Hari-hari ini, kita disuguhkan dengan berbagai pemberitaan darurat demokrasi. Kita bisa saksikan kongkalikong elit politik melanggengkan politik dinasti, penyalahgunaan kekuasaan, praktik ketidakadilan dan korupsi.
Hal itu misalnya tampak pada momen menjelang Pilkada 2024. Ada upaya pelanggengan dinasti politik yang menguntungkan segelintir orang. Mereka tidak mengindahkan kepentingan masyarakat terlebih perempuan dan kelompok marjinal. Selain mencederai demokrasi, itu juga merusak nilai-nilai kemanusiaan dan gotong royong.
Berangkat dari keresahan ini, AMAN Indonesia (The Asian Muslim Action Network) menginisiasikan “Doa Bersama Lintas Iman Selamatkan Demokrasi Indonesia”. Para perempuan dari 21 organisasi masyarakat sipil Indonesia hadir dalam kegiatan itu.
Ruby Kholifah, Direktur AMAN Indonesia mengharapkan, demokrasi Indonesia bisa lebih baik ke depan. Indonesia pun dapat menjadi lebih inklusif dan setara untuk seluruh lapisan masyarakat.
“Menghentikan segala upaya yang mengkhianati kedaulatan rakyat, khususnya perempuan dan kelompok-kelompok marginal. Semoga dengan doa bersama ini, demokrasi Indonesia menjadi pulih dan lebih kokoh menjadi rumah bagi semua orang tanpa terkecuali,” ujar Ruby dalam doa bersama yang dihadiri secara daring Konde.co, Senin (26/8).
Baca Juga: Air untuk Siapa? Catatan dari World Water Forum 2024 dan Pembubaran People’s Water Forum
Alissa Wahid, koordinator nasional GUSDURian, menyoroti tentang hal yang pernah dituliskan oleh Gus Dur “Bahwa Indonesia berbeda dengan kebanyakan negara. Sebagian besar negara menetapkan tujuan kemerdekaan mereka adalah kebebasan atau kedaulatan dan kemakmuran. Mereka mengejar kemerdekaan, tetapi Indonesia berbeda.”
Indonesia sebagai suatu negara, telah menetapkan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 membawa rakyat Indonesia menuju pintu kemerdekaan Indonesia yang adil, makmur, dan sentosa. Kata “adil” bahkan disebut sebanyak dua kali dalam Pancasila sebagai dasar negara. Sila kedua mengenai negara dan manusia Indonesia yang menjunjung kemanusiaan yang adil dan beradab juga sila kelima tentang sistem sosial yang dipilih, yaitu sistem sosial yang adil untuk segenap bangsa Indonesia.
Menurut Alissa Wahid, Indonesia kian hari semakin menjauh dari prinsip-prinsip dasar negara dan cita-cita semenjak reformasi membuka ruang. Seluruh elemen masyarakat harus berkontribusi demi terciptanya kehidupan bersama sebagai bangsa dan negara yang merdeka dari rezim yang opresif, sentralistik, dan menetapkan semua kepentingannya sendiri.
Rakyat semakin terbungkam, tetapi di sisi lain negara dan partai politik semakin menguat dengan bantuan penguasa. Suara masyarakat sipil semakin melemah dan masyarakat umum dibuai dengan populisme yang memberi kesejahteraan semu.
“Rakyat dicekoki dengan bantuan demi bantuan. Rakyat diberi ikan, tetapi tidak diberi pancing,” kata Alissa Wahid.
Baca Juga: Konferensi Feminis KCIF 2024: Tak Ada Demokrasi Tanpa Keadilan Gender
Beliau juga menyampaikan bahwa kehidupan kita saat ini hanya dipenuhi oleh kegiatan untuk mempertahankan kekuasaan dan bukan untuk mencapai kepemimpinan yang diharapkan.
Peran perempuan pun berkontribusi besar dalam membaiknya kondisi negara. Perempuan diberkahi dengan naluri untuk menyatukan, menghubungkan, dan membangun persaudaraan. Para perempuan dibekali dengan ciri-ciri yang melekat pada kekuatan.
Alissa Wahid menyampaikan, “Naluri harus diberikan kepada masyarakat, bukan hanya diri kita sendiri atau hanya dalam fungsi domestik, tetapi fungsi kita sebagai ibu masyarakat, ibu komunitas, dan ibu bangsa. Marilah kita jadikan naluri ini modal dan semangat perjuangan untuk mengayomi anak-anak bangsa.”
Ulama Perempuan, Musdah Mulia menyampaikan bahwa penyumbang terbesar kemunduran bangsa ini banyak dipengaruhi oleh aktor-aktor politik formal yang tidak memiliki etika politik.
Etika politik dapat ditumbuhkan dari adanya perbincangan mengenai pendidikan politik yang selama ini tidak dibangun secara serius di Indonesia.
“Kita dapat melihat indikasi kekuatan moral yang harus dimiliki oleh para pelaku politik dan penyelenggara negara dari sejauh mana para pelaku politik dapat memaknai dan melaksanakan etika politik itu dalam praktik demokrasi,” imbuh Musdah.
Rakyat pun menjadi elemen perubahan yang paling memiliki kekuatan dalam hal ini. Oleh karena itu, jika rakyat tidak bersuara dan menyampaikan aspirasinya, maka bisa jadi seluruh proses penipuan dan pembangkangan konstitusi mungkin masih akan tetap dijalankan hingga detik ini.
Baca Juga: Hari Perempuan Internasional, Perjuangkan Investasi Gender dan Jaga Demokrasi Perempuan
“Semua kelompok rakyat Indonesia tidak boleh ada yang tertinggal, termasuk kelompok rentan dan kelompok marginal. Semangat persaudaraan atau persaudarian kita justru harus tetap kita kuatkan. Mereka boleh terus membohongi rakyat, tetapi rakyat juga tidak boleh kalah,” seru Mike Verawati, perwakilan dari Koalisi Perempuan Indonesia.
Mike menyebutkan bahwa perempuan ialah sendi-sendi kuat yang juga harus semakin terkonsolidasi dan tidak bisa terpecah-belah, apa lagi terfragmentasi hanya karena politik transaksional.
Rangkaian acara selanjutnya adalah pembacaan puisi yang berjudul “Doa Kegundahan” oleh Nyai Masriyah Amva. Orasi kebangsaan juga disampaikan oleh berbagai perwakilan komunitas, NGO, dan kelompok agama di Indonesia.
Sebagai bukti kuatnya inklusivitas dan keberagaman yang hadir di tengah masyarakat Indonesia, agenda yang dilaksanakan oleh AMAN Indonesia ini pun dilanjutkan dengan doa bersama yang dipimpin oleh tokoh-tokoh dari berbagai agama dan keyakinan yang ada di Indonesia, seperti Kristen Protestan, Buddha, Sedulur Sikep, Perempuan Khonghucu Indonesia, Katolik, Badan Dharma Nasional, dan Sunda Wiwitan.