Polusi udara di Ibukota dan sekitarnya masih menghantui masyarakat sehingga menjadi ancaman serius yang meresahkan dalam kehidupan sehari-hari. Di tengah pertumbuhan industri dan urbanisasi yang pesat, tingkat polusi udara yang terus meningkat, memberikan dampak yang signifikan bagi kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Setiap napas yang dihirup oleh penduduk kota menjadi semakin berisiko, dengan partikel-partikel berbahaya dan gas beracun yang menyusup ke dalam sistem pernapasan. Dalam keseharian, polusi udara menyebabkan peningkatan kasus penyakit pernapasan seperti infeksi saluran pernafasan akut (ISPA).
Berdasarkan laporan dari World Air Quality Report (2023), Indonesia menempati peringkat pertama yang memiliki kualitas udara terburuk di Asia Tenggara pada tahun 2023. Hal ini menunjukkan bahwa masalah polusi udara merupakan tantangan serius yang perlu segera ditangani di Indonesia. Salah satu yang menjadi sumber polutan udara di Indonesia adalah PLTU batu bara, yang telah memberikan dampak signifikan yang merusak kualitas udara, menyebabkan dampak negatif bagi kesehatan dan lingkungan secara keseluruhan.
Ketua Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) DKI Jakarta, mengatakan, bahwa asap bakar yang berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara di Banten dan Jawa Barat telah menjadi salah satu penyebab utama penurunan kualitas udara di Jakarta dan sekitarnya belakangan ini. Menurut perhitungan Walhi, kontribusi PLTU terhadap polusi udara di Jakarta mencapai 20-30%, sementara transportasi memberikan kontribusi sebesar 30-40%. Demikian pula, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya Bakar, menyatakan bahwa sebagian besar polusi sumber polusi atau penurunan kualitas udara di wilayah Jabodetabek berasal dari 44% kendaraan, 34% dari PLTU, dan sisa dari berbagai sumber lainnya, termasuk rumah tangga, pembakaran, dan lain lain. Lalu, menambahkan dari riset penelitian yang dikeluarkan Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA) pada tahun 2023, polusi PLTU menyebabkan 1.470 kematian setiap tahun dan menimbulkan kerugian kesehatan hingga Rp 14,2 trililiun.
Krisis udara bersih bukanlah cerita fana belaka
Seriusnya dampak kesehatan ini menegaskan pentingnya penanganan segera terhadap polusi udara yang dihasilkan oleh PLTU. Sampai kapan masyarakat terpaksa menghadapi polusi udara setiap hari, tanpa jaminan akan udara bersih dan harus menghadapi resiko kesehatan yang lebih tinggi, terutama bagi kelompok rentan seperti anak-anak, lansia, dan individu dengan kondisi kesehatan yang sudah melemah.
Seperti yang terjadi secara nyata di Marunda. Dari tahun 2021, warga Marunda dihadapkan pada pencemaran udara akibat debu batu bara yang berdampak pada pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan. Warga menyelidiki secara mandiri sumber pencemaran, termasuk timbunan batu bara di dekat Rusun Marunda. Upaya mereka menarik perhatian pemerintah dan beberapa langkah untuk mengurangi dampak debu juga dilakukan. Hingga saat ini, warga terus memantau kualitas udara di sekitar Rusun Marunda karena penggunaan batu bara masih terus berlanjut meski berkurang. Harapan akan udara yang bersih tetap menjadi prioritas masyarakat.
Krisis lingkungan hidup di Marunda menyoroti kegagalan dalam menjamin hak atas lingkungan yang bersih dan sehat bagi warga Jakarta. Meski ada jaminan konstitusi, pemerintah mengabaikan perlindungan lingkungan hidup dan hak-hak masyarakat. Misalnya, polusi udara yang berkepanjangan di Marunda telah memberikan dampak buruk terhadap kesehatan masyarakat akibat adanya kontaminasi udara.
Dengan kondisi udara yang semakin memburuk dan berdampak negatif terhadap kesehatan masyarakat, perlu adanya kerjasama antara pemerintah, industri, dan masyarakat untuk mengurangi emisi polutan dan meningkatkan kualitas udara di Jakarta. Pemerintah harus menghentikan penggunaan batu bara dan secara sungguh-sungguh beralih ke sumber energi terbarukan. Salah satu solusi yang tepat untuk mengatasi masalah mendesak ini adalah transisi ke sumber energi seperti tenaga surya. Sumber ini menawarkan alternatif yang lebih bersih dan ramah lingkungan. Dengan memanfaatkan energi terbarukan, kita dapat mengurangi ketergantungan kita pada batu bara secara bertahap dan signifikan, memitigasi dampak negatif pemakaian bahan bakar fosil.
Pemerintah juga harus bisa mengambil langkah-langkah konkrit dalam mengurangi masalah polusi udara di Jakarta. Seperti dengan mendorong kebijakan yang mendukung penggunaan energi bersih dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Selain itu, perlu memperkuat pengawasan terhadap industri yang berpotensi mencemari udara, dengan diberlakukannya standar emisi yang ketat dan melakukan inspeksi secara rutin dan membuka data emisi kegiatan industri termasuk PLTU kepada publik. Selanjutnya, peningkatan transportasi umum yang ramah lingkungan juga menjadi kunci dalam mengurangi polusi udara, dengan penerapan jalur khusus sepeda dan infrastruktur yang mendukung pejalan kaki. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan dapat mengurangi jejak karbon kota secara keseluruhan dan meningkatkan kualitas udara bagi seluruh masyarakat Jakarta.
Dengan udara yang bersih, kita dapat menikmati ruang publik yang nyaman dan aman untuk beraktivitas tanpa khawatir akan berdampak negatif pada polusi udara. Melalui kesadaran dan tindakan bersama, tentunya kita dapat menciptakan ibu kota yang lebih bersih, sehat dan berkelanjutan untuk generasi mendatang.