Tanya-Jawab
Pertanyaan:
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Bagaimana cara menghitung dan membedakan waktu haid dan istihadoh menurut pendapat paling sahih? Karena banyak sekali perbedaan pendapat. (Penanya: Safina Meilani Kamila, Kota Bekasi).
Jawaban
Wa’alaikumsalam Wr. Wb.
Bismillahirrahmanirrahim,
Penanya yang dirahmati Allah Swt. Haid adalah darah yang keluar dari kemaluan wanita (otot pangkal rahim) karena pembawaan, artinya bukan karena sakit atau melahirkan, serta keluarnya di usia yang memungkinkan haid, yakni minimal usia sembilan tahun Hijriah kurang lima belas hari. Untuk mengetahui seputar haid dan rumusnya, perhatikan hal-hal berikut:
Usia Haid
Darah yang keluar dari rahim wanita bisa dikategorikan darah haid jika keluar di usia haid, yaitu sembilan tahun kuang lima belas hari sehingga jika keluarnya darah sebelum usia tersebut, statusnya bukanlah darah haid melainkan darah fasad (rusak).
Perlu diketahui satu tahun Kamariah (Hijriah) adalah 354 hari lebih 8 jam lebih 48 menit, sedangkan satu tahun Syamsiah (Masehi) adalah 365 hari lebih 5 jam lebih 49 menit.
Lalu bagaimana jika seorang wanita mengeluarkan darah sebagian di usia haid dan sebagian di usia sebelumnya? Maka jawabannya adalah darah yang keluar di usia haid dihukumi haid, sedangkan darah sebelumnya dihukumi darah istihadah.
Batas Minimal Haid
Minimal darah haid adalah satu hari satu malam atau 24 jam jika keluarnya terus-menerus (mulai dari subuh sampai subuh) karena andaikan disela-sela oleh masa terhentinya darah, seluruhnya dianggap haid, dengan catatan tidak melebihi batas maksimal haid dan tidak kurang dari batas minimal haid.
Darah dianggap ittishol (terus-menerus), ukurannya jika dalam vagina diberi kapas, pada kapas tersebut masih tampak bercak darah haid (hitam/merah/coklat/kuning/keruh).
Sedikit permasalahan tentang darah haid kuning atau keruh ini terdapat perbedaan pendapat, ada yang berpendapat bahwa itu termasuk darah haid dan ada yang berpendapat bahwa itu bukanlah darah haid. Bagi wanita yang terbiasa mengeluarkan keputihan berwarna kuning dan keruh sebelum dan setelah keluar darah haid, untuk menentukan kapan harus bersuci dari haid jika keluar darah kuning atau keruh setelah keluar darah haid, bisa mengikuti pendapat Syekh Ali Jum’ah dan Syekh Sa’id Kamaliy, yaitu:
1. Jika kuning dan keruh keluar sebelum masa haid, maka bukan haid.
2. Jika kuning dan keruh keluar mengiringi darah haid, maka haid (darah belum bersih sama sekali, tetapi sudah keluar kuning dan keruh).
3. Jika darah sudah benar-benar bersih dan ternyata keluar kuning dan keruh, maka kuning dan keruh ini bukan haid, melainkan keputihan seperti biasa.
Aqollul haid (batas minimal) haid terklasifikasikan menjadi tiga:
1. Aqol wachdah (minimal haid yang tidak bersamaan dengan umum dan maksimal haid) jika darah keluar selama 24 jam secara terus-menerus (seperti mulai dari subuh sampai subuh).
2. Aqol Ma’al Gholib (minimal haid yang disertai dengan umumnya haid) jika darah keluar terhitung jumlahnya 24 jam secara terpisah dan itu dalam lingkup enam atau tujuh hari.
3. Aqol Ma’al Aktsar (minimal haid yang disertai dengan umumnya haid) jika darah keluar terhitung jumlahnya 24 jam secara terpisah dalam lingkup 15 hari.
Batas Maksimal Haid
Maksimal darah haid adalah lima belas hari lima belas malam sehingga jika darah yang keluar melebihi batas tersebut, dihukumi sebagai darah istihadah.
Batas Masa Suci antara Dua Haid
Minimal masa suci, yaitu lima belas hari lima belas malam, maksimal masa suci tidak ada batasnya, sedangkan umumnya masa suci, yaitu 23 atau 24 hari (jika adat haid 6/7 hari).
Jika keluar darah lalu bersih atau suci yang tidak sampai 15 hari, kemudian keluar darah lagi. Maka perincian rumusnya sebagai berikut:
1. Bila darah pertama dan kedua masih dalam rangkaian 15 hari terhitung dari permulaan keluarnya darah pertama, semuanya dihukumi haid termasuk masa berhenti di antara dua darah tersebut.
Contoh:
Keluar darah selama 3 hari
Berhenti selama 3 hari
Keluar lagi selama 5 hari
3+3+5=11 hari (kurang dari 15 hari), maka keseluruhan hari termasuk masa berhenti dihukumi haid karena semuanya masih dalam masa maksimal haid 15 hari.
2. Bila darah kedua sudah di luar rangkaian masa 15 hari dari permulaan haid pertama (jumlah masa pemisah ditambah dengan darah pertama tidak kurang dari 15 hari), sementara jumlah masa berhenti ditambah darah kedua tidak lebih dari 15 hari, maka darah kedua dihukumi darah fasad/istihadah.
Contoh:
Keluar darah pertama selama 6 hari
Berhenti selama 9 hari
Keluar darah kedua selama 2 hari
6+9=15 hari (tidak kurang dari 15 hari)
9+2=11 hari (tidak lebih dari 15 hari)
Maka 6 hari awal dihukumi haid, berhenti 9 hari dihukumi suci, dan 2 hari dihukumi darah fasad/istihadah.
3. Bila jumlah masa suci atau berhenti ditambah darah kedua melebihi 15 hari, sebagian darah dihukumi kedua dihukumi darah istihadah dan sisanya dihukumi haid yang kedua.
Contoh:
Keluar darah pertama selama 5 hari
Berhenti selama 10 hari
Keluar darah kedua selama 10 hari
5+10=15 hari (tidak kurang dari 15 hari)
10+10=20 (lebih dari 15 hari)
Maka 5 hari darah pertama dihukumi haid, 10 hari ditambah 5 hari (sebagai darah kotor) dihukumi suci, dan sisa 5 hari dari darah kedua dihukumi haid.
4. Bila jumlah masa suci atau berhenti ditambah darah kedua melebihi 15 hari (15 hari atau lebih), lalu masa keluar darah kedua setelah dikurangi masa berhenti sisanya tidak lebih dari maksimal haid (15 hari), maka menyempurnakan masa suci. Jika melebihi 15 hari, dihukumi istihadah.
Contoh:
Keluar darah pertama selama 10 hari
Berhenti selama 10 hari
Keluar darah kedua selama 25 hari
10+10=20 hari (lebih dari 15 hari)
25-10=15 hari (tidak lebih dari 15 hari)
10+10+25=35 hari (lebih dari 15 hari)
Jika sudah pernah mengalami haid, haid dan sucinya disesuaikan dengan kebiasaannya, semisal kebiasaan haidnya 5 hari, jadi 10 hari pertama dihukumi haid, 10 hari berhenti ditambah 5 hari darah kedua (sebagai penyempurna masa suci) dihukumi suci, 5 hari setelahnya dihukumi haid yang kedua, mengikuti kebiasaannya (adat), dan sisa hari setelahnya dihukumi darah istihadah.
Sah atau Tidaknya Ibadah pada Masa Keluar Darah Terputus-putus
Jika permasalahannya adalah darah keluar secara terputus-putus seperti pada contoh sebelumnya, maka ketika darah berhenti setelah darah keluar yang pertama, wanita tersebut sudah wajib mandi dan larangan-larangan haid sudah hilang, seperti salat, puasa, berhubungan suami istri. Lalu ketika darah kedua keluar apakah ibadah yang dilakukan selama masa darah berhenti dianggap sah?
Ada dua pendapat:
1. Qaul sohbiy berpendapat bahwa hari-hari tidak mengeluarkan darah masuk kategori haid, maka ibadah-ibadah yang sudah dilakukan selama masa darah berhenti dianggap tidak sah.
2. Qaul laqthi/talfiq berpendapat bahwa masa saat wanita tidak mengeluarkan darah dianggap suci, maka ibadah-ibadah yang sudah dilakukan selama masa darah berhenti dianggap sah.
Wallahu a’lam bish showab.
Daftar pustaka:
– Tim Jam’iyyah Musyawarah Riyadlotut Tholabah PP Al-Falah Ploso, Risalah Haid (Mojo Kediri, 2008).
– Tim LBM PPL 2002, Uyunul Masail Lin Nisa, (Kediri, MHM, 2008 Edisi Revisi).
Guru Fiqh dan Tajwid Pondok Pesantren Luhur Al-Tsaqafah
Views: 111