tony yakin mata-mata Kuba punya cara baru untuk mengusik kenyamanannya. “Saya mendengar suara ledakan keras di dalam kamar,” dia melanjutkan. “Telinga saya tiba-tiba sakit sekali.”

Penyiar podcast Havana Syndrome mengunjungi Havana pada Februari 2022. Foto oleh Ramon Campos Iriarte.

Penyiar podcast Havana Syndrome mengunjungi Havana pada Februari 2022. Foto oleh Ramon Campos Iriarte.

Tony bangkit dari kamar tidur untuk menghindari suara bising itu. Namun, rasa nyeri bertubi-tubi menyergap kepalanya hingga ia pusing. Hidungnya pun mimisan. 

Usut punya usut, Tony bukan satu-satunya yang mengalami gejala aneh itu. Beberapa anggota CIA, serta diplomat yang bertugas di kedutaan besar AS untuk Kuba, melaporkan kondisi serupa. Pemerintah AS awalnya menuding Kuba sebagai penyebab masalah ini, tapi Presiden Castro membantah tuduhannya.

Tony dan koleganya yang sakit dipulangkan ke kampung halaman pada Agustus 2017. Mereka diam-diam menjalani pengobatan di rumah sakit Universitas Pennsylvania yang memercayai keluhan mereka. Tim dokter mendiagnosis mata-mata dan diplomat AS menderita bentuk cedera otak traumatis yang mirip gegar otak. Hanya saja tak diketahui apa penyebab gegar otak itu.

Sampai sekarang, Tony masih terheran-heran kenapa kondisi fisiknya berubah sedrastis itu. “Saya sehat lahir batin dan bersemangat menjalani tugas itu,” tuturnya. “Tapi enam bulan kemudian, saya mendadak mirip zombie. Diri saya tak bisa berfungsi selayaknya manusia normal pada umumnya.”

*Nama telah diubah

Dengarkan episode pertama Havana Syndrome di layanan streaming podcast mana pun.

Sign up for a newsletter today!

Want the best of KWFeeds Posts in your inbox?

You can unsubscribe at any time

What's your reaction?

Leave Comment

Related Posts

Celebrity Philantrophy Amazing Stories About Stories