5 Rekomendasi Film Biar Kamu Makin Paham Soal Child Grooming

5-rekomendasi-film-biar-kamu-makin-paham-soal-child-grooming

Ramainya konten media sosial di Gorontalo itu berawal ketika Guru, DV (57) yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka setelah laporan video child grooming nya bersama seorang murid viral di media sosial.

Dalam video tersebut memperlihatkan DV sedang berhubungan seksual dengan salah satu siswi SMA di Gorontalo.

Dari keterangan polisi didapatkan data, modus perbuatan DV yaitu, ia sering kali memberikan bantuan dan perhatian lebih kepada korban, dalam hal ini kegiatan pembelajaran korban di sekolah hingga membuat korban pun merasa nyaman. Motif tersangka tersebut adalah menjalin hubungan asmara dengan korban.

“Dia (siswi) pro banget di video”

“Mau sama mau itu”

“Tampak menikmati gitu, gak kayak terpaksa”

Sebagian komentar warganet malah memojokkan siswi korban. Komentar ini tersebar di media sosial. Ternyata masih banyak narasi publik yang tidak bisa melihat adanya child grooming dalam video yang sepintas tampak seperti “aktivitas” seksual. Padahal, sebetulnya itu adalah kekerasan seksual.

Video itu direkam oleh salah seorang siswi, teman korban beda sekolah, yang awalnya ditujukan sebagai bukti untuk istri pelaku (guru). Hingga kemudian tersebar luas di medsos yang hingga kini masih diselidiki pelaku penyebaran video yang banyak menampilkan identitas anak korban child grooming itu.  Makin parahnya lagi, media turut mengambil momentum itu untuk menampilkan ilustrasi dan narasi pemberitaan yang sensasional. 

Disebut kekerasan seksual karena hubungan seksual itu terjadi terhadap anak di bawah umur yang belum bisa memberikan persetujuan seksual. Ada yang spesifik mengarahkannya sebagai statutory rape sebagai istilah kriminal bagi orang dewasa yang berhubungan seksual walau “tanpa paksaan” dengan anak di bawah age of consent. Istilah rape digunakan karena anak dianggap belum punya kapasitas untuk menentukan keputusan seksualnya. 

Korban child grooming, yang adalah anak di bawah umur mengalami manipulasi pikiran lewat hubungan romantis untuk tujuan eksploitasi dan pelecehan seksual. Baik secara langsung maupun media sosial (Kalis Mardiasih dalam Luka-Luka Linimasa, 2024). 

Sebagaimana itu terjadi pada siswi dan guru di Gorontalo. Siswi yang adalah anak yatim piatu. Ia diberikan afeksi dan manipulasi oleh guru dalam hubungan romantis. Dikatakan, korban sempat menolak dengan terang, tapi bujuk rayu pelaku grooming itu kembali menarik korbannya untuk seolah-olah tidak terpaksa kembali berhubungan.

Meski begitu, narasi yang berkembang soal kasus siswi dan guru di Gorontalo itu justru tidak sensitif terhadap hak perlindungan anak. Di satu sisi, juga menjadikan anak, yang adalah korban kekerasan seksual, kembali menjadi korban (reviktimisasi).

Baca Juga: Di Balik Popularitas Game Online, Predator Seksual Mengancam Anak-Anak

Dampak dari itu, korban bukan hanya mengalami trauma dari child grooming yang terjadi secara langsung. Tapi juga menjadi korban kekerasan berbasis gender online (KBGO) akibat tersebarnya video yang menjadikannya jadi objek seksual publik/media. 

Nah, supaya kamu makin tergambar soal child grooming, berikut adalah film-film rekomendasi Konde.co ini yang bisa membantumu untuk memahami apa itu child grooming

  1. The Tale (2018)

Tipu daya yang membuat korban child grooming tidak sadar atas kekerasan seksual yang dialaminya digambarkan dalam film The Tale (2018). Film ini menceritakan tentang seorang perempuan paruh baya (Jennifer Fox) menelusuri kembali perjalanan hidupnya sebagai korban child grooming. 

Dalam film ini,  sosok Jennifer Fox digambarkan sebagai dua rupa yang berbeda. Yaitu, saat usianya dewasa saat ini (dalam film) dan masa kecil Jennifer di latar 1970-an. Keduanya memiliki perbedaan sudut pandang khususnya dalam melihat kekerasan seksual (child grooming) masa kecil yang dialaminya. 

Jenny, panggilannya saat usia 13 tahun pernah menjalin relasi romantis dengan Bill, pelatih lari sekaligus pacar pertamanya yang berusia sekitar 40 tahun. Jenny saat itu adalah remaja belia, yang bahkan belum menstruasi, mendapatkan tipu daya dan manipulasi. Hingga akhirnya Bill bisa terus melakukan eksploitasi seksual.  

Baca Juga: Maraknya KBGO dari AI: Pentingnya Semangat 16 HAKTP Terus Digerakkan

Jenny kecil banyak digambarkan ragu-ragu, seperti halnya usia anak yang belum matang untuk memutuskan persetujuan seksual. Banyak jawaban “iya” terhadap permintaan Bill yang lahir dari keraguannya. Meski sebetulnya, tubuhnya memberikan sinyal penolakan. Itu terjadi seperti pada saat setelah melakukan hubungan seksual dengan Bill, Jenny selalu merasa mual dan muntah.  

Penggambaran Jenny kecil dalam film ini, menunjukkan kompleksitas korban child grooming yang juga korban kekerasan seksual dari pedofilia. Para korban secara perlahan-lahan diperdaya dengan “cara halus’ dan seolah “tanpa paksaan” untuk mengikuti hasrat seksual pelaku.  

Puluhan tahun setelahnya, Jennifer tumbuh dengan proses yang rumit dan sulit dalam upaya pulih sebagai korban child grooming. Film dokumenter ‘The Tale’ yang disutradarainya sendiri ini, jadi saksi perjalanan itu. 

  1. Trust (2010)

Child grooming juga bisa terjadi secara daring di media sosial. Film Trust (2010) menceritakan seorang remaja perempuan (Annie) yang jadi korban grooming online oleh pelaku yang pura-pura menjadi teman sebayanya. 

Di ulang tahun ke-14, Annie oleh orang tuanya dihadiahi sebuah laptop. Dia semakin rajin melakukan percakapan daring dengan teman-temannya. Salah satunya, teman misteriusnya yang mengaku sebagai Charlie. Relasi mereka pun semakin dekat.

Sekian lama chatting-an, Charlie mengajak ketemuan di sebuah pusat perbelanjaan. 

Baca Juga: Aturan Turunan UU TPKS Tak Kunjung Ditetapkan, Ini Sederet Hambatannya

Beda dengan bayangan Annie tentang sosok Charlie yang Ia kenal di medsos. Charlie yang Ia temui pada saat itu, ternyata adalah laki-laki puluhan tahun lebih tua darinya. Annie sempat tak menyangka, wajahnya tampak tercengang ketika pertama tau sosok Charlie yang sesungguhnya. 

Namun dengan segala manipulasi dan rayuan, Charlie bisa mengontrol Annie. Termasuk melakukan kekerasan seksual hingga berdampak pada terpuruknya mental Annie. Keluarga Annie pun terdampak karena kemudian terbongkar lah bahwa Charlie termasuk predator kekerasan terhadap anak (pedofil).  

Film yang diceritakan secara pelan dalam durasi panjang (100 menit) ini, menjadi gambaran bagaimana kehidupan Annie sebagai korban child grooming berjalan begitu lambat. Terasa kelam dan berat. 

  1. Girl in the Basement (2021)

Pelaku child grooming itu bahkan bisa berasal dari orang terdekat anak. Seperti, ayah kepada anak perempuannya. Ini digambarkan pada film ‘Girl in the Basement’ (2024) yang diambil dari kisah nyata Elisabeth Fritzl yang diperankan oleh Stefanie Scott, Judd Nelson dan Joely Fisher. 

Ini bermula dari Sara (Stefanie Scott), seorang remaja perempuan, yang ingin mengejar keinginannya bebas dari sikap otoriter ayahnya, Don (Judd Nelson). Sara tidak suka dilarang-larang ketika ingin bergaul dan keluar bersama temannya. 

Suatu malam, dia berniat kabur dari rumah untuk ke rumah pacarnya. Tapi, rencana itu diketahui ayahnya, dan Sara dikurung di basement mereka. 

Baca Juga: Platform Sosmed Mesti Ikut Tanggung Jawab Cegah Penyebaran Konten Intim Non-Konsensual

Don, ayah Sara kemudian membuat manipulasi agar Sara berada dalam kontrolnya di basement. Dia juga memaksa Sara untuk membuat surat kepada ibunya, yang menyatakan dia akan meninggalkan rumahnya dan tidak ada yang perlu mencari. 

Selama 24 tahun, Don menyiksa dan mengeksploitasi seksual Sara di basement itu. Kekerasan seksual yang dilakukan pada Sara itu, bahkan menyebabkan Sara hamil dan melahirkan 7 orang anak. 

Sulitnya korban child grooming lepas dari pelaku, bahkan sampai bertahun-tahun lamanya, bisa jadi terjadi karena adanya kekerasan multidimensi yang terjadi. Mulai dari fisik dan seksual hingga psikis yang butuh waktu dalam pemulihannya. 

  1. Abducted in Plain Sight (2017)

Predator child grooming bisa melakukan manipulasi yang ‘mencuci otak’ korban bahkan keluarganya. Ini seperti yang ada dalam film Abducted in Plain Sight (2017). 

Dokumenter ini mengisahkan seorang pedofil bernama Robert Berchtold, yang jatuh cinta pada anak perempuan tetangganya, Jan (12). Berchtold melakukan berbagai upaya untuk mendekati keluarganya, menghasut mereka dengan tujuan memecah belah, hingga akhirnya bisa menembus pertahanan penjagaan terhadap Jan. Semua itu Ia lakukan tanpa kekerasan fisik yang kentara, tapi manipulasi yang sangat halus. 

Baca Juga: 4 Hal Sensasional di Persidangan AG: Dalam Kasus Penganiayaan D

Seperti halnya kepada orang tuanya, Berchtold lantas melancarkan aksinya untuk pelan-pelan “mencuci otak” Jan. Modusnya Jan diajak jalan-jalan beberapa hari (diculik). 

Dia yang masih usia anak, diperdengarkan suara alien buatan Berchtold, bahwa Jan adalah manusia setengah alien. Untuk menyelamatkan keluarganya, Jan harus mengikuti misi-misi tertentu. Hingga Berchtold melakukan kekerasan seksual meski tanpa penetrasi, agar ketika divisum tidak ada jejak.  

  1. Lolita (1997)

Modus manipulasi pelaku child grooming bisa jadi begitu terencana. Ini tampak pada film Lolita (1997), dimana pelaku grooming sampai menikahi ibu si anak perempuan, agar bisa menyasar targetnya. Lolita menggambarkan tentang obsesi seksual ayah tiri kepada anak perempuannya. 

Bermula dari seorang profesor pengajar sastra Inggris, Humbert, yang pindah ke Amerika. Dia menyewa sebuah hunian yang dimiliki oleh ibu single parent bernama Charlotte. 

Dari tempat itu, dia bertemu dengan Dolores, anak Charlotte, yang dipanggil Lolita. Humbert pun jatuh cinta dengan Lolita. Namun karena perbedaan usia yang cukup jauh, membuat Humbert menyimpan obsesi itu. 

Keinginan untuk bersama Lolita semakin menggebu. Dia pun akhirnya menggunakan berbagai cara untuk mendekati ibunya, hingga menjadikannya istri. Selang beberapa lama, buku harian Humbert tak sengaja dibaca Charlotte yang berisikan obsesi secara romansa dengan anaknya. 

Charlotte yang syok, hendak kabur dan menenangkan diri. Tapi di perjalanan, dia mengalami kecelakaan.

Kematian Charlotte itu yang menjadi ‘pintu gerbang’ Humbert untuk mempunyai kebebasan menghabiskan waktu bersama Lolita. Dia membangun manipulasi dan bujuk rayu agar cintanya itu dilihat sebagai kasih sayang ayah tiri ke anak. 

Selain film-film di atas, kamu ada rekomendasi lainnya soal child grooming? Bagikan informasi ini orang-orang terdekatmu, ya.

(sumber foto: HBO)

0
joy
Joy
0
cong_
Cong.
0
loved
Loved
0
surprised
Surprised
0
unliked
Unliked
0
mad
Mad
5 Rekomendasi Film Biar Kamu Makin Paham Soal Child Grooming

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Install App

By installing our application, you can access our content faster and easier.

Login

To enjoy Kabarwarga privileges, log in or create an account now, and it's completely free!

Follow Us