Banyak Anak Cuci Darah, CISDI: Pemerintah Segera Terapkan Cukai Minuman Berpemanis

banyak-anak-cuci-darah,-cisdi:-pemerintah-segera-terapkan-cukai-minuman-berpemanis

Beberapa waktu terakhir, ramai perbincangan di media sosial soal anak-anak yang menjalani cuci darah karena gangguan ginjal. Anak-anak tersebut menjalani terapi cuci darah di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dokter Cipto Mangunkusumo (RSCM) dengan diantar orang tuanya. Rata-rata mereka masih usia sekolah.

Postingan tersebut mendapat banyak tanggapan dari warganet. Ada yang menceritakan pengalaman serupa yang terjadi pada orang-orang di sekitarnya dan tak terbatas pada anak-anak. Entah itu kakak, ayah, sepupu, tetangga, dsb. Ada juga penyintas dialisis yang berbagi pengalaman dan perspektifnya.

Ada sejumlah warganet yang beranggapan kasus ini berkaitan dengan kasus sebelumnya yang terjadi pada 2022. Mereka menduga anak-anak tersebut harus cuci darah karena jadi korban keracunan obat sirup yang mengandung cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG). Sebagian yang lain menganggap kondisi yang terjadi pada anak-anak tersebut berkaitan dengan pola hidup anak-anak yang gemar mengonsumsi minuman manis.

Project Lead for Food Policy CISDI, Raisa Andriani mengatakan kasus gagal ginjal akut pada anak sempat merebak di Indonesia pada akhir 2022.

“Ketika itu obat sirup jenis tertentu ternyata memiliki cemaran obat pelarut yang tinggi sehingga menimbulkan kristal tajam dalam ginjal anak. Sedikitnya ada 326 kasus dan 204 anak di antaranya meninggal,” beber Raisa kepada Konde.co, Rabu (31/7/24).

Raisa menambahkan berbeda dengan peristiwa tahun 2022, pihak RSCM menjelaskan bentuk gagal ginjal yang dialami 60 anak yang saat ini tengah dirawat di sana dan menjalani cuci darah tidak terkait dengan kasus sebelumnya.

Baca juga: Dipilih Jadi Duta Kesehatan Mental, Sejumlah Anak Perempuan Diduga Malah Dieksploitasi

Ini seperti dijelaskan dokter spesialis anak RSCM, Eka Laksmi Hidayati dalam siaran langsung di akun Instagram @rscm.official pada Kamis (25/7/24). Eka menuturkan sebagian besar pasien gagal ginjal anak di sana mengalami bentuk dan fungsi ginjal yang tidak normal sejak lahir.

Pakar kesehatan Universitas Muhammadiyah Surabaya, Ira Purnamasari menjelaskan ginjal merupakan organ yang berfungsi dalam proses penyaringan hasil metabolisme. Dan akan membuang zat-zat yang tidak diperlukan tubuh melalui proses pembentukan urine.

“Gagal ginjal merupakan kondisi dimana terjadi penurunan fungsi ginjal dalam menyaring limbah hasil metabolisme dan membuang racun. Sisa-sisa metabolisme yang seharusnya dikeluarkan oleh sistem kemih akhirnya menumpuk di ginjal, yang dalam jangka panjang akan mengakibatkan gagal ginjal,” ujar Ira Selasa (30/7/24) seperti dikutip dari website UM Surabaya.

Ira menambahkan kebanyakan penyebab kasus gagal ginjal yang terjadi pada anak-anak yang menjalani cuci darah adalah kelainan kongenital. Ini merupakan kelainan bawaan sejak lahir. Pemicu paling banyak adalah sindrom nefrotik, dan bentuk ginjal yang abnormal seperti bentuk ginjal yang kecil dan kista ginjal.

“Selain karena kelainan bawaan, gagal ginjal pada anak juga bisa disebabkan karena obesitas. Obesitas bisa disebabkan karena gaya hidup salah satunya pola makan tidak sehat. Sering mengkonsumsi minuman manis berkemasan, makanan cepat saji, dan makanan berkalori tinggi,” imbuh Ira yang juga dosen Fakultas Ilmu Kesehatan.

Pentingnya Gaya Hidup Sehat

Senada, Raisa menjelaskan walaupun penyebab kasus yang terjadi saat ini terkait pada gagal ginjal bawaan lahir, masyarakat tetap perlu waspada tentang pola hidup dan konsumsi yang tidak sehat. Apalagi survei Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) baru-baru ini menunjukkan satu dari lima anak di Indonesia berpotensi gagal ginjal. Salah satunya dipengaruhi oleh gaya hidup tidak sehat.

Merujuk pada dokter dan ahli, Raisa menjelaskan beberapa faktor pola hidup yang bisa memicu gagal ginjal.

“Kurang minum air putih, mengonsumsi minuman manis dengan kadar gula dan pengawet tinggi, jarang berolahraga. Lalu pola makan yang cenderung tinggi protein dan terus-menerus. Serta pola tidur yang tidak teratur dan sering begadang,” paparnya.

Karena itu menurut Raisa menjalani pola hidup sehat tetap relevan untuk mencegah risiko terjadinya gagal ginjal akut maupun kronis. Umumnya, terdapat dua bentuk gagal ginjal, yaitu gagal ginjal kronis dan gagal ginjal akut. Gagal ginjal kronis merupakan kondisi ketika fungsi ginjal menurun secara bertahap dalam jangka panjang. Sementara, gagal ginjal akut terjadi ketika fungsi ginjal menurun secara tiba-tiba.

“Sebagai contoh, mengonsumsi minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) secara terus-menerus dapat mengurangi porsi konsumsi air putih yang disengaja maupun tidak. Dalam jangka panjang, anak bisa mengalami obesitas atau terkena diabetes melitus tipe 2,” beber Raisa.

Ia menambahkan IDAI menyebutkan ada lonjakan kasus obesitas pada anak dan sekitar 80% anak diabetes disertai obesitas. Diabetes melitus tipe 2 yang tidak terkendali berpotensi menyerang fungsi ginjal, kemudian menyebabkan gagal ginjal kronis.

Merujuk Survei Kesehatan Indonesia 2023 dari Kementerian Kesehatan, Indonesia masih punya pekerjaan rumah terkait pola konsumsi minuman berpemanis pada masyarakat.

Kebiasaan konsumsi minuman manis penduduk umur ≥3 tahun

Sumber: diolah dari Survei Kesehatan Indonesia 2023

Laporan tersebut menyebutkan kebiasaan konsumsi minuman manis pada penduduk usia 3 tahun ke atas cukup tinggi. Minuman manis yang dimaksud adalah minuman yang punya kandungan gula tinggi.

Baca juga: Stigma dan Perda Diskriminatif Hambat ODHA Akses Layanan Kesehatan

Sebanyak 47,5% responden mengonsumsi minuman manis lebih dari 1 kali per hari. Sementara yang mengonsumsi minuman manis 1-6 kali per minggu ada 43,3%, dan kurang dari 3 kali per bulan hanya 9,2%.

Kalau dilihat berdasarkan jenis kelamin, kebiasaan mengonsumsi minuman manis cenderung lebih sering dilakukan laki-laki. Karakteristik jenis kelamin pada survei ini fokus pada perempuan dan laki-laki.

Kebiasaan konsumsi minuman manis penduduk berdasar jenis kelamin

Sumber: diolah dari Survei Kesehatan Indonesia 2023

Tercatat 52,4% responden laki-laki mengonsumsi minuman manis lebih dari 1 kali per hari, sedang responden perempuan sebesar 42,6%. Sebaliknya responden perempuan lebih banyak mengonsumsi minuman manis 1-6 kali per minggu, yakni sebesar 46,2%. Sedang responden laki-laki sebanyak 40,4%.

Responden perempuan yang mengonsumsi minuman manis kurang dari 3 kali per bulan ada 11,2% sedang responden laki-laki sebanyak 7,2%.

Kalau dilihat berdasarkan kategori usia, responden kelompok umur 3 hingga 14 tahun punya kebiasaan konsumsi minuman manis yang tinggi.

Kebiasaan konsumsi minuman manis penduduk berdasar kelompok umur

Sumber: diolah dari Survei Kesehatan Indonesia 2023

Responden kelompok umur 3-4 tahun punya kebiasaan mengonsumsi minuman manis lebih dari 1 kali per hari sebanyak 51,4% responden. Pada kelompok usia 5-9 tahun sebanyak 53% responden mengonsumsi minuman manis lebih dari sekali dalam sehari. Begitu juga pada kelompok usia 10-14 tahun, tercatat ada 50,7% responden.

Sejumlah Kebijakan Untuk Kurangi Faktor Risiko

Raisa menjelaskan sejauh ini sudah ada sejumlah upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengurangi faktor risiko. Ini dilakukan lewat sejumlah kebijakan yang beberapa diantaranya sudah memiliki payung hukum. Meski begitu langkah tersebut belum disertai pengawasan yang cukup.

Ada Gerakan Masyarakat Sadar Hidup Sehat (Germas). Raisa mengungkapkan Germas bertujuan memasyarakatkan budaya hidup bersih dan sehat dan mendorong masyarakat meninggalkan perilaku hidup kurang sehat.

Penerapan pola hidup bersih dan sehat dilakukan melalui dukungan infrastruktur dengan basis masyarakat. Germas pertama kali muncul dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/MENKES/52/2015.

Selain itu ada Pedoman Gizi Seimbang. Pemerintah pusat mendorong pemerintah daerah untuk bertanggung jawab atas konsumsi makanan sehari-hari dan perilaku hidup sehat di wilayah kerja masing-masing. Ini dilakukan dengan melibatkan masyarakat.

Melalui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 42 Tahun 2014, pemerintah pusat mendorong pemerintah daerah mendorong pelaksanaan gizi seimbang melalui sosialisasi, pendidikan dan pelatihan, penyuluhan, hingga konseling.

Urgensi Penerapan Cukai Minuman Berpemanis

Raisa menegaskan kedua kebijakan di atas masih berfokus pada edukasi dan sosialisasi untuk mengubah gaya hidup individu. Padahal, WHO menyebutkan status kesehatan kita setengahnya dipengaruhi faktor sosial, ekonomi dan komersial yang sering kali di luar kendali kita.

“Karenanya dibutuhkan kebijakan komprehensif yang dapat mengubah faktor sosial, ekonomi, dan komersial tersebut. Sehingga memudahkan masyarakat untuk menjalani gaya hidup sehat,” ujar Raisa.

Untuk itu, CISDI bersama Koalisi Pangan Sehat Indonesia mendorong pemerintah untuk segera menerapkan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK). Ini merupakan langkah awal menciptakan lingkungan yang mendukung gaya hidup sehat. Konsumsi MBDK merupakan salah satu faktor pemicu diabetes melitus tipe 2, paparnya.

Persoalan pengendalian MBDK di Indonesia menurut Raisa mencakup faktor affordability (keterjangkauan harga) dan accessibility (kemudahan akses). Masyarakat bisa menemui MBDK di warung-warung dekat rumah dengan harga yang relatif terjangkau.

“Riset CISDI tahun 2022 menunjukkan, penerapan cukai MBDK yang meningkatkan harga produk minimal 20% bisa menurunkan konsumsi minuman manis sebesar 17,5%. Khususnya di kalangan anak,” beber Raisa.

Riset bertajuk Estimasi Dampak Kesehatan dan Ekonomi dari Cukai Minuman Berpemanis dalam Kemasan terhadap Beban Diabetes Tipe2 di Indonesia menunjukkan penerapan cukai MBDK yang meningkatkan harga produk minimal 20% tidak hanya berdampak pada kesehatan masyarakat, tetapi juga perekonomian negara.

Di Indonesia, konsumsi MBDK telah meningkat 15 kali lipat dalam dua dekade terakhir. Peningkatan konsumsi ini disebut sebagai salah satu faktor yang meningkatkan diabetes melitus tipe 2. Jenis penyakit ini merupakan penyebab kematian ketiga tertinggi di Indonesia.

Raisa mengungkapkan temuan riset menunjukkan, “Pemberlakukan cukai MBDK pada 2024 berpotensi mencegah 253.527 kasus overweight dan 502.576 kasus obesitas dalam setahun sejak penerapannya.”

Baca juga: Riset: Minimnya Akses informasi Kesehatan Reproduksi Bagi Anak Muda dan Disable

“Selanjutnya, cukai MBDK dapat mencegah lebih dari 3,1 juta kasus diabetes baru. Dan mencegah 455.310 kasus kematian akibat DM tipe 2 secara kumulatif pada tahun 2033,” imbuhnya.

Tanpa adanya kebijakan cukai, angka kematian akibat diabetes melitus tipe 2 diperkirakan mencapai lebih dari 1,3 juta jiwa pada 2033. Dengan menerapkan cukai MBDK, Indonesia bisa menghemat Rp40,6 triliun dari beban biaya kesehatan akibat pengobatan DM tipe 2 pada 2033.

Raisa mengatakan berdasarkan pemantauan CISDI, Kementerian Kesehatan maupun Kementerian Keuangan merespons baik wacana penerapan cukai MBDK. Pemberlakuan cukai merupakan kewenangan Kementerian Keuangan, dalam hal ini Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Kementerian Keuangan sudah memunculkan wacana cukai MBDK sejak 2016 dan memang setelahnya terjadi tarik ulur.

Awal 2024, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta Badan Kebijakan Fiskal menyatakan tengah berkoordinasi dengan berbagai pemangku kepentingan perihal penerapan cukai MBDK. Namun, sejauh ini belum ada kepastian perihal kapan kebijakan tersebut diberlakukan.

Berdasarkan sejumlah informasi, kendala penerapan cukai MBDK antara lain karena terdapat penolakan dari Kementerian Perindustrian yang menilai pemberlakuannya perlu ditunda. Dilansir dari Koran Tempo, alasannya, sektor industri minuman masih dalam tahap pemulihan setelah pandemi. Selain itu berbagai asosiasi pengusaha dan industri disebut juga turut menolak.

Di samping itu, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai juga tengah menyusun ketentuan penggolongan cukai MBDK. Sejauh ini ada tiga target pengenaan cukai MBDK, yakni kategori yang mengandung pemanis berupa gula, pemanis alami, dan pemanis buatan.

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sedang mendiskusikan penetapan nilai ambang batas pemanis dalam setiap kategori dengan Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Meski begitu, hingga hari ini, belum ada informasi pasti kapan cukai MBDK akan diterapkan.

0
joy
Joy
0
cong_
Cong.
0
loved
Loved
0
surprised
Surprised
0
unliked
Unliked
0
mad
Mad
Banyak Anak Cuci Darah, CISDI: Pemerintah Segera Terapkan Cukai Minuman Berpemanis

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Install App

By installing our application, you can access our content faster and easier.

Login

To enjoy Kabarwarga privileges, log in or create an account now, and it's completely free!

Follow Us