Ribetnya visa dan perbatasan Amerika Tengah (2)

ribetnya-visa-dan-perbatasan-amerika-tengah-(2)
Ribetnya visa dan perbatasan Amerika Tengah (2)

Sambungan dari tulisan sebelumnya di sini.

Honduras

Katanya, WNI bisa masuk Honduras gratis asal ada visa AS, Kanada, atau Schengen. Kenyataannya, WNI tetap harus apply visa, dan Honduras adalah negara yang paling bangke sulit visanya!

Kami harus melampirkan SKCK (Surat Keterangan Catatan Kepolisian) dari Mabes POLRI, surat sehat dari dokter, vaksin Covid, vaksin yellow fever, surat keterangan pekerjaan, rekening bank, itinerary, reservasi hotel–semuanya harus diterjemahkan ke dalam bahasa Spanyol! Belum termasuk visa AS dan foto, serta bayar 30 USD untuk single entry. Apply-nya ke mana? Ke Kedutaan Honduras terdekat, yaitu di Taiwan! Alamak! Namun karena kami memulai perjalanan dari Panama, jadi kami akan mencoba apply di Kedutaan Honduras di Panama City.

Sebulan sebelum berangkat, kami reservasi online untuk slot tanggal dan jam wawancara. Saya dapat slot pada 2 Januari 2023 jam 9 pagi di Kedutaan. Beberapa hari kemudian, lagi enak-enaknya tidur, tiba-tiba saya dapat telepon pada jam 3 pagi dari orang yang nyerocos bahasa Spanyol! Rupanya dia petugas visa yang mengatakan bahwa dia akan cuti, jadi baru bisa wawancara pada 5 Januari! Ealah, bisa gitu! Ngapain tanggal dibuka di sistem?

Singkat cerita, kami datang dengan setumpuk dokumen ke Kedutaan Honduras di Panama City. Petugas bertanya dalam bahasa Spanyol, “Mau ngapain? Berapa lama? Masuk-keluar lewat perbatasan mana? Kerjanya apa? Gaji kamu berapa?” Ebuset! Kepo amat! Dua hari kemudian visa keluar berupa cap besar sehalaman paspor (iya, gitu doang!).

Balik lagi ke cerita perbatasan Nikaragua di Guasaule, kami lalu masuk Honduras naik shuttle bus. Abang supir bus menawarkan jasanya untuk mempercepat proses imigrasi dengan membayar ekstra. Meski kami sudah punya visa Honduras seharga 30 USD, tapi ternyata di sana harus bayar lagi tourist card 10 USD, plus membayar jasa ke supir sebesar beberapa dolar. Daripada memperlambat perjalanan karena paspor Indonesia, kami langsung setuju! Maka masuklah kami ke kantor imigrasi yang kotor dan berdebu, dengan antrean superpanjang. Abang Supir dengan santainya memotong antrean karena kenal semua petugas. Kami pun berbaris satu per satu.

Giliran saya menyerahkan paspor di loket, petugasnya langsung panik berteriak, “Indonesiaa! Cuarantena! Cuarantena!” Hah? Cuarantena dalam bahasa Spanyol artinya karantina. Tapi apanya yang dikarantina? Kan saya nggak Covid? Abang Supir menerangkan karena saya berpaspor Indonesia, maka saya harus diperiksa di kantor karantina. Apaa? Emangnya saya hewan?!

Saya, Yasmin, dan seorang cowok berpaspor Belgia pun digiring ke sebuah kantor di pojok. Duh, orang Belgia aja ditahan, apa kabar orang Indonesia? Apa salah kami? Cukup lama kami menunggu karena Pak Bos karantina belum datang sepagi itu. Kesal karena menghambat perjalanan penumpang sebus, Abang Supir berteriak-teriak menyuruh semua petugas mencari Pak Bos!

Ditahan di imigrasi Honduras

Begitu Pak Bos datang, kami masuk ke kantor dan diduduki. Dengan bahasa Spanyol campur bahasa Inggris patah-patah, dia menjelaskan bahwa prosedur ini hanya berlaku untuk warga negara tertentu. Orang Indonesia masuk Honduras itu harus dikarantina karena Indonesia adalah salah satu penghasil pisang terbesar di dunia. HAH? Maksudnya? Kemudian Pak Bos menjelaskan ke cowok Belgia bahwa dia harus dikarantina karena Belgia adalah salah satu pengekspor daging babi terbesar di dunia. Jadi hubungannya apa?

“Karena Honduras penghasil pisang dan daging babi juga, jadi kami perlu tahu apakah kalian ke sini membawa pisang dan babi dari negara kalian? Soalnya itu akan membahayakan perkebunan dan peternakan kami!” tegas Pak Bos.

NOOOO!” kami serempak menjawab. Lha, ngapain juga bawa pisang dari Indonesia? Naik pesawatnya aja tiga hari! Udah keburu busuk, Pak! Setelah meyakinkan Pak Bos, dia menyuruh kami untuk menandatangani surat pernyataan bahwa kami tidak membawa pisang Indonesia ke Honduras. HAHAHA! Baru kali ini saya ditahan karena pisang! Sungguh absurd!

Kelar urusan di kantor karantina, Abang Supir langsung menarik kami berlari ke loket imigrasi dengan memotong antrean, lalu menyerahkan paspor. Pas giliran saya, kok ya bisa-bisanya tinta printer mereka habis! Terpaksa menunggu lagi beberapa saat. Kembali ke bus, semua penumpang memelototi kami karena lama! Hadeuh!

Keluar Honduras pun ada cerita yang cukup absurd. Kali itu kami naik pesawat dari Roatan di Honduras ke Belize City. Pesawatnya berkapasitas 12 orang saja, macam angkot terbang. Saat antre mau masuk pesawat yang baling-balingnya sudah berputar siap take off, tiba-tiba saya dipanggil petugas bandara! Ada apa lagi ini? Kenapa cuma saya?

Saya digiring oleh tiga orang petugas, dipakaikan rompi keselamatan, keluar terminal, lalu masuk ke sebuah ruangan sempit. Koper saya sudah tergeletak di situ. Saya disuruh membuka gembok. Lalu seorang petugas membuka dan menggeledah isi koper saya, sampai mengobok-obok celana dalam segala! Buset dah! Suwek bener saya yang sering di-profiling sebagai penyelundup narkoba! Setelah dinyatakan clear, saya pun masuk pesawat sambil dipelototi semua penumpang!

El Salvador

Kata Wikipedia, Amerika Tengah punya peraturan baru tentang visa yang disebut CA-4 (Central America-4 Border Control Agreement). Artinya, kalau punya salah satu visa yang dikeluarkan oleh Guatemala, El Salvador, Honduras, atau Nikaragua, maka berlaku juga untuk masuk ke keempat negara tersebut selama masih masuk durasi visanya. Menarik, bukan?

Setelah punya visa Honduras yang didapat dengan susah payah, pengen dong sekalian ke El Salvador! Dengan mempertimbangkan jarak dan rute, kami berencana masuk El Salvador dari Nikaragua, baru ke Honduras. Tapi karena pesimis dengan paspor Indonesia, saya email ke Kedutaan El Salvador di Honduras untuk minta konfirmasi. Jawabannya? WNI tetap perlu apply visa, dan harus datang sendiri ke Kedutaan di kota Tegucigalpa! Astaga! Kami ogah ke Tegucigalpa karena bahaya. Lagipula, visa Honduras kami single entry yang kalau dipakai duluan di El Salvador bakal riskan. Aduh, ribetnya! Akhirnya kami memutuskan untuk merelakan El Salvador sebagai satu-satunya negara di Amerika Tengah yang tidak kami kunjungi. Hiks.

Belize

Untuk WNI, visa Belize gratis asal punya visa AS atau Kanada.

Dari Honduras ke Belize kami terpaksa naik pesawat, karena kalau naik bus harus melewati Guatemala di mana kami tidak punya visanya. Satu-satunya maskapai yang melayani rute ini adalah Tropic Air, maskapai milik Belize. Saat membeli tiket dari situs resminya, kami diharuskan untuk mengisi alamat untuk verifikasi kartu kredit. Tapi… tombol scroll down-nya tidak ada pilihan negara Indonesia! Kurang ajar banget, kan? Sementara negara terdekat hanya ada Singapura dan Filipina. Mau tahu apa yang kami lakukan? Memilih negara Filipina, lalu mengisi alamat dan nomor telepon kampus saya di Manila! Eh, berhasil! Hahaha! Eh tapi, kalau Indonesia aja nggak diakui Belize, gimana pas di imigrasi nanti?

Mendarat di Belize City, sudah diduga, proses imigrasinya lama! Belize adalah satu-satunya negara di Amerika Tengah yang berbahasa Inggris karena dulunya dijajah Inggris, jadi petugasnya tambah doyan nanya-nanya karena komunikasi lancar. Itupun kami harus menunggu lama karena paspor dicek dulu oleh atasannya, baru dicap. Koper kami sampai tergeletak di depan loket Lost & Found saking lamanya! Dari situ, koper kami dibuka dan diobok-obok saat diperiksa custom. Duh, capeek deh!

Keluar Belize, masih aja drama! Dari Belize City kami naik chicken bus ke kota Chetumal di Meksiko yang berangkat jam 6 pagi. Tiga jam kemudian kami sampai di perbatasan. Kami diturunkan di kantor imigrasi dengan pesan bus akan menunggu di luar pagar nun jauh di sana.

Lagi-lagi sebagai turis asing, kami dipungut exit tax sebesar 40 dolar Belize, atau sekitar 20 USD! Sama aja bohong: masuk gratis, keluar bayar!

Pajak keluar Belize

Saat menyerahkan paspor, petugas bertanya, “Indonesia?” Ya ampun, kata itu lagi! Seketika dia berdiri, dan pergi membawa paspor saya ke kantor atasannya. Kami disuruh menunggu lagi! Pak Supir berlari mendatangi kami dan bilang bahwa kami harus cepat karena penumpang bus bakal terlambat masuk kerja. Aduh, maafkan saya! Sekitar 20 menit kemudian, Pak Atasan keluar dan menyerahkan paspor kami yang sudah dicap. Pak Supir langsung menyuruh kami berlari ke bus untuk meneruskan perjalanan ke Meksiko. Kami pun masuk sambil lagi-lagi dipelototi penumpang sebus!

Huhuhuu… puluhan tahun traveling, masih aja paspor Indonesia tak berdaya! Menurut Anda, kenapa bisa gitu ya? Ayo jawab di komen!


Perjalanan keliling Amerika Tengah ini atas biaya sendiri, tanpa sponsor sama sekali. Tulisan ini pun dibagikan gratis di blog. Bila Anda menyukai tulisan perjalanan saya, silakan berkontribusi dengan menyumbang “uang jajan” di sini. Terima kasih!

0
joy
Joy
0
cong_
Cong.
0
loved
Loved
0
surprised
Surprised
0
unliked
Unliked
0
mad
Mad
Ribetnya visa dan perbatasan Amerika Tengah (2)

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Install App

By installing our application, you can access our content faster and easier.

Login

To enjoy Kabarwarga privileges, log in or create an account now, and it's completely free!

Follow Us