Pornografi ‘deepfake’: mengapa membuatnya—bukan hanya menyebarkannya—merupakan kejahatan

pornografi-‘deepfake’:-mengapa-membuatnya—bukan-hanya-menyebarkannya—merupakan-kejahatan

Pornografi deepfake—ketika kemiripan seseorang dipaksakan ke dalam gambar eksplisit seksual dengan kecerdasan buatan—sangat umum terjadi. Situs web paling populer yang didedikasikan untuk deepfake seksual, yang biasanya dibuat dan dibagikan tanpa persetujuan, menerima sekitar 17 juta klik per bulan.

Konten tersebut hampir secara eksklusif menargetkan perempuan. Ada juga peningkatan eksponensial dalam aplikasi “nudifikasi” yang mengubah gambar perempuan dan gadis biasa menjadi gambar telanjang.

Ketika Jodie, subjek dokumenter BBC Radio File on 4 yang baru, menerima email anonim yang memberi tahu bahwa dirinya telah direkayasa, dia sangat terpukul. Rasa terhina yang dialaminya semakin kuat ketika dia mengetahui bahwa laki-laki yang bertanggung jawab atas kejadian itu adalah seseorang yang telah menjadi teman dekatnya selama bertahun-tahun. Dia merasa ingin bunuh diri, dan beberapa teman perempuannya yang lain juga menjadi korban.

Kengerian yang dihadapi Jodie, teman-temannya, dan korban lainnya tidak disebabkan oleh “orang mesum” yang tidak dikenal di internet, tetapi oleh laki-laki dan anak laki-laki biasa yang hidup sehari-hari. Pelaku pelecehan seksual deepfake bisa jadi teman, kenalan, kolega, atau teman sekelas kita. Gadis remaja di seluruh dunia telah menyadari bahwa teman sekelas mereka menggunakan aplikasi untuk mengubah kiriman media sosial mereka menjadi foto telanjang dan membagikannya di grup.

Setelah bekerja sama dengan para korban dan berbicara dengan banyak perempuan muda, jelas bagi saya bahwa pornografi deepfake kini menjadi ancaman tak kasat mata yang merasuki kehidupan semua perempuan dan anak perempuan. Pornografi deepfake atau gambar telanjang biasa dapat terjadi pada siapa saja, kapan saja, dan tidak ada yang dapat kita lakukan untuk mencegahnya.

Meskipun undang-undang Inggris sudah mengkriminalisasi penyebaran pornografi deepfake tanpa persetujuan, aturan tersebut tidak mencakup klausul soal pembuatannya. Padahal, pembuatannya saja sudah menanamkan rasa takut dan ancaman ke dalam kehidupan perempuan.

Pembuatan ‘deepfake’ sendiri merupakan pelanggaran

Sudah saatnya pemerintah mempertimbangkan untuk mengkriminalisasi pembuatan deepfake seksual tanpa persetujuan. Di House of Lords, Charlotte Owen menggambarkan penyalahgunaan deepfake sebagai “batas baru kekerasan terhadap perempuan” dan menyerukan agar pembuatannya dikriminalisasi.

Ini juga merupakan perdebatan yang terjadi di seluruh dunia. Amerika Serikat (AS) sedang mempertimbangkan undang-undang federal untuk memberikan hak kepada korban untuk menuntut ganti rugi atau putusan pengadilan perdata, mengikuti negara bagian seperti Texas yang telah mengkriminalisasi pembuatan pornografi deepfake.

Yurisdiksi lain seperti Belanda dan negara bagian Victoria di Australia sudah mengkriminalisasi produksi deepfake seksual tanpa persetujuan.


Read more: Even before deepfakes, tech was a tool of abuse and control


Tanggapan umum terhadap gagasan mengkriminalisasi pembuatan deepfake tanpa persetujuan adalah bahwa pornografi deepfake merupakan fantasi seksual, sama seperti membayangkannya di kepalamu. Namun, pornografi deepfake tidak seperti itu—ini adalah pembuatan berkas digital yang dapat dibagikan secara daring kapan saja, secara sengaja atau melalui cara jahat seperti peretasan.

Tidak jelas pula mengapa kita harus mengutamakan hak laki-laki untuk berfantasi seksual daripada hak perempuan dan anak perempuan untuk memiliki integritas seksual, otonomi, dan pilihan. Ini adalah perilaku seksual yang tidak berdasarkan persetujuan. Baik pelaku porno maupun perempuan yang gambarnya dipaksakan dalam film porno, tidak menyetujui gambar, identitas, dan seksualitas mereka digunakan dengan cara ini.

Pembuatan pornografi deepfake tidak hanya soal fantasi seksual, tetapi juga tentang kekuasaan dan kendali, serta penghinaan terhadap perempuan. Rasa hak seksual kaum laki-laki terhadap tubuh perempuan tersebar di ruang obrolan internet tempat deepfake diseksualisasi, dan kiat-kiat untuk membuatnya dibagikan. Seperti halnya semua bentuk pelecehan seksual berbasis gambar, pornografi deepfake bertujuan untuk memberi tahu perempuan agar kembali ke kotak mereka dan keluar dari internet.

Menerapkan hukum lebih jauh

Undang-undang yang hanya mengkriminalisasi distribusi pornografi deepfake mengabaikan fakta bahwa pembuatan materi tanpa persetujuan itu sendiri merupakan pelanggaran. Kriminalisasi produksi bertujuan untuk menghentikan praktik ini dari akarnya.

Meskipun ada kekhawatiran yang sah tentang kriminalisasi berlebihan terhadap masalah sosial, terdapat kriminalisasi rendah di seluruh dunia terhadap kerugian yang dialami perempuan, khususnya pelecehan daring.

Peradilan pidana memang bukan satu-satunya—bukan juga solusi utama—untuk kekerasan seksual akibat kegagalan polisi dan peradilan yang terus berlanjut, tetapi menjadi satu pilihan penyelesaian. Tidak semua perempuan ingin melapor ke polisi, tetapi beberapa melakukannya. Kita juga memerlukan kewenangan sipil baru untuk memungkinkan hakim memerintahkan platform internet dan pelaku untuk menghapus dan meniadakan gambar, serta membayar kompensasi yang sesuai.

Selain hukum pidana yang menjadi dasar pendidikan dan perubahan budaya, hukum tersebut dapat memberlakukan kewajiban yang lebih besar pada platform internet. Jika pembuatan pornografi deepfake melanggar hukum, akan sulit bagi penyedia pembayaran untuk terus mendukung ekosistem deepfake, sulit bagi Google untuk terus menampilkan situs porno deepfake di bagian atas pencarian, dan sulit bagi perusahaan media sosial seperti X (sebelumnya Twitter) atau toko aplikasi untuk terus mengiklankan aplikasi nudifikasi.

Kenyataan hidup dengan ancaman pelecehan seksual yang tidak terlihat kini mulai disadari oleh para perempuan dan anak perempuan. Para siswi saya terkejut ketika menyadari bahwa siswi di sebelah mereka dapat membuat video porno palsu tentang mereka, memberi tahu mereka bahwa mereka telah melakukannya, bahkan menikmati menontonnya—namun tidak ada yang dapat mereka lakukan karena itu tidak melanggar hukum.

Ketika para perempuan berbagi rasa putus asa mendalam mereka bahwa masa depan mereka berada di tangan “perilaku yang tidak terduga”, dan keputusan “terburu-buru” para laki-laki, sudah saatnya hukum mengatasi ancaman ini.

0
joy
Joy
0
cong_
Cong.
0
loved
Loved
0
surprised
Surprised
0
unliked
Unliked
0
mad
Mad
Pornografi ‘deepfake’: mengapa membuatnya—bukan hanya menyebarkannya—merupakan kejahatan

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Install App

By installing our application, you can access our content faster and easier.

Login

To enjoy Kabarwarga privileges, log in or create an account now, and it's completely free!

Follow Us