Perempuan Petani di Lingkar Tambang Berdaya di Pasar Garasi Pemulihan

perempuan-petani-di-lingkar-tambang-berdaya-di-pasar-garasi-pemulihan

Gunarti, perempuan petani Kendeng, melantunkan sebuah tembang nan syahdu yang suaranya memenuhi seisi ruangan. Begini bunyinya:

“Yen Bumi Pertiwi, 

terus didek’i pabrik-pabrik, 

terus di tambang rino wengi. 

Dudu menungso tok sing bakal cutes.

Nanging, wit-witwan lan ugo kewan-kewan

ugo bakale cutes, cures, tumpes, ludes.

Sawangen kae, gunung-gunung pada gundul.

Sawangen kae, sawah-sawah pada garing, podo banjir…”

(“Kalau bumi pertiwi, 

Terus dibebani dengan pendirian pabrik-pabrik, 

Terus ditambang siang malam, 

Bukan hanya manusia yang akan habis, 

Tapi pepohonan dan juga hewan-hewan akan habis. 

Lihatlah itu, gunung-gunung sudah gundul

Lihatlah itu, sawah-sawah pada kering, mulai banjir…”)

Baca Juga: Perempuan Petani Tak Pernah Dianggap Pekerja, Dianggap Pembantu Suami di Sawah

Sepenggal tembang berbahasa Jawa itu sebagai tanda pembukaan digelarnya Pasar Garasi Pemulihan di Kedai Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) pada September lalu.    

Inisiasi kolektif di Pasar Garasi Pemulihan ini, mempertemukan para petani lokal dengan hasil tanamnya kepada para konsumennya langsung. Solidaritas ini terbangun sebagai bentuk dukungan terhadap perlawanan para petani dalam menahan laju daya rusak aktivitas ekstraktif seperti di wilayah pertambangan.  

Itu misalnya pada perjuangan komunitas warga yang ada di Kendeng dalam melawan tambang karst yang produk turunannya semen. Beberapa tahun silam, sekumpulan perempuan petani di Kendeng pernah melakukan aksi demonstrasi dengan menyemen kaki mereka di depan istana Merdeka-Jakarta. 

Memori inilah yang tak ingin kita lupakan dalam perjuangan melawan daya rusak industri ekstraktif, bahwasannya hal-hal yang pernah diperjuangkan tidak boleh berhenti. Mengapa? Ini karena sistem politik lingkungan yang masih berjalan dalam kehidupan bernegara ini, seolah masih menormalisasi aktivitas ekstraktif demi kepentingan segelintir orang. Padahal itu mengorbankan banyak pihak seperti Sedulur Sikep di Kendeng, Jawa Tengah.

Ketidakinginan JATAM dalam melupakan begitu saja tentang memori perjuangan warga Kendeng inilah, yang mendorong tim pemulihan dan ekonomi tanding di JATAM bersama Mama Aleta Fund (MAF) dan Studio Tanah Air Beta (TABETA) menggelar Pasar Garasi Pemulihan.

Baca Juga: Petani Digusur Aktivis Dibungkam, Merdeka Harusnya Tidak Begini

Hadirnya pasar ini, diharapkan bisa menjadi ruang temu antara produsen-konsumen yang bersolidaritas saling mendukung. Di samping, saling menguatkan perjuangan komunitas warga dalam melawan dan memulihkan ruang hidupnya.

Berdasarkan pengalaman Gunarti bersama petani Kendeng, segala cara digunakan dalam melawan daya rusak tambang. Termasuk mencari cara yang bisa dilakukan dalam memenuhi kebutuhan ekonomi warga dengan memproduksi sari jamu dari Kartini Kendeng dan beras sehat. Praktik baik yang dilakukan warga Kendeng hingga memiliki produk yang memuat kisah perjalanan mereka dalam melawan tambang karst, ada pula cerita lainnya. 

Gunarti yang akrab disapa Mbak Gun bercerita bahwa ramuan rempah pada umumnya seperti wedang secang ataupun wedang uwuh sudah begitu umum di pasaran. Adapun yang memicu beliau untuk meramu empon-empon untuk dijadikan jamu siap seduh yakni suatu ketika kondisi kesehatan suami beliau sedang menurun. 

Baca Juga: Sisi Gelap Perkebunan Sawit Perusahaan: Petani Miskin Makin Sengsara

Menyaksikan hal itu, Mbak Gun pun segera mengambil empon-empon di sekitar rumahnya kemudian diramu sedemikian rupa di dapur dan diberikan pada sang suami. Alhasil tubuh sang suami pun segera pulih, bahkan mengakui ramuan jamu empon-empon dari sang istri sangat nikmat ketika diminum. Melalui cerita inilah, Mbak Gun juga mengkritisi pelayanan kesehatan yang diberikan negara hari ini: 

“Bayangkan, orang sudah sakit malah disuruh bayar lagi ketika berobat, apa ya gak tambah sakit? Padahal, obat-obat itu sudah tersedia di sekitar rumah kita seperti empon-empon. Ya, rempah alamiah yang tumbuh bebas itu pun tinggal ambil saja”. Kurang lebih begitu penjelasan Mbak Gun jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, mengingat beliau ketika berkomunikasi pun masih mencampurkan bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. 

Cerita Kemandirian Perempuan Petani 

“Bertani secara organik itu gak susah, mung ribet” tutur Mba Gun ketika bercerita pengalamannya dalam mengolah lahan pertanian di Kendeng. 

Mendengar pengakuan beliau dalam pengalaman bertani, memang keribetan dalam metode organik pada lahan pertanian ini dapat dimaklumi. Mengingat kondisi lahan kian terhimpit lahan tetangga yang masih menggunakan pupuk kimia buatan hingga pestisida. Padahal, model konvensional menggunakan pupuk pabrikan semacam itu justru menyiksa tanah untuk terus berproduksi menghasilkan sejumlah bahan pangan. 

Jika kita mengingat kembali metode tradisional di kepulauan Indonesia, selalu ada waktu khusus untuk mengistirahatkan tanah untuk memulihkan mikroba baik yang menunjang tanaman untuk subur. Akan tetapi, setelah masifnya konsep betani yang ditawarkan revolusi industri maka yang terjadi banyak lahan pertanian yang dipaksa terus produktif, tanpa memperhatikan dimensi ekologis di dalamnya. 

Dimensi ekologis menjadi begitu penting dalam penerapan praktik cerdas bertani. Pada pengalaman lainnya seperti kawan-kawan dari ALAM JABAR (Aliansi Mahasiswa Jawa Barat) yang turut membagikan pengalaman dalam menerapkan konsep agroekologi sebagai langkah yang tepat agar tidak melupakan fungsi ekologis dalam pengelolaan suatu lahan. Alhasil, produk yang disediakan kawan-kawan ALAM JABAR sudah pasti organik dan bebas dari kejahatan lingkungan. 

Baca Juga: Petani di Bali Kelola Sampah Organik: Bikin Maju Pertanian Ramah Lingkungan
Kegiatan di Pasar Garasi Pemulihan (foto: dok. Adjie Valeria Christiasih, Juru Kampanye Pemulihan & ET. JATAM)
Kegiatan di Pasar Garasi Pemulihan (foto: dok. Adjie Valeria Christiasih, Juru Kampanye Pemulihan & ET. JATAM)

Untuk melengkapi percakapan praktik baik ini, maka adapun sesi “Barter Benih” yang dilaksanakan secara partisipatif. Alurnya, tiap peserta disarankan membawa terlebih dahulu benih dari rumah, yang kemudian dipercakapkan dalam sesi ini. 

Sebagai contoh, adapun Ibu Entin Kartini yang membawa beberapa jenis benih seperti kecipir, bawang merah lokal hingga buah asam dari Garut-Jawa Barat. Antusias dalam sesi barter benih ini membuat peserta bertanya-tanya tips cara menanamnya. Bahkan, sudah ada yang membayangkan hasil panennya akan diolah jadi makanan yang lezat. 

Selain benih yang bisa ditanam hingga panen bahan pangan, adapun benih bunga yang akan sangat cocok menghiasi teras rumah kita. Benih bunga yang ada yakni jenis marigold dengan beragam jenis warna tersedia dalam bentuk card seeds sumbangan Mas Eghi dari Satya Bumi yang baru saja merayakan Hari Orangutan Internasional 2024 dengan merchandise card seeds tersebut.

Selain praktik dalam mengolah lahan pertanian, adapun Mang Rojadin dari Saung Rangkai yang membagikan pengetahuan dalam membuat tas koja. Produk tas dari kayu pohon Waru ini biasa disebut tas koja yang telah jadi pun dijual seharga 250 ribu rupiah. 

Baca Juga: Anak Muda dan Mahasiswa Pertanian Tak Tertarik Jadi Petani, Kenapa?

Mungkin, kita merasa harga tersebut terlalu mahal karena kita sudah dijejali produk turunan dari pabrik para kapitalis yang proses produksinya penuh noda dan sangat kotor keringat buruh tekstil berupah murah. 

Inilah inti dari nilai yang ingin ditunjukkan dalam proses pembuatan tas koja sesungguhnya tidaklah mudah. Dari pengambilan kulit kayu pohon, membersihkannya, memotong jadi tipis agar bisa dipelintir jadi tali yang kemudian dianyam manual. Semua dilakukan dengan manual dari tangan manusia dan membutuhkan waktu 10 hari inilah sesungguhnya sangat pantas harga 250 ribu tersebut. Jika 250 ribu dibagi 10 hari (masa produksi), maka Mang Rojadin hanya mendapat 25 ribu saja. Sehingga, harga tersebut masih terlalu kecil dari upaya yang dilakukan dalam pembuatan tas koja. 

Akan tetapi, dalam proses pembuatan tas koja memang tidak hanya terfokus satu kegiatan ini saja. Semua bisa dibersamai dengan aktivitas lainnya dalam kehidupan di desa Garut Selatan itu. Selain itu, Mang Rojadin selalu ceria mengerjakan proses pembuatan tas koja adalah nilai yang melampaui angka dalam harga yang ditukar. Sebab tidak semua pekerja di dunia ini seberuntung beliau, dapat mengerjakan suatu pekerjaan dengan senang hati tentunya. 

Keakraban Produsen-Konsumen dalam Semangat Berdaya Pulih
Kegiatan di Pasar Garasi Pemulihan (foto: dok. Adjie Valeria Christiasih, Juru Kampanye Pemulihan & ET. JATAM)
Kegiatan di Pasar Garasi Pemulihan (foto: dok. Adjie Valeria Christiasih, Juru Kampanye Pemulihan & ET. JATAM)
(foto: dok. Adjie Valeria Christiasih, Juru Kampanye Pemulihan & ET. JATAM)
(foto: dok. Adjie Valeria Christiasih, Juru Kampanye Pemulihan & ET. JATAM)

Mengakrabkan antara produsen-konsumen mungkin tidak lazim bagi khalayak umum, sebab selama ini kita seolah berpasrah pada langgam pasar konvensional yang memajang produk tanpa kita ketahui cerita proses dibalik pembuatannya. Inilah mengapa kami meminta Mang Odon dari Saung Rangkai – Garut Selatan bercerita proses produksi produk yang dibawa seperti gula semut berbahan baku dari air nira. 

Jika produksi gula aren pada umumnya dicetak, maka gula semut ini ketika air nira ini diangkat dari tungku kemudian tunggu sampai kering, setelahnya diayak dan hasil ayakan itulah yang menjadi gula semut. 

Gula semut dari Saung Rangkai adalah salah satu produk turunan yang membuat warga sekitar khususnya kaum muda untuk aktif turut memproduksi seluruh produk Saung Rangkai. Bahkan, dalam Saung Rangkai yang memproses beragam produk selain gula semut pun dalam pendistribusiannya lebih mengutamakan tetangga sekitar ketimbang pengiriman yang jauh. Hal ini demi menjaga relasi sosial terdekat melalui produk yang dihasilkan Saung Rangkai. Sehingga, antara dimensi sosial dan ekonomi memiliki kaitan yang erat dalam komunitas warga seperti Saung Rangkai. 

Baca Juga: Di Balik Sepiring Nasi Yang Kita Santap, Tersembunyi Keringat dan Air Mata Perempuan Petani
Kegiatan di Pasar Garasi Pemulihan (foto: dok. Adjie Valeria Christiasih, Juru Kampanye Pemulihan & ET. JATAM)
Kegiatan di Pasar Garasi Pemulihan (foto: dok. Adjie Valeria Christiasih, Juru Kampanye Pemulihan & ET. JATAM)

Selanjutnya, sebagai pihak konsumen seperti Mbak Sapariah Saturi (Akrab disapa Mbak Arie) yang menceritakan cara mengorganisir teman-temannya yang berminat membeli produk komunitas warga. Alasannya sederhana, yakni berawal dari hemat ongkos kirim. Akan tetapi, setelah Mbak Arie mulai menetap di kota besar seperti Jakarta, beliau pun mengamati dan bertanya: 

“Mengapa masih ada gap harga antara harga pangan di desa dan di kota? Kemudian, mengapa petani sebagai produsen utama justru mendapat nilai tukar dari harga penjualan yang sangat rendah? Padahal di Jakarta masih tetap mahal. Contohnya 1 kg tomat, di petani 3 ribu tapi di Jakarta bisa 13 ribu”.  

Berangkat dari dua pertanyaan inilah yang membuat Mbak Arie semakin gencar mengorganisir teman-teman di Jakarta untuk memperjuangan harga yang lebih “fair” untuk para petani sebagai pihak produsen, khususnya teman-teman di komunitas warga yang memiliki produk berdaya pulih seperti di Kendeng dan Garut. 

Mbak Arie pun menceritakan tiap mengkonsumsi produk langsung dari produsen, selalu merasakan “beyond dari beli” karena bisa membayangkan keadilan dan kemerataan ada dalam produk berdaya pulih sehingga beliau sangat mendukung ruang temu semacam ini untuk terus diadakan.

Merawat Memori Perjuangan Warga di Tapak Perlawanan

Dalam era serba digital di masa kini, berita mengenai perjuangan warga dalam melawan, memulihkan bahkan melindungi ruang hidupnya tidak sepopuler seperti berita entertainment artis ibu kota maupun konten-konten yang viral. 

Hal ini menjadi tantangan para pegiat lingkungan yang mengadvokasi kasus hingga para jurnalis untuk mengabarkan pada siapa saja tentang fakta di tapak warga. Mengingat pada proses upaya perlindungan ruang hidup, warga tetap dihadapkan dengan situasi kebutuhan ekonomi dalam kesehariannya. 

Pada upaya pemulihan, JATAM melalui kanal produk komunitas berdaya pulihnya, yang biasa kita kenal “Kedai JATAM” sampai saat ini memiliki lebih dari 15 jejaring tapak pemulihan. Jejaring itu tersebar dari Dairi-Sumatera Utara hingga Halmahera-Maluku Utara. Meskipun ada perbedaan daya rusak yang dilawan seperti timah hitam, geothermal, batu bara hingga nikel. Semua terhimpun satu tujuan, demi perlindungan ruang hidup warga di tapak masing-masing untuk tetap layak huni.

(foto: dok. Adjie Valeria Christiasih, Juru Kampanye Pemulihan & ET. JATAM)
(foto: dok. Adjie Valeria Christiasih, Juru Kampanye Pemulihan & ET. JATAM)
Baca Juga: Catatan di Hari Perempuan: Pemerintah Masih Abaikan Perempuan Petani, Buruh dan Nelayan

Dari seluruh proses persiapan gelar Pasar Garasi Pemulihan yang ada di Kedai JATAM demi merawat memori perjuangan warga di tapak. Pada  Kamis, 5 September 2024 kita semua dikejutkan dengan kabar duka dari salah satu ekonom senior yakni kabar wafatnya Faisal Basri. Sehingga, seusai gelar acara pasar pemulihan dilaksanakan, kami mengadakan “Doa bersama untuk kedamaian Faisal Basri”

Oleh sebab, selama Almarhum hidup dan singgah ngopi di Kedai JATAM, Alm. Faisal Basri selalu mendukung upaya pemulihan ruang hidup dan menggalang dukungan ekonomi tanding sebagai solidaritas konsumen pada para produsen. Bahkan kehadiran beliau ke Festival Durian Dairi 2024 pun adalah momen seminggu sebelum wafat. Kehadiran yang sungguh mendukung penuh ekonomi mandiri warga yang mengandalkan hasil pangan. Hal inilah sebagai pengingat kita bersama bahwa perjuangan memulihkan lingkungan pada dimensi ekonomi dan sosial kita untuk terus dilanjutkan. 

(foto: dok. Adjie Valeria Christiasih, Juru Kampanye Pemulihan & ET. JATAM)

0
joy
Joy
0
cong_
Cong.
0
loved
Loved
0
surprised
Surprised
0
unliked
Unliked
0
mad
Mad
Perempuan Petani di Lingkar Tambang Berdaya di Pasar Garasi Pemulihan

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Install App

By installing our application, you can access our content faster and easier.

Login

To enjoy Kabarwarga privileges, log in or create an account now, and it's completely free!

Follow Us