Hari ini, rakyat Indonesia menyambangi tempat pemungutan suara di daerahnya masing-masing untuk memilih presiden baru. Ada tiga pasangan kandidat presiden dan wakilnya yang mencalonkan diri.
Menurut jajak pendapat, yang menjadi favorit adalah Prabowo Subianto, pemimpin Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), sebuah partai populis dan nasionalis yang ia dirikan pada 2008. Sebagai seorang mantan jenderal angkatan darat, Prabowo telah dua kali gagal menjadi presiden. Ia juga kini tengah menjabat menteri pertahanan di kabinet presiden saat ini, Joko “Jokowi” Widodo.
Pesaing lainnya adalah Ganjar Pranowo, mantan gubernur provinsi Jawa Tengah dan anggota partai terbesar di Indonesia, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), dan Anies Basweden, seorang kandidat independen yang pernah menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta.
Menurut hasil hitung cepat, Prabowo adalah kandidat terdepan, tetapi masih belum jelas apakah ia akan memenangkan mayoritas suara mutlak di putaran pertama. Jika ia gagal memenangkan 50,1% suara, akan ada pemilihan putaran kedua antara dua kandidat terdepan pada bulan Juni.
Berdasarkan angka-angka
Para pemilih juga memberikan suara dalam pemilihan parlemen, yang meliputi:
-
580 kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dengan lebih dari 9.900 kandidat
-
152 kursi di Dewan Perwakilan Daerah (DPD), yang dirancang untuk mewakili daerah, dengan sekitar 670 kandidat
-
dan parlemen lokal di masing-masing 38 provinsi dan 416 kabupaten.
Secara keseluruhan, ada lebih dari 2.700 kontes pemilu yang diselenggarakan untuk memperebutkan sekitar 20.500 kursi. Semuanya merupakan tanggung jawab Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang independen untuk menyelenggarakannya secara imparsial dan efisien.
Mimpi buruk logistik
Indonesia adalah negara demokrasi terbesar ketiga di dunia setelah India dan Amerika Serikat (AS)–dan ketiganya mengadakan pemilu tahun ini. Namun, karena menyelenggarakan lima jenis pemungutan suara dalam satu hari, Indonesia sering disebut-sebut sebagai negara dengan pemilihan umum (pemilu) satu hari terbesar dan paling kompleks di dunia.
Indonesia adalah negara kepulauan dengan sekitar 6.000 pulau berpenghuni, beberapa di antaranya terpencil dan memiliki infrastruktur yang terbatas. Jarak dari Aceh di barat ke Papua di timur adalah sekitar 5.100 kilometer, lebih luas AS.
Read more: Pilpres mungkin akan berlangsung dua putaran, terlepas dari prediksi lembaga survei
Menyelenggarakan pemilu sebesar ini butuh upaya besar, mulai dari pengadaan peralatan tempat pemungutan suara hingga mengelola staf pemilu yang sangat banyak demi memastikan publik mempercayai integritas dan keadilan pemungutan suara. Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan pekerjaan yang luar biasa untuk memastikan pemungutan suara dilakukan tepat waktu dan penghitungan suara dilakukan dengan cepat dan tanpa gangguan.
Untuk mendapatkan gambaran tentang besarnya tugas yang dihadapi KPU, mari kita awali dengan melihat pemilihan presidennya.
Terdapat 204 juta pemilih terdaftar di Indonesia, sehingga KPU harus mencetak dan mendistribusikan surat suara sebanyak itu ke seluruh penjuru negeri untuk pemilihan presiden saja, dengan beberapa juta tambahan untuk berjaga-jaga jika ada TPS yang kekurangan.
KPU kemudian harus mengantarkan, menghitung, dan mengembalikan surat suara ke lebih dari 820.000 TPS dalam negeri dan lebih dari 3.000 TPS di luar negeri. Jika pemilu terpaksa memasuki putaran kedua, KPU harus siap untuk mengulang seluruh kegiatan dalam beberapa bulan, dengan satu set surat suara yang berbeda yang menunjukkan dua kandidat terakhir.
Namun, meskipun hanya mendapat sedikit perhatian dibandingkan dengan jajak pendapat presiden, keadaan menjadi sangat rumit ketika menyangkut pemilihan parlemen nasional dan daerah di Indonesia.
Pemilihan presiden dilakukan dengan cara penghitungan suara mayoritas sederhana dari tiga kandidat. Namun, pemilihan parlemen nasional dan regional dilakukan melalui sistem representasi proporsional, sama seperti yang digunakan di negara-negara seperti Jerman dan Selandia Baru, serta Senat Australia. Dalam sistem ini, partai-partai mendapatkan kursi sesuai dengan jumlah suara yang mereka peroleh. Misalnya, sebuah partai yang meraih 20% suara akan mendapatkan sekitar 20% kursi di parlemen.
Peliknya lagi, para pemilih di Indonesia tidak dipaksa untuk memilih hanya satu partai, tetapi dapat memilih seorang kandidat dalam daftar partai. Jadi, ketika pemilih tiba di tempat pemungutan suara, mereka disodori kertas suara yang sangat besar untuk parlemen nasional saja, yang mencantumkan rata-rata 118 kandidat.
Dan, selama Pemilu berlangsung, mereka tak hanya harus menentukan pilihan presiden, namun juga untuk tiga kontes parlemen.
Pencapaian demokrasi yang tak gemerlap, tetapi luar biasa
Jadi, seberapa baik Indonesia dalam melaksanakan tugas besar untuk mewujudkan pemilu yang demokratis?
Indonesia telah berkembang dengan sangat baik sejak merangkul demokrasi pada akhir 1990-an, setelah sebelumnya mendekam pemilihan umum yang dicurangi selama empat dekade di bawah kediktatoran Soeharto.
Faktanya, Indonesia jarang sekali mendapatkan pengakuan atas transformasi ini. Indonesia telah berhasil melakukan lima kali peralihan kekuasaan secara damai dan demokratis. Dibandingkan dengan negara-negara tetangga di Asia Tenggara, yang dominasi satu partai terasa begitu kuat atau kemajuan demokrasinya hancur di bawah kudeta militer, Indonesia menonjol sebagai benteng politik demokratis.
Semua ini tidak berarti bahwa sistem di Indonesia sempurna. Faktanya, para pengamat domestik dan internasional semakin menyadari munculnya kembali naluri otoriter di antara para pemimpin negara ini dan bangkitnya politik dinasti, yakni ketika para petahana merekayasa pemilihan anggota keluarga mereka.
Dan hal ini tidak hanya berlaku untuk tokoh-tokoh terkemuka dari zaman Soeharto, seperti calon presiden Prabowo. Jokowi juga dituduh membuka jalan bagi sebuah dinasti politik dengan menggunakan pencalonan putranya untuk memastikan bahwa ia akan memiliki pengaruh dalam pemerintahan yang dipimpin Prabowo.
Namun dalam hal kontes pemilu itu sendiri, KPU meskipun tidak sempurna, telah memberikan hasil yang dapat diandalkan dan dipercaya.
Penyelenggaraan pemilu yang bebas dan adil adalah pekerjaan yang tidak gemerlap, tetapi sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap sistem politik. Hal ini juga memastikan bahwa para kandidat dan partai menerima hasil pemilu dan tidak tergoda untuk melakukan kudeta atau dengan sengaja menghalangi proses pasca-pemilu.
Mengingat tekanan yang terjadi pada demokrasi AS yang telah lama mapan dalam beberapa tahun terakhir, pencapaian Indonesia dalam menjalankan pemilu tidak boleh luput dari perhatian.
Read more: Kelemahan pada 7 isu krusial membayangi kemenangan Prabowo-Gibran
Rahma Sekar Andini menerjemahkan artikel ini dari bahasa InggrisRahma Sekar Andini dari Universitas Negeri Malang menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris