Konten Intimnya Disebar Tanpa Persetujuan, Apakah Korban Bisa Dipidana?

konten-intimnya-disebar-tanpa-persetujuan,-apakah-korban-bisa-dipidana?

Konde.co dan Koran Tempo punya rubrik ‘Klinik Hukum Perempuan’ yang tayang setiap Kamis secara dwimingguan. Bekerja sama dengan LBH APIK Jakarta, Kolektif Advokat untuk Keadilan Gender, Perempuan Mahardhika, dan JALA PRT. Di klinik ini akan ada tanya jawab persoalan hukum perempuan.

Tanya:

Halo kakak Klinik Hukum Perempuan, sekarang sedang ramai pemberitaan di banyak media online mengenai tersebarnya video yang bermuatan konten intim di media sosial. Salah satu pemeran perempuannya mirip dengan wajah salah satu artis ternama. Yang ingin saya ketahui, apakah secara hukum, pemeran perempuan dalam video tersebut dapat dipidana, padahal dia bukanlah penyebar video tersebut? Mohon penjelasannya karena kasus seorang perempuan di proses hukum atas video intim yang disebarkan pihak lain ke media sosial tanpa seizin atau sepengetahuannya banyak terjadi. (Ratih- Depok).

Jawab:

Halo Ratih, terima kasih sudah menghubungi Klinik Hukum Perempuan. Dan mengajukan pertanyaan soal apakah korban penyebaran konten intim tanpa persetujuan bisa kena pasal pidana?

Sebelum menjawab pertanyaan Anda, perlu kami jelaskan terlebih dahulu bahwa aturan hukum mengenaipornografi di Indonesia, diatur dalam beberapa undang-undang, diantaranya:

  1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
  2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Sebagaimana diubah oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE. 
  3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi (UU Pornografi).

Dalam hal perbuatan menyebarkan pornografi di media sosial, UU Pornografi merupakan lex specialis (hukum yang khusus) dari UU ITE dan KUHP. Baik UU Pornografi, UU ITE dan perubahannya serta KUHP dapat berlaku untuk menindak pelaku penyebar video pornografi melalui media sosial.

Baca juga: Kasus KBGO: di Medsos, Ibu Diminta Pelaku Cabuli Anaknya, Pelaku Harus Dihukum

Selanjutnya, mengenai pengertian pornografi, di dalam KUHP tidak dikenal istilah/kejahatan pornografi. Namun, ada pasal KUHP yang bisa dikenakan kepada pelaku penyebar video pornografi. Yaitu pada Pasal 282 KUHP mengenai kejahatan terhadap kesusilaan yang berbunyi sebagai berikut:

Barangsiapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan, gambaran atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan, atau barangsiapa dengan maksud untuk disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, membikin tulisan, gambaran atau benda tersebut, memasukkannya ke dalam negeri, meneruskannya, mengeluarkannya dari negeri, atau memiliki persediaan, ataupun barangsiapa secara terang-terangan atau dengan mengedarkan surat tanpa diminta, menawarkannya atau menunjukkannya sebagai bisa diperoleh, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah.

Dalam UU ITE juga dikenal istilah pornografi, tetapi diistilahkan dengan “muatan yang melanggar kesusilaan”. Tindakan tersebut diatur dalam Pasal 27 ayat (1) UU ITE, yang berbunyi:

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.

Sedangkan dalam UU Pornografi, pada Pasal 1 angka 1 dijelaskan mengenai pengertian atau yang dimaksud dengan pornografi. Yaitu gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. Oleh karena itu, definisi tersebut dapat diterapkan dalam diskusi ini. 

Baca juga: Mau Spill Pelaku Kekerasan Seksual di Media Sosial? Perhatikan “Rambu-Rambu” Berikut!

Pelarangan atas penyebarluasan muatan pornografi, termasuk melalui di internet atau media sosial, diatur dalam Pasal 4 ayat (1) UU Pornografi, yaitu:

Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat:

  1. persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang;
  2. kekerasan seksual;
  3. masturbasi atau onani;
  4. ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan;
  5. alat kelamin; atau
  6. pornografi anak.

Pelanggaran terhadap Pasal 4 ayat (1) UU Pornografi ini dapat diancam pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 29 UU Pornografi yaitu:

Setiap orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 250 juta dan paling banyak Rp 6 miliar.

Selanjutnya, apakah orang (dalam hal ini perempuan) yang berada dalam video yang tersebar tanpa sepengetahuan atau seizinnya dapat di proses secara hukum?

Dalam konteks keberlakukan UU Pornografi, orang yang berada dalam video, yang tidak menghendaki penyebaran video tidak dapat dipidana. Tidak menghendaki artinya termasuk orang yang tidak mengetahui atau tidak memberikan izin kepada pihak atau pelaku penyebar video tersebut.

Baca juga: Dikriminalisasi Karena Posting Chat Perselingkuhan Suami Di Medsos, Apa Yang Harus Dilakukan?

Terdapat batasan penting dalam UU Pornografi, bahwa pihak-pihak yang melakukan perbuatan “membuat” pornografi tidak dapat dipidana apabila dilakukan untuk tujuan diri sendiri dan kepentingan sendiri. Hal ini dimuat dalam:

  • Pasal 4 UU Pornografi yang menyebutkan bahwa perbuatan membuat pornografi tidak bisa dipidana apabila dilakukan untuk kepentingan diri sendiri atau kepentingan pribadi.
  • Pasal 6 UU Pornografi juga menyebutkan Larangan “memiliki atau menyimpan” tidak termasuk untuk dirinya sendiri dan kepentingan sendiri.
  • Dalam risalah pembahasan UU Pornografi juga dijelaskan bahwa yang didefinisikan sebagai perbuatan pidana adalah pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi di ruang publik. Ada aspek mendasar yaitu harus ditujukan untuk ruang publik.

Sedangkan dalam Pasal 27 ayat (1) UU ITE tentang mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan, tujuannya adalah untuk mecegah penyebaran konten melanggar kesusilaan di ranah publik seperti media sosial.

Pasal 27 ayat (1) UU ITE ini merujuk pada ketentuan dalam Pasal 282 ayat (2) KUHP tentang menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan, gambaran atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan, serta merujuk pula pada ketentuan UU Pornografi. Karena itu dapat disimpulkan bahwa batasan untuk dapat dijerat dengan UU ITE dan KUHP harus benar-benar ditujukan kepada publik. Harus juga telah diketahui oleh pelaku sebagai konten melanggar kesusilaan.

Namun kenapa faktanya orang yang berada dalam video yang tersebar tersebut (walau disebarkan tanpa konsensual) sering di proses secara hukum? Misalnya dalam beberapa kasus artis perempuan yang diberitakan di banyak media online belakangan ini.

Baca juga: Kurir Sebar Foto Pelanggan Tanpa Consent Untuk Objek Pelecehan, Gimana Melaporkannya?

Dalam kasus-kasus tersebut, Kepolisian biasanya mengonstruksikan kasusnya sebagai “kelalaian” dari orang yang berada dalam video. Kelalaian itu menyebabkan pihak lain dapat mengakses dan menyebarkan video tersebut.

Namun, dalam pandangan kami, dengan mengacu pada ketentuan peraturan perundangan-undangan sebagaimana telah diuraikan di atas, maka orang yang berada di dalam video bermuatan konten pornografi, sepanjang video tersebut dibuat untuk kepentingan dirinya pribadi, dan ia tidak menghendaki video yang dibuatnya tersebut disebarkan oleh pihak lain, maka ia tidak dapat dipidana.

Berkaitan dengan masalah ini, Mahkamah Konstitusi melalui putusannya pada 26 April 2011 juga menegaskan bahwa memiliki dan menyimpan produk pornografi untuk diri sendiri dan kepentingan sendiri tidak dilarang.

Dengan demikian, dalam kasus yang Ratih tanyakan, artis perempuan tersebut tidak dapat diproses secara hukum atau tidak dapat dipidana. Pasalnya artis tersebut justru adalah korban dari penyebaran video pribadi tanpa konsensual. Demikian penjelasan kami, semoga bermanfaat.

Jika kamu mau berkonsultasi hukum perempuan secara pro bono, kamu bisa menghubungi Tim LBH APIK Jakarta. Kamu bisa mengirimkan email Infojkt@lbhapik.org atau Hotline (WA Only) pada kontak +62 813-8882-2669.

0
joy
Joy
0
cong_
Cong.
0
loved
Loved
0
surprised
Surprised
0
unliked
Unliked
0
mad
Mad
Konten Intimnya Disebar Tanpa Persetujuan, Apakah Korban Bisa Dipidana?

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Install App

By installing our application, you can access our content faster and easier.

Login

To enjoy Kabarwarga privileges, log in or create an account now, and it's completely free!

Follow Us