Cocoghen: Tradisi Muslim Madura di Pontianak dalam Menyambut Bulan Maulid

cocoghen:-tradisi-muslim-madura-di-pontianak-dalam-menyambut-bulan-maulid

2 min read

Tanpa terasa bulan Safar telah sampai di penghujung bulan. Dengan begitu, maka kita akan memasuki bulan Rabiul Awal atau yang lebih familiar dengan sebutan bulan Maulid (selanjutnya akan menggunakan maulid). Pada bulan safar masyarakat muslim madura mempunyai tradisi membuat tajin merah putih yang nantinya akan dibagikan ke kerabat dan tetangga terdekat, selengkapnya baca di sini https://arrahim.id/niam/tajin-mera-pote-tradisi-kuliner-muslim-madura-di-pontianak-pada-bulan-safar/ Dalam memasuki bulan Maulid ini masyarakat muslim madura di Pontianak secara serempak mengadakan kegiatan yang bernama cocoghen yang diadakan di malam pertama pada bulan Maulid.

Sekilas tentang cocoghen

Memasuki bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW kita akan menemukan berbagai macam tradisi yang berbeda-beda di setiap daerah. Di daerah Yogyakarta dan Surakarta misalnya, di sana terdapat tradisi yang bernama Sekaten dan Grebeg Maulid, kemudian Baayun Maulid yang terdapat di daerah Banjar. Selian itu, di daerah Pontianak sendiri tradisi memperingati kelahiran nabi ini dikenal dengan istilah cocoghen. Tetapi tradisi ini biasanya hanya dilakukan oleh masyarakat muslim Madura saja.

Tradisi yang diadakan setiap malam satu Rabiul Awal ini telah menjadi tradisi yang dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat Madura khususnya di Pontianak. Jika dilihat secara seksama, maka tradisi ini tidak hanya ada di Pontianak, di pulau Madura sendiri pun turut mengadakan tradisi ini jika sudah memasuki bulan Maulid. Hal ini menandakan bahwa orang Madura telah berhasil menjaga dan mempertahankan tradisi cocoghen dimanapun mereka bertempat tinggal.

Dalam pelaksanaannya, tradisi ini membaca kitab barzanji, mahallul qiyam (membaca shalawat sambil berdiri), kemudian  diakhiri dengan doa. Tradisi ini biasanya diadakan di masjid dan langgar (baca: Musholla).  Dalam tradisi ini antusias masyarakat sangat telihat. Bukan hanya dengan mengikuti rangkaian acaranya saja, melainkan masyarakat juga turut membawa makanan dari rumah masing-masing.

Makanan yang dibawa pun beragam. Ada yang membawa nasi dengan dibungkus daun pisang, kemudian membawa lauk pauk berupa ayam, ikan dan lain-lain. Adapula yang membawa ketupat dan yang tidak kalah menarik adalah sudah dipastikan mereka membawa buah-buahan. Semua jenis makanan dibawa dengan nampan yang kemudian di simpan di musholla, untuk di makan bersama setelah acara berakhir.

Di sisi lain yang sangat menarik adalah buah-buahan disusun secara rapi yang kemudian buah tersebut ditusuk menggunakan lidi yang mana di ujung lidi terdapat uang dengan nominal yang berbeda-beda. Mulai dari yang paling kecil, seribu rupiah sampai seratus ribu rupiah. Asumsi penulis, kemungkinan nama cocoghen diambil dari uang yang ditusukkan ke beberapa buah-buahan tersebut. karena secara bahasa cocoghen mempunyai arti tusuk, menusuk atau ditusuk.

Menyambut Kelahiran Nabi

Cocoghen sendiri merupakan manifestasi dari rasa syukur serta kebahagiaan masyarakat muslim Madura dalam menyambut kelahiran Nabi Muhammad SAW. Di sisi lain, tradisi ini juga memiliki nilai sosial di mana dapat menjadi ajang memperat tali silaturahmi antar warga sekitar. Selain itu, cocoghen juga memiliki nilai edukasi karena memperkenalkan tradisi ini kepada generasi muda agar tidak melupakan tradisi keislaman yang telah mengakar kuat di masyarakat.

Perlu diketahui bahwa Cocohgen merupakan acara pembuka pada bulan Maulid. Itu artinya akan ada acara-acara perayaan kelahiran Nabi yang akan dilakukan selama satu bulan ini. Pada malam dua belas Rabiul Awal misalnya, masyarakat kembali berkumpul di langgar dan musholla untuk membaca barzanji secara bersama-sama. Pada malam muludan ini secara penyajian makanan tidak jauh berbeda dengan cocoghen. Selain itu, selama satu bulan pula masyarakat akan mengadakan pembacaan barzanji secara bergantian di rumah mereka masing-masing yang dihadiri oleh warga sekitar.

Selain sebagai rasa syukur, tradisi ini juga merupakan ungkapan rasa gembira serta sebagai salah satu wujud kecintaan kepada Nabi Muhammad. Sebagaimana menurut Prof. Mohammad Kosim dalam Iainmadura.ac.id kalau cinta sudah merasuk ke kalbu tidak butuh hujjah untuk mencintai, yang dibutuhkan justru ingin segara bertemu dengan yang dicinta. Hal ini senada dengan diwan imam al-Haddad yang sering dibaca ketika Maulid Nabi:

Falā tusqimūnī bi-thūlīl jafā, wahanū bi-washalin walau fil-manām

(Jangan biarkan aku dalam derita rindu berkepanjangan, kabulkanlah permohonanku untuk bertemu walau dalam mimpi).

Apapun tradisinya dan bagaimanapun pelaksanaannya yang terpenting adalah esensi dari tradisi tersebut yaitu ungkapan rindu, cinta dan kasih sayang kepada Nabi Muhammad SAW. Begitupun dengan cocoghen. Tradisi ini bisa menjadi wasilah kepada baginda Nabi Muhammad SAW agar kelak kita sebagai umatnya dapat mendapatkan syafaat dari beliau di hari kiamat kelak. Wallahua’lam

0
joy
Joy
0
cong_
Cong.
0
loved
Loved
0
surprised
Surprised
0
unliked
Unliked
0
mad
Mad
Cocoghen: Tradisi Muslim Madura di Pontianak dalam Menyambut Bulan Maulid

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Install App

By installing our application, you can access our content faster and easier.

Login

To enjoy Kabarwarga privileges, log in or create an account now, and it's completely free!

Follow Us