Kemerdekaan Perempuan Mencapai Kebebasan Hati dan Pikiran

kemerdekaan-perempuan-mencapai-kebebasan-hati-dan-pikiran

Mubadalah.id – Dalam menyambut hari kemerdekaan Indonesia yang tinggal menghitung hari, saya teringat dengan perempuan-perempuan, yang sayangnya, masih jauh dari kata merdeka. Sadar gak sadar, sebagian perempuan, sebenarnya tidak merasa (benar-benar) bebas. Karena tidak bisa menentukan pilihannya sendiri. Iya?

Kalau kita ingat-ingat, sejak kecil, kita telah banyak dipilihkan jalan hidupnya oleh orang sekitar kita. Baik orang tua, nenek/kakek, kakak, atau orang-orang sekitar kita. Lalu, saat kita sudah dewasa, tidak bisakah kita memilih jalan hidup kita sendiri?

Ngomongin kemerdekaan perempuan itu memang harus hati-hati sekali. Nampaknya, akan ada aja orang-orang yang sensi. Mau merdeka bagaimana lagi sih memangnya? Sahut mereka yang bahkan tidak tahu tentang hakikat sebuah kemerdekaan. Boro-boro mau membangun kesadaran, hasilnya, kita malah kena marah.

Entah kenapa, menurut sebagian orang, perempuan ingin merdeka (ingin sekolah, ingin bekerja, ingin bebas) = perempuan egois. Entahlah. Dari pengalaman-pengalaman seperti itu, aku pun paham kenapa selama ini perempuan kita juluki sebagai manusia “kelas dua”.

Dalam dunia yang kadang merasa bahwa perempuan hanya cocok untuk mengurus rumah dan memasak, mari kita ingat bahwa perempuan itu bisa jadi CEO, Dokter, Insinyur, bahkan Astronaut. Hak untuk memilih itu sama pentingnya dengan hak untuk pilih bahan makanan di supermarket. Mau beli sayur, buah, atau hanya sekedar camilan dan minuman? Bebas saja. Begitu juga dalam memilih pasangan, karir, atau gaya hidup.

Mirisnya, masih banyak perempuan yang terjebak dalam pilihan yang bukan jodohnya, ibarat memilih makanan yang expired. Ah, sial! Pasti itu karena terburu-buru, tidak teliti, asal cepat dapat, atau yaa, memang lagi apes aja? Hmm, semoga tidak ya.

Memberikan Ruang bagi Perempuan

Perjuangan untuk memberikan ruang bagi perempuan untuk merdeka dalam membuat pilihan memang tidaklah mudah. Perempuan seringkali dihadapkan pada ekspektasi yang tinggi dari Masyarakat, stereotip gender, dan noma-norma yang membatasi kebebasan mereka. Bagaimana tidak? Salah sedikit, di-cap nakal, di-cap tidak tahu aturan. Pulang malam: dianggap perempuan gak bener, sedangkan rajin bekerja: dibilang gila dunia. Lucu memang.

Padahal, setiap perempuan berhak jadi CEO dari kehidupannya sendiri, memutuskan hal sekecil seperti mau makan siang apa sampai pilihan baju dan gayanya yang bikin pede buat beraktivitas, semua, tanpa campur tangan dari yang lain. Kemerdekaan ini bukan hanya kata-kata dan omong kosong, tapi harus kita wujudkan dalam keseharian, agar setiap hari kita bisa merasa (benar-benar) merdeka.

Selain itu, tentu dalam hal karir, perempuan juga harus kita beri kebebasan untuk mengejar passion mereka. Jangan biarkan stereotip menghalangi, karena kita-lah yang paling tahu diri kita sendiri. Dan saat kita sudah memahami bahwa tidak ada seorang pun mengenal diri kita sebaik diri kita sendiri, maka pendapat orang lain pun menjadi tidak penting lagi. Saat itulah kita sudah mencapai kemerdekaan dalam hati dan pikiran kita.

Kemerdekaan perempuan adalah sebuah perjuangan yang tidak pernah berakhir. Karena bukan hanya tentang orang-orang sekitarnya, perempuan juga berusaha melawan, memahami dan mengajari dirinya sendiri. Kebebasan ini bukan hanya sekadar tentang memperjuangkan  hak-hak yang sama, tetapi juga tentang membebaskan diri dari belenggu batas yang selama ini mengikat.

Perjalanan Menuju Kemerdekaan

Dalam perjalanan menuju kemerdekaan ini, kita pasti sering mendapati dan menghadapi berbagai tantangan menarik. Tetapi, kita juga memiliki kekuatan untuk mengatasi semuanya. Memperjuangkan hak, melawan diskriminasi, menuntut kesetaraan, dengan semangat kita bisa lakukan. Ketika perempuan sudah percaya diri dan bergerak, percayalah, tidak ada yang tidak mungkin.

Mari kita bicara tentang kondisi perempuan di masa lalu, khususnya Era Kartini, yang terkenal sebagai periode yang sangat penting dalam sejarah perjuangan emansipasi perempuan di Indonesia. Pada masa itu, perempuan diikat kuat dengan norma-norma sosial dan budaya yang sangat membatasi gerak maupun hak mereka.

Akan tetapi, dengan kegigihannya, Ibu kita Kartini itu, mampu memperjuangkan nasib kita semua. Coba bayangkan, jika ia tidak berhasil mendirikan sekolah pertama untuk perempuan? Entah apa yang sedang aku, atau kita semua lakukan sekarang.

Ingat, kemerdekaan perempuan bukanlah garis finish, melainkan maraton yang tidak ada ujungnya. Tentu masih banyak PR yang harus kita lanjut perjuangkan. Mari kita dukung satu sama lain dalam upaya mencapai kebebasan ini! Karena ketika perempuan merdeka, dunia pun ikut merdeka.

Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mendukung kemerdekaan perempuan dalam menentukan arah hidup mereka sendiri tanpa adanya hambatan atau penindasan. []

0
joy
Joy
0
cong_
Cong.
0
loved
Loved
0
surprised
Surprised
0
unliked
Unliked
0
mad
Mad
Kemerdekaan Perempuan Mencapai Kebebasan Hati dan Pikiran

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Install App

By installing our application, you can access our content faster and easier.

Login

To enjoy Kabarwarga privileges, log in or create an account now, and it's completely free!

Follow Us