Seorang Penyanyi Dangdut Dilecehkan Tapi Malah Dihujat Warganet, Stop Victim Blaming!

seorang-penyanyi-dangdut-dilecehkan-tapi-malah-dihujat-warganet,-stop-victim-blaming!

Sebuah video beredar di media sosial beberapa waktu lalu. Seorang penyanyi dangdut, Nuri (bukan nama sebenarnya) mendapat pelecehan seksual dan kekerasan saat sedang menyanyi di sebuah hajatan.

Hari itu Nuri mendapat undangan pentas di acara khitanan. Di atas panggung kecil ia menyanyi sementara sejumlah penonton berjoget di depan panggung. Kejadian berawal saat seorang penonton, sebut saja Santoso, tiba-tiba naik ke atas panggung. Ia menyawer dan tanpa babibu mencium pipi sang biduan.

Sontak Nuri memukul Santoso dengan mikrofon yang ada di tangan dan mengenai kepalanya. Santoso sempat turun dari panggung. Namun sejurus kemudian ia kembali naik ke panggung dan tanpa diduga menendang Nuri. Tendangannya mengenai perut bagian samping dan membuat penyanyi tersebut jatuh tersungkur dari atas panggung.

Kejadian tersebut direkam salah satu penonton dan kemudian diliput media hingga banyak tersebar di media sosial. Setelah video tersebut lalu lalang di media sosial, warganet banyak memberikan komentar ke akun media sosial Nuri.

“Kalo gak mau dilecehkan, coba berpakaian lebih sopan, kalau pakaian terbuka orang mengira murahan.”

“Kebanyakan biduan yang SDM-nya rendah gak punya attitude juga sih, jadi susah.”

“Makanya jangan jadi penyanyi, yo Mbak.”

Dari komentar tersebut, warganet tampak segera menyimpulkan dengan cepat bahkan menyalahkan korban atas kejadian yang menimpa diri korban. Warganet yang tidak terlibat secara langsung dalam peristiwa tersebut seakan-akan merasa paling berhak memberi penilaian.

Bahkan ada juga warganet yang memanfaatkan anonimitas untuk menyebarkan hujatan secara verbal demi memuaskan rasa superioritas. Hal-hal semacam ini tentu sangat disayangkan dan tidak dapat dibenarkan.

Apa Itu Victim Blaming dan Dampaknya Bagi Korban

Ujaran yang menyalahkan korban seperti di atas kerap kita jumpai ketika ada kasus pelecehan atau kekerasan seksual. Alih-alih berempati pada korban, warganet justru menuding korban yang menjadi penyebab dan turut berkontribusi atas kekerasan yang dialaminya. Sebaliknya, pelaku yang jelas-jelas melakukan tindak kekerasan malah tidak disorot. 

Ujaran-ujaran tersebut adalah contoh dari victim blaming atau menyalahkan korban. Victim blaming adalah sejumlah respons yang secara eksplisit menyatakan atau menyiratkan bahwa korban harus disalahkan atas pelecehan seksual yang dialaminya.

Seperti contoh-contoh di atas, victim blaming sering kali berkisar pada tindakan yang seharusnya dilakukan (atau tidak dilakukan) oleh korban agar terhindar dari pelecehan seksual. Kenyataannya, pelecehan dan kekerasan seksual akan terjadi terlepas dari pilihan korban.

Kekerasan seksual terhadap perempuan (fisik atau verbal) memiliki dampak yang menyebabkan luka emosional bagi korban. Dalam hidupnya, tidak ada satupun perempuan yang ingin mengalami hal tersebut. 

Korban kekerasan seksual yang memutuskan untuk membuat laporan sudah mengambil langkah yang benar. Sayangnya ketika laporan tersebut dimuat dalam berita (media massa atau media sosial), justru korban mendapat hujatan atau hinaan dari warganet.

Baik disengaja maupun tidak, menyalahkan korban dapat menyebabkan kerugian serius bagi korban. Kondisi tersebut membuat mereka merasa bertanggung jawab atas tindakan pelaku, sehingga meningkatkan rasa malu dan bersalah.

Baca juga: “Saya Menyanyi, Bukan Ingin Menjual Diri”: Stigma Buruk Hantui Penyanyi Dangdut

Sikap kita yang terus menyalahkan atau melakukan victim blaming kepada mereka, bisa mengganggu kesehatan mental dan proses pemulihan korban. Sikap tersebut juga bisa membuat korban kesulitan dan merasa ragu-ragu atau khawatir saat ingin berbagi pengalaman tentang kekerasan atau pelecehan seksual yang dialami.

Menyalahkan korban atas pelecehan dan kekerasan seksual yang dialaminya sendiri tidak pernah bisa diterima. Pelakulah yang harus disalahkan sepenuhnya.

Luka yang ditinggalkan oleh pelecehan seksual tidak hanya bersifat fisik. Mengalami kekerasan emosional, fisik, atau seksual dapat berdampak psikologis jangka panjang pada korban. Termasuk meragukan diri sendiri dan harga diri yang rendah.

Inilah sebabnya mengapa respons yang mendukung pengungkapan pelecehan seksual sangat penting dalam upaya korban mendapatkan pemulihan.

Ketika seseorang menyalahkan korban, bagi korban hal ini seperti menyangkal pengalaman korban. Tak hanya sampai di situ, situasi ini juga bisa membuat korban merasa terisolasi dan meragukan diri mereka sendiri. 

Victim blaming juga bisa membuat korban enggan berbicara lagi atau mencari bentuk keadilan atau dukungan apa pun. Ini lantaran mereka takut bahwa mereka tidak akan dipercaya. Sebaliknya, respons positif (sikap tidak menyalahkan korban) dapat mengurangi perasaan stres pascatrauma, depresi, dan masalah kesehatan.

Kekerasan Seksual: Masalah Serius

Setiap tindak kekerasan seksual terhadap perempuan harus ditangani dengan serius dan mengedepankan perspektif yang mendukung korban. Tidak ada alasan untuk mencemooh atau mengecilkan korban.

Dalam kasus Nuri, profesi sebagai penyanyi tidak boleh dianggap lebih rendah dibanding profesi lainnya. Setiap jenis pekerjaan memiliki nilai yang sama dan patut dihormati. Alih-alih menyalahkan pakaian atau pekerjaan korban, masyarakat perlu bersama-sama menciptakan lingkungan yang aman dan memberikan dukungan kepada semua individu yang mengalami kekerasan atau pelecehan seksual.

Menghina atau mencaci korban lewat ucapan ataupun tulisan di media sosial adalah bukti adanya pemahaman yang kurang, kuatnya stereotipe, dan sikap negatif terhadap perempuan. Sekarang adalah saat yang tepat untuk memfokuskan perhatian pada pentingnya persepsi tentang kesetaraan gender. Termasuk pengembangan empati terhadap korban dan menunjukkan kepedulian tanpa menghakimi korban.

Tentunya, terdapat beragam alasan yang mungkin membuat warganet menyampaikan komentar jahat kepada korban pelecehan seksual. Beberapa orang mungkin beranggapan bahwa dengan menyuarakan pendapat mereka, warganet sudah “berkontribusi” dalam perbincangan publik. Atau bahkan mendapatkan perhatian di media sosial.

Baca juga: Cerita Pelecehan di Industri Kreatif: Dari Pekerja Film, Penyunting  Buku Sampai Penyanyi

Tindakan menyalahkan korban akan melanggengkan misogini, yakni sikap atau pandangan yang merendahkan dan meremehkan perempuan. Kondisi ini akan menghambat penyadaran kepada masyarakat untuk berpihak pada korban.

Penyebaran misogini yang meluas di media sosial terhadap korban kekerasan seksual mengindikasikan adanya permasalahan serius dalam budaya online saat ini. Terdiri dari perlakuan merendahkan dan menyalahkan korban, sering kali dengan menyebarkan prasangka dan stereotipe.

Sang korban sering kali dicari informasi pribadinya, dikuliti rekam jejaknya untuk memperkuat asumsi. Dampak dari hal tersebut makin memperburuk derita psikologis korban. Jika seseorang tidak memiliki pengetahuan yang cukup atau kurang peka terhadap kompleksitas dan sensitivitas kekerasan seksual, hal ini bisa menguatkan sikap-sikap yang merendahkan korban.

Berpihak Pada Korban Wujud Empati

Menurunnya tingkat empati di antara pengguna media sosial adalah salah satu dampak yang sangat berpengaruh untuk melayangkan komentar jahat. Sisi lain yang dibutuhkan adalah masyarakat yang memiliki pemikiran kritis agar dapat membantu dalam mengawal dan mengawasi kasus korban.

Sudah ada banyak bukti yang menunjukkan sejauh mana kemampuan warganet dalam mengawal kasus-kasus paling berhubungan dengan keadilan. Warganet memiliki kemampuan untuk menggerakkan tindakan dan mempengaruhi perubahan dalam situasi sosial.

Perlu kesadaran kolektif agar dapat mengatasi sikap misogini dengan memberlakukan hukuman tegas terhadap penyalahgunaan media online. Di samping itu, kita perlu menyadari pentingnya mendengarkan dan memberikan dukungan kepada korban sebagai bagian yang tak terpisahkan dari interaksi dan percakapan di dunia maya.

Dengan memunculkan sikap empati dan menghargai korban, kita dapat menciptakan lingkungan aman bagi korban agar tetap bisa bicara lantang.

0
joy
Joy
0
cong_
Cong.
0
loved
Loved
0
surprised
Surprised
0
unliked
Unliked
0
mad
Mad
Seorang Penyanyi Dangdut Dilecehkan Tapi Malah Dihujat Warganet, Stop Victim Blaming!

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Install App

By installing our application, you can access our content faster and easier.

Login

To enjoy Kabarwarga privileges, log in or create an account now, and it's completely free!

Follow Us