Kriminal | Pembunuhan | Polisi
FOMOMEDIA – Gara-gara dianggap merusak citra kepolisian, orang yang memviralkan kasus Afif Maulana bakal diburu. Kuasa hukum keluarga korban masih menuntut keadilan.
Polda Sumatra Barat (Sumbar) tampaknya keukeuh memburu orang yang memviralkan kasus kematian Afif Maulana. Hal ini terlihat ketika Polda Sumbar menanggapi editorial Koran Tempo bertajuk “Kami yang Viralkan Kematian Afif Maulana”.
Editorial tersebut terbit pada 1 Juli 2024 yang bertepatan dengan Hari Bhayangkara. Dalam sikap media itu, Koran Tempo mengkritik Polda Sumbar yang masih mencari pelaku yang mengunggah dan memviralkan kasus Afif.
Hampir dua pekan belakangan ini kasus meninggalnya bocah 13 tahun asal Pasang tersebut menyita perhatian publik. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang menduga bahwa tewasnya Afif lantaran akibat disiksa oleh aparat kepolisian.
Sementara, terkait editorial Koran Tempo tersebut, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Sumbar Komisaris Besar Polisi Dwi Sulistyawan menyebut pernyataan tersebut adalah hak media itu.
“Kan itu hak mereka ya silakan saja,” kata Dwi, dinukil dari Tempo. “Kami akan menampung segala masukan seperti itu. Ya sah sah saja bakal kami tampung.”
Selain itu, Dwi menjelaskan bahwa Polda Sumbar bakal tetap memburu yang memviralkan, tapi nanti. Sekarang, Polda Sumbar masih fokus pada kasus Afif yang belum kelar.
“Kami masih fokus kepada penyelidikan kasus AM. Itu nanti, ketika kasus yang utama ini kami selesaikan. Terkait kasus viral ini Kami sudah mengumpulkan bukti-bukti yang ada. Namun kami tetap memprioritaskan kasus ini dulu supaya bisa diselesaikan,” ujar Dwi.
Sebelumnya, Polda Sumbar sudah menekankan bahwa mereka bakal memburu pelaku yang memviralkan kasus itu. Hal ini seperti disampaikan oleh Kapolda Sumbar Irjen Pol Suharyono pada Konferensi Pers di Polresta Padang pada Minggu 23 Juni 2024.
“Kami akan buru pelaku yang mengviralkan,” kata Suharyono.
Menurut Suharyono, tindakan menyebarkan tersebut masuk trial by the press. Bahkan, tindakan penyebaran tersebut menurutnya bisa dijerat dengan Undang-Undang ITE.
Polda Lakukan Obstuction of Justice
Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Dimas Bagus Arya Saputra menilai bahwa Polda Sumbar telah melakukan obstruction of justice atau tindakan dalam menghalang-halangi pengungkapan kebenaran dan keadilan dalam kasus Afif Maulana.
BACA JUGA:
Menurut Dimas, ada yang salah dari institusi penegak hukum itu. Pasalnya, berdasarkan pengakuan pihak kuasa hukum keluarga korban, Indira Suryani dari LBH Padang, pernyataan Suharyono inkonsisten.
“Ini merupakan salah satu hal yang sangat fatal karena dalam konteks penegakan hukum, tindakan obstruction of justice ini merupakan salah satu langkah awal terjadinya situasi pelanggaran hak asasi manusia,” kata Dimas, dikutip dari Tempo.
Dimas menyebut ada upaya yang dilakukan Kapolda dan jajaran kepolisian Sumbar untuk menghalangi proses-proses investigasi serta pendalaman kasus itu. Bahkan, pihak keluarga pun mendapatkan intimidasi.
Beberapa kejanggalan lainnya juga diungkapkan koordinator KontraS itu. Salah satunya yakni ketika kepolisian menghalangi pihak keluarga untuk mengetahui bagaimana situasi jenazah saat autopsi menyeluruh.
“Itu pola baku bahwa kepolisian sengaja untuk menghadirkan kultur impunitas atau ketiadaan hukuman yang setara,” ujar Dimas.
Kuasa Hukum Afif Tak Gentar
Kuasa hukum Afif Maulana saat ini masih terus berupaya mencari keadilan. Indira Suryani yang menjadi kuasa hukum keluarga korban dari LBH Padang, menyebut bahwa dari hasil pemeriksaan mereka terdapat dua saksi mata, yakni A dan F. Dua saksi tersebut melihat dan mendengar saat kejadian sebelum kematian Afif.
A yang sempat memberikan keterangan di kantor LBH Padang, mengatakan bahwa Afif tidak melompat dari jembatan di dekat Polsek Kuranji. Bahkan, saksi juga melihat Afif dikerubungi polisi di sekitar jembatan sebelum meninggal.
”Saksi juga mengaku melihat Afif dikerubungi polisi di sekitar jembatan sebelum meninggal,” kata Indira, dikutip dari Kompas.
Sayangnya, keterangan dari A belum bisa digali lebih dalam lantaran ia mengalami trauma hebat dan emosinya terganggu. LBH Padang pun ingin membawa ke psikolog.
Namun, tak lama kemudian justri saksi kunci itu diamankan oleh polisi. Sejak saat itu, LBH Padang kesulitan untuk menghubungi saksi tersebut.
Penulis: Sunardi
Editor: Safar
Ilustrator: Vito