Apokaliptik Teknologi dan Etika Masa Depan Hans Jonas

apokaliptik-teknologi-dan-etika-masa-depan-hans-jonas

Mubadalah.id – “Knowledge is power” begitulah pernyataan Francis Bacon yang menginspirasi lahirnya konsepsi mengenai “Etika Masa Depan” yang Hans Jonas gagas. Pasalnya, kekuatan diktum tersebut mensinyalir kemajuan ilmu pengetahuan termutakhir yang puncaknya adalah kecanggihan teknologi yang kita nikmati kini.

Paling tidak konsekuensi yang teknologi tawarkan adalah memberikan segala bentuk kemudahan pada manusia, yang siap melayani kapan pun manusia butuhkan. Buktinya hampir semua tindak-tanduk kehidupan kita penuh dengan ragam rupa peralatan teknologi yang canggih, males nyuci tinggal menggunakan mesin cuci, males ngulek tinggal blender, bahkan manusia mampu melipat waktu dan jarak dengan kehadiran smartphone dengan segala ke-smart-an-nya, menampilkan akses informasi yang murah dan mudah berserakan di mana-mana.

Kita terninabobokkan dengan kehadiran teknologi, kebergantungan yang teramat sangat, mengakibatkan pola hidup yang juga berubah. Bahkan menurut beberapa penelitian, manusia saat ini menghabiskan sedikitnya 4 hingga lima jam sehari berselancar dengan internet.  Tidak berlebihan bila misal menyebut dunia maya merupakan kehidupan kedua manusia setelah dunia nyata.

Contoh kecil nih ya, Manusia sekarang males mikir karena ada google, males bersosial karena ada TV, yang terkini ada Youtube, Tiktok, atau media lainnya yang serupa. Bahkan terkadang dalam suasana belajar, dosen yang menerangkan serta menuliskannya di papan, mahasiswanya tidak lagi menulis cukup mengeluarkan gawai lalu memotretnya dengan dalih “ngapain capek-capek nulis, sekarang udah canggih bro, tinggal potret toh intinya sama-sama untuk dibaca.”

Kehilangan Eksistensi Kemanusiaan

Jujurly, sosial skill sekarang itu terancam, mungkin canggih secara teknologi tapi kadang gagap dalam interaksi sosial, tidak dapat membedakan mana yang gurau, mana yang serius. Kadang yang serius dibercandain, yang main-main diseriusin, gagap bersosial, hingga lama-lama kehilangan eksistensi kemanusiaannya sebagai mahluk sosial.

Dari suasana apokaliptik teknologi itu, Jonas menyebut teknologi seperti “senjata makan tuan” lantaran ketergantungan manusia, ketidakberdayaannya yang membuat teknologi menguasai mereka. Awalnya mencipta hingga kemudian menjadi hamba.

Bayangkan bila misal kita hidup tanpa teknologi? Bakal bingung seperti apa kita? Dari kebingungan itu justru secara tidak langsung kita telah menjadi hamba karena kebergantungan dari apa yang manusia ciptakan.

Jangankan itu, mati lampu dua jam saja, seolah telah menjadi manusia primitif, bahkan ada yang berangggapan kiamat sudah dekat, mungkin nampak lebay, tapi ini beneran. Kalau kita tidak mampu mengerem, maka kemampuan kemanusiaan kita akan tergerus oleh teknologi, yang akan dan terus memangsa kemampuan kita.

Bila titik berangkat teori kritis Habermas dari kecurigaan, berbeda halnya dengan Jonas,  ada yang menarik dari konsep Jonas. Dia berangkat dari heuristic of fear atau mudahnya kita sebut saja sebagai ketakutan. Secara simplistis, memang terkesan pesimis, namun ketakutan di sini adalah upaya kehati-hatian untuk melahirkan sikap kritis saat berhadapan dengan beragam fenomena alam dan sosial yang terjadi.

Bagi Jonas etika konvensional tidak akan cukup menghadapi problem-problem yang terjadi kini. Harus ada sistem etika yang baru. Baginya etika konvensional hanya berkutat pada hal-hal yang sifatnya sementara, namun tidak berkelanjutan untuk masa depan. Menurutnya etika klasik hanya berada dalam dimensi alamiah manusia, sementara fenomena kemajuan peradaban hanya memposisikan esensi manusia lebih berjarak dengan alam.

Imperatif Kategoris Etika Masa Depan

Secara sederhana imperatif kategoris dapat dipahami sebagai perintah yang mesti manusia lakukan melalui sudut pandang alasan murni semata. Bahkan Immanuel Kant menjadikannya prinsip etis sebagai kriterium dalam konsepsi etika deontologisnya. Jonas juga menyempilkan prinsip imperatif kategoris dalam tubuh gagasan etikanya.

 “Act in such way that effect of your action are compatible with permanency of an authentically human life one the earth”

(Bertindaklah sedemikian rupa sehingga akibat-akibat tindakan mu selaras dengan kelestarian kehidupan manusia yang otentik di bumi)

Paling tidak dari pernyataan Jonas itu mengindikasikan bahwa apapun yang manusia lakukan hari ini, agar tidak sampai merusak tatanan kemungkinan kehidupan di masa depan. Tidak membahayakan kondisi kelangsungan manusia yang tidak terbatas di bumi, atau memilih dari setiap pilihan hidup saat ini sebagai objek kehendak kita dan integritas masa depan umat manusia.

Etika Masa Depan

Makanya teori itu terkenal dengan “etika masa depan”. Sebab orientasinya yang memang untuk jangka panjang, terpenting anak-cucu nanti terjamin hidupnya, lebih baik dari kehidupan generasi sebelumnya. Bukan malah sebaliknya, hanya menerima dampak buruk dari apa yang kita lakukan saat ini.

Ada sebuah prinsip yang Jonas tanamkan sebagai kiat-kiat menyukseskan etika masa depan ini. Prinsipnya adalah “memprioritaskan kemungkinan negatif”. Betapa pun kita tidak dapat memastikan masa depan, akan tetapi gaya hidup manusia modern yang penuh dengan teknologi bukan berarti bebas dari dampak negatif. Sungguh dampak negatif ini menjadi keniscayaan dan pasti, yang tidak pasti hanyalah skala besar maupun kecilnya dari dampak negatif itu.

Memprioritaskan kemungkinan terburuk jauh lebih baik daripada kemungkinan baik. Dengan begitu, akan muncul sikap kehati-hatian dan berupaya terhindar dari ramalan-ramalan negatif untuk meminimalisir kerusakan fatal yang mengkhawatirkan. “Kita dapat hidup tanpa keuntungan tertinggi, tetapi tidak dengan keburukan yang paling brutal”, kira-kira begitu yang Jonas sampaikan.

Diakui atau tidak, kecenderungan manusia memang seperti itu. Simpelnya begini, Kalau kepada hal-hal tidak enaknya saja kita siap, apalagi yang enak-enak. Siapa coba yang tidak menyukai hal-hal yang positif? Semua orang rasa-rasanya akan menyukai itu, tapi tidak semua orang siap dengan negatif. Semua orang akan menyukai kesuksesan, tapi tidak semuanya siap dengan kegagalan. Sehingga kalau saja kita terlatih dengan yang negatif, maka yang positif akan jauh lebih mudah.

Dua Kewajiban yang Saling Berkelindan

Selain itu, ada dua kewajiban yang harus melekat pada etika masa depan ala Jonas, di antaranya;

Pertama, Ketakutan, sebagaimana kita bahas di awal, ketakutan menjadi poin penting dalam konsepsi Jonas. Lalu bagaimana cara kerja dan menumbuhkan ketakutan ini untuk menghadapi masa depan yang belum kita rasakan ini? Bagi  Jonas hendaknya menggunakan “imajinasi”, membayangkan akibat-akibat jangka panjang dari dinamika teknologi kita sekarang.

Soal membayangkan yang negatif, Jonas sering mengajak menerawang menuju kemungkinan-kemungkinan terburuk yang dapat menggerus esensi dan eksistensi kemanusiaan,  juga sering menyentil pada isu-isu lingkungan yang semakin hari kian menurun kualitas ekosistem alamnya yang diakibatkan oleh perkembangan teknologi yang ada. Ketakutan demi ketakutan yang muncul sesungguhnya merupakan cikal-bakal dari eksistensi manusia. Dengan melalui itu, manusia sadar bahaya serius yang mungkin akan muncul dari teknologi.

Kedua, Perasaan. Seseorang akan mengubah cara berkonsumsi yang non-sustainable bila kemungkinan malapetaka mendatang masuk dalam perasaan aktual sehari-hari. Misal keluar semacam ini; Enak tidak ya hidup yang seperti itu? pokoknya saya tidak mau anak-cucu saya merasakan hal-hal yang semacam itu. Apa kabar nasib manusia jika kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) semakin gencar dan mengambil alih pekerjaan manusia? Bagaimana bila misal perang nuklir ini benar-benar terjadi?

Bermula dari ketakutan-ketakutan yang muncul, tapi juga turut merasakan bagaimana bila misal ketakutan-ketakutan yang ada benar-benar terjadi? Sebab menurut Jonas saat kita merasa ngeri dan turut merasa terhadap kemungkinan malapetaka global itu, maka kita dapat membangun motivasi etik untuk bergegas mengambil keputusan dan tindakan-tindakan nyata untuk menanggulanginya.

Setidaknya etika Jonas yang futuristik altruis menjadi jawaban atas krisis eksistensi kemanusiaan sebagai akibat dari kemajuan teknologi yang cenderung didewakan. []

0
joy
Joy
0
cong_
Cong.
0
loved
Loved
0
surprised
Surprised
0
unliked
Unliked
0
mad
Mad
Apokaliptik Teknologi dan Etika Masa Depan Hans Jonas

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Install App

By installing our application, you can access our content faster and easier.

Login

To enjoy Kabarwarga privileges, log in or create an account now, and it's completely free!

Follow Us