Hari Pencegahan Bunuh Diri; Jika Muncul Pikiran Itu, Ingat Kamu Tidak Sendiri

hari-pencegahan-bunuh-diri;-jika-muncul-pikiran-itu,-ingat-kamu-tidak-sendiri

Sekitar September 2017, Endri tengah duduk di sebelah papan yang terpampang di CFD Jakarta. Tulisannya ‘10 September adalah Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia’.  

Di momen itu lah, Endri kemudian menyadari, ada banyak orang lain yang bisa jadi menderita depresi. Seperti halnya yang pernah Ia alami sampai akhirnya terpikir untuk bunuh diri. Ingin sekali dia menyampaikan satu hal kepada siapapun orang, yang ada pikiran untuk bunuh diri, “Kamu Tidak Sendiri”.

Endri mengingat kembali peristiwa dua tahun sebelumnya. Dia adalah mahasiswa magister yang baru saja lulus dari salah satu kampus di Swedia. Dia sempat terpikir untuk mengakhiri hidup dengan pisau. Tapi kemudian aksinya digagalkan oleh polisi Swedia yang muncul di apartemennya. 

Kejadian itu berulang kali setelah Endri pulang ke Indonesia dua minggu berikutnya. 

Sebagian besar keinginan mengakhiri hidupnya disebabkan oleh depresi. Ia merasa sangat menderita dan kehilangan semangat hidup.

“Saya merasa gagal, saya merasa lebih rendah dari sampah, saya merasa berada di dasar sumur yang dalam dan tidak bisa keluar,” ujar Endri. 

Ia seperti mati rasa. Tidak bisa merasakan kebahagiaan, benci, sebal ataupun sedih. 

“Saya tidak tahu lagi buat apa makan. Buat apa hidup,” lanjutnya. 

Namun akhirnya, Ia kini sudah pulih. Dia menjalani terapi dan mendapatkan bantuan keluarga dan teman. Makanya, dia berharap siapapun yang kini mengalami depresi, untuk bisa percaya bahwa Ia juga bisa pulih. 

Memang tak mudah untuk sampai di titik itu. Ada banyak stigma di masyarakat yang menyebabkan para penderita depresi atau gangguan mental lainnya tidak mau terbuka dengan kondisinya. Misalnya, masyarakat yang akan respon seperti ini, saat bercerita tentang apa yang kita rasakan:

Baca juga: Artis Perempuan Terkena Cyberbullying: Mental Kena dan Hampir Bunuh Diri

“Coba belajar bersyukur, masih banyak orang lain yang lebih tidak beruntung.”

“Kamu harus lebih banyak beribadah, mungkin kamu kurang iman.”

 “Makanya kamu harus lebih banyak bergaul.”

“Itu cuma ada di pikiran kamu, itu tidak nyata.”

Ia pun pernah mendapatkan respon-respon seperti itu. Karenanya, Ia mengerti kalau orang yang depresi kemudian memilih untuk diam dan menarik diri dari pertemanan, membuat diri kamu semakin merasa sendiri. 

“Saya tidak bisa menghilangkan apa yang kamu rasakan, mengembalikan kamu seperti dulu yang baik-baik saja. Semoga apa yang saya lakukan pagi ini setidaknya membuat kamu merasa tidak sendiri,” katanya. 

Dari pengalamannya pulih dari depresi, Endri mengingatkan kepada siapapun yang tengah berada di masa-masa sulit, merasa tidak ada harapan dan jalan keluar, untuk terus percaya. Bahwa ‘Kamu Tidak Sendiri’. 

Bagi yang memiliki teman atau keluarga yang menderita depresi atau memiliki keinginan mengakhiri hidup, Endri juga mengingatkan bahwa kalian juga tidak sendiri.

“Saya paham merawat orang seperti saya ini butuh energi yang besar. Kamu juga ga sendiri. Walaupun saat ini rasanya tidak ada harapan, tapi siapapun bisa pulih seperti saya. Jadi, tolong bertahan dan tetap mendukung kami para penderita depresi,” ujar dia. 

“Saya ingin mengajak siapa saja untuk berfoto bersama saya. Kalian para penderita, para survivor, para caregiver, ataupun hanya sekedar peduli dengan kesehatan jiwa. Mari berfoto bersama. Bantu saya untuk menunjukan bahwa diantara mereka yang masih belum mengerti dan masih suka menjudge”, ada pula yang paham dan peduli. Saya ingin menunjukan ini terutama kepada para penderita yang masih terlalu takut untuk bersuara,” ujar Endri, yang ceritanya ditulis dalam blog pribadinya berjudul ‘Saya Endri, survivor depresi dan bunuh diri’

Cegah Bunuh Diri Akibat Bullying

Jangan sepelekan bullying atau perundungan yang terjadi di sekitar kita. Riset menunjukkan, perundungan dapat menimbulkan depresi, stres dan bahkan kecenderungan bunuh diri yang lebih tinggi pada anak muda. Termasuk yang berada di institusi sekolah. 

Organisasi Kerjasama dan Pengembangan Ekonomi (OECD) pada 2019 mencatat, sekitar 41,1% pelajar Indonesia pernah mengalami perundungan. Angka ini adalah tertinggi kelima di dunia. 

Seperti kasus yang belum lama berselang terjadi pada seorang dokter yang juga merupakan mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Fakultas Kedokteran Undip. Aulia Risma Lestari meninggal pada malam 12 Agustus 2024 di kamar kosnya, di Semarang. Ia meninggal diduga karena bunuh diri akibat bullying.

Kasus serupa pernah terjadi sebelumnya pada Agustus 2020. Seorang mahasiswa Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Bedah Plastik Universitas Airlangga, diduga bunuh diri akibat perundungan. Sebelumnya, awal tahun ini terdapat pula kasus bunuh diri pelajar SMP berusia 14 tahun di Jakarta diduga akibat perundungan verbal di sekolah. 

Muhammad Haekal, Dosen Universitas Islam Negeri Ar-Raniry pernah pula meneliti terkait dampak perundungan terhadap kondisi psikis pada mahasiswa di Aceh. Para respondennya berasal dari kelompok agama, ras atau etnis minoritas. 

Dia melakukan wawancara mendalam pada lima mahasiswa (18-24 tahun) dari dua universitas di Aceh. Temuan utamanya adalah trauma perundungan dari kecil akan terus dibawa hingga masa dewasa. Padahal, penelitian lain mengatakan pelajar di Indonesia sudah mulai mengalami perundungan sejak mereka berada di kelas empat SD.

Hampir seluruh responden dalam studinya  mengaku tidak memiliki ruang untuk menyelesaikan masalah perundungan yang mereka alami. Mereka tumbuh besar dengan memendam pesimisme, ketakutan, serta trauma karena takut bercerita dan khawatir disalahkan, baik oleh guru maupun orang tua.

Baca juga: Kesepian Di Tengah Pandemi, Komunitas Disabilitas dan LGBT Rentan Bunuh Diri

Beberapa responden bahkan mengaku pernah memiliki pikiran bunuh diri.

Ini senada dengan survei dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang menemukan setidaknya seperlima kasus percobaan bunuh diri di Indonesia diakibatkan oleh perundungan.

Responden yang berasal dari golongan ekonomi atas bisa mengakses bantuan profesional dari psikolog, sementara yang tidak, harus menghadapinya sendirian. Padahal, Badan Pusat Statistik pada Maret 2020 mencatat ada 14,99 persen atau 814,91 ribu penduduk miskin Aceh. Hal ini diperparah oleh sulitnya mencari organisasi yang menyediakan konseling sukarela bagi korban perundungan di Aceh.

Responden Haekal menceritakan bagaimana perisakan dan perundungan semasa sekolah membuat mereka menjadi individu yang minder, kesulitan beradaptasi, dan kehilangan kepercayaan kepada teman sebaya saat berinteraksi di kampus.

Dari riset itu, Haekal merekomendasikan beberapa hal untuk pencegahan perundungan yang tak menutup kemungkinan bisa menyebabkan bunuh diri. Hal yang penting adalah memberdayakan guru (utamanya guru Bimbingan Konseling) dengan mengikutsertakan mereka dalam pelatihan anti-perundungan. 

Selanjutnya, mendorong sekolah bisa mengidentifikasi siswa yang rentan menjadi penindas dan korban utamanya mereka yang berasal dari kelompok rentan dan minoritas. Pendataan siswa ini bisa dilakukan berdasarkan kelompok etnis, suku dan agama. Ini berguna sebagai basis data untuk membuat kebijakan anti-diskriminatif di lingkungan sekolah. 

Di level pengambil kebijakan, pemerintah sebenarnya sudah mengatur kebijakan anti-perundungan ini pada Permendikbud Tahun 2015. Namun, kita perlu mengingat bahwa selama ini pemerintah juga masih memberikan teladan yang buruk. Pemerintah masih melanggengkan diskriminasi struktural dan masih sering diam terhadap diskriminasi atas minoritas agama, gender, dan ras di Indonesia. 

Kita semua harus pula memahami bahwa perundungan itu tidak terjadi dalam semalam. Tapi ini adalah puncak gunung es dari bagaimana negara memperlakukan minoritas dan kelompok rentan lain. Hingga akhirnya dicontoh oleh generasi muda sejak di SD. 

Pentingnya Dukungan Sosial Untuk Memperkuat Mental

Peneliti Pasca Doktoral Psikologi di Penn State, Toria Herd dan Sarah A. Font mengatakan pentingnya dukungan sosial terlebih peran orang tua. Ini termasuk kaitannya dalam mengatasi masalah perkembangan emosi yang bisa menimbulkan bunuh diri.

Mereka bisa mengambil peran untuk membantu mengenali, membicarakan dan menangani pikiran dan perasaan remaja yang tengah depresi. Upaya membantu pengelolaan emosi negatif ini, bisa berguna memperkuat harga diri, ketahanan, dan mendorong kepercayaan pada kemampuan diri sendiri (self efficacy).   

Dalam skup yang lebih besar dan sistematis, negara juga harus memberikan dukungan sosial kepada masyarakatnya. Tak hanya itu, negara harus jeli melihat ketimpangan gender dalam upaya mencegah bunuh diri seiring dengan banyaknya kasus bunuh diri yang korbannya adalah perempuan. 

Ini salah satunya belajar dari penelitian Universitas Hong Kong dan Institut Gerontologi Tokyo Metropolitan yang menunjukkan penurunan kasus bunuh diri di negaranya, yaitu sekitar 14% pada Februari-Juni tahun 2021. Studi menunjukkan, penurunan angka bunuh diri pada awalnya dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti subsidi pemerintah, berkurangnya jam kerja dan penutupan sekolah.  

Namun kemudian penurunan tingkat bunuh diri itu berbalik. Tingkat bunuh diri pada perempuan justru melonjak sekitar 37%. Setara dengan lima kali lipat laki-laki. Mengapa?

Baca juga: Kasus Bunuh Diri Di Jepang Meningkat Dan Didominasi Perempuan

Ini dikarenakan saat itu, pandemi berkepanjangan ternyata berdampak pada industri yang didominasi oleh para perempuan. Di sini, beban ibu bekerja meningkat. Di samping kekerasan dalam rumah tangga juga tinggi. 

Jika muncul pikiran bunuh diri atau ada orang di sekitarmu ada yang berniat bunuh diri, kemana kamu harus menghubungi?

Kamu bisa mengakses LISA Suicide Prevention Helpline (Love Inside Suicide Awareness), layanan dukungan kesehatan mental dan psikososial yang inklusif. Layanan ini tersedia dalam bahasa Indonesia dan Inggris selama 24 jam. Kamu bisa mengaksesnya di kontak +628113855472. 

Pemerintah Indonesia sejak April 2020 lalu, meluncurkan pula layanan konseling psikologi SEJIWA melalui nomor 119. Nomor 119 juga merupakan nomor layanan darurat untuk memanggil ambulans atau seseorang yang sudah mencoba melakukan bunuh diri yang mengancam keselamatan nyawa. 

Kemenkes juga merekomendasikan masyarakat yang membutuhkan bantuan terkait masalah kejiwaan bisa langsung menghubungi profesional kesehatan jiwa di puskesmas atau RS terdekat. Di antaranya, ada lima RS jiwa rujukan yang telah dilengkapi dengan layanan telepon konseling kesehatan jiwa. 

  1. RSJ Amino Gondohutomo Semarang | (024) 6722565
  2. RSJ Marzoeki Mahdi Bogor | (0251) 8324024, 8324025, 8320467
  3. RSJ Soeharto Heerdjan Jakarta | (021) 5682841
  4. RSJ Prof Dr Soerojo Magelang | (0293) 363601
  5. RSJ Radjiman Wediodiningrat Malang | (0341) 423444

0
joy
Joy
0
cong_
Cong.
0
loved
Loved
0
surprised
Surprised
0
unliked
Unliked
0
mad
Mad
Hari Pencegahan Bunuh Diri; Jika Muncul Pikiran Itu, Ingat Kamu Tidak Sendiri

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Install App

By installing our application, you can access our content faster and easier.

Login

To enjoy Kabarwarga privileges, log in or create an account now, and it's completely free!

Follow Us