Republik Yatim Piatu

republik-yatim-piatu

6659673-HSC00002-7Oleh Reza A.A Wattimena

Belakangan ini, saya berbicara mendalam dengan banyak orang, mulai dari tukang roti, tukang nasi goreng sampai dengan pengacara besar. Mereka semua punya kegelisahan yang sama. Hidup makin sulit. Semua semakin rumit.

Harga kebutuhan pokok terus tak terkendali. Harga BBM terus naik. Politik penuh ketidakpastian. Negara terlilit hutang begitu besar untuk memuaskan ambisi pribadi penguasa busuk, guna memindahkan ibu kota yang amat sangat terburu-buru.

Dalam semua kesulitan itu, negara menghilang. Negara tak hadir untuk rakyatnya. Negara absen. Kita seperti rakyat yang hidup di republik yatim piatu. Negara pun kehilangan alasan adanya (raison d’etre).

Republik adalah urusan bersama. Begitu arti harafiahnya dari kata res dan publica yang berasal dari bahasa Latin. Artinya, urusan politik menjadi urusan bersama, yakni urusan seluruh rakyat. Ia bukanlah urusan keluarga tertentu, seperti yang terjadi di Indonesia sekarang dengan politik keluarga yang korup dan membusuk.

Pajak terus ditarik. Bahkan, pajak terus naik. Di Jakarta, Ahok sempat memberikan keringanan Pajak Bumi dan Bangunan bagi rumah dengan kelas-kelas tertentu. Di 2024, keringanan ini dicabut, dan pajak pun diberlakukan lagi.

Alam pun terus dirusak. Praktek tambang liar terus dibiarkan. Bahkan, banyak pejabat negara yang terlihat di dalamnya. Alam rusak, rakyat setempat terpinggirkan (konflik agraria berkelanjutan) dan korupsi terus berjalan begitu dalam.

Korupsi, secara mendasar, bisa berarti dua hal. Yang pertama adalah penggunaan barang negara dan barang bersama untuk memperkaya diri pribadi atau kelompok tertentu. Yang kedua, yang lebih mendasar, korupsi adalah pembusukan fungsi-fungsi sosial kehidupan. Presiden yang tidak menjalankan kewajibannnya, atau penegak hukum yang menindas rakyat, adalah contoh-contoh pembusukan yang nyata.

Inilah nasib rakyat di republik yatim piatu bernama Indonesia. Rakyat hidup dalam kemiskinan dan kebodohan. Sementara, para pemimpinnya sibuk memperkaya diri dengan mencuri. Sekarang ini, orang berharap untuk menjadi pejabat publik bukan untuk melayani, tetapi untuk mencuri sebanyak-banyaknya.

Untuk bisa terus mencuri, rakyat harus terus bodoh. Rakyat tidak boleh cerdas dan kritis. Disinilah peran agama kematian dari tanah gersang menjadi amat besar. Budaya agung leluhur dan pikiran kritis dibunuh, sementara agama/ideologi kematian dari tanah gersang terus dipromosikan untuk memperbodoh dan mempermiskin rakyat.

Rakyat menjadi bodoh. Rakyat sibuk dengan takhayul. Harta dibuang ke negara gersang untuk perjalanan yang sia-sia. Di republik yatim piatu dengan rakyat sebodoh itu, korupsi merajalela, alam dikeruk dan dirusak dengan begitu mudah serta murah.

Kebodohan itu mahal harganya. Kita ditipu, karena kita bodoh. Hak-hak kita dicuri, karena kita bodoh. Yang memperbodoh adalah para penguasa republik yatim piatu ini, supaya kita tidak bangun, dan memberontak.

Sebagai rakyat di republik yatim piatu, kita tak punya “orang tua”. Kita tak punya sandaran, ketika masalah datang. Kita tak punya pegangan di tengah ketidakpastian hidup. Alhasil, kita berharap pada tuhan yang terus kita mintai segalanya, tanpa henti, dan tak memperoleh apapun.

Di dalam republik yatim piatu, rakyat hidup dalam bahaya. Negara tak menjalankan perannya. Para penguasa sibuk mencuri dan memperbodoh rakyatnya. Negara kehilangan alasan keberadaannya.

Fungsi-fungsi tertentu masih berjalan. Namun, ini jauh dari maksimal. Negara sekaya Indonesia bisa memberikan segalanya untuk rakyatnya, bahkan lebih. Sumber daya alam dan mutu manusia kita bisa diberdayakan dengan sangat baik, asalkan negara hadir, dan sungguh menjalankan fungsinya.

Sebagai rakyat yang hidup di republik yatim piatu, apa yang bisa kita lakukan? Kita harus mendidik diri kita sendiri. Sumber daya di dunia digital amatlah banyak. Kita tidak hanya perlu menambah informasi, tetapi melakukan transformasi kesadaran secara mendasar. (Lihat buku ini: Kesadaran, agama dan politik)

Terlebih, kita perlu mengembangkan kesadaran kritis. Kita tidak boleh tertipu oleh ideologi/agama kematian dari tanah gersang. Kita tidak boleh tertipu pada politisi korup yang bergincu indah. Kita perlu mengembangkan gaya hidup yang bersahaja, sekaligus kritis dan mendalam.

Lalu, kita tidak terus sendirian dalam belajar dan berjuang. Kita butuh organisasi yang diisi oleh orang-orang yang satu visi. Ini memperkuat daya juang kita, sekaligus memperlebar jaringan yang kita punya. Di dalam republik yatim piatu, kita perlu menjadi warga negara yang waras dan dewasa, sambil menunggu saatnya nanti, ketika revolusi yang sejati tiba…

===

Rumah Filsafat kini bertopang pada Crowdfunding, yakni pendanaan dari publik yang terbuka luas dengan jumlah yang sebebasnya. Dana bisa ditransfer ke rekening pribadi saya: Rekening BCA (Bank Central Asia) 0885100231 atas nama Reza Alexander Antonius. Lebih lengkapnya lihat di https://rumahfilsafat.com/rumah-filsafat-dari-kita-untuk-kita-dan-oleh-kita-ajakan-untuk-bekerja-sama/

0
joy
Joy
0
cong_
Cong.
0
loved
Loved
0
surprised
Surprised
0
unliked
Unliked
0
mad
Mad
Republik Yatim Piatu

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Install App

By installing our application, you can access our content faster and easier.

Login

To enjoy Kabarwarga privileges, log in or create an account now, and it's completely free!

Follow Us