Perjalanan keliling Amerika Tengah (#TNTamteng) diakhiri dengan terbang kembali ke Amerika Serikat melalui Meksiko demi dapat tiket pesawat murah. Artinya, saya dan Yasmin harus menginap dulu di Cancun (dibaca: Kankun) sebelum terbang ke Los Angeles. Perjuangan melewati perbatasannya patut diceritakan.
Meksiko
Bagi pemegang paspor Indonesia, visa Meksiko gratis asal punya visa Amerika Serikat yang masih berlaku dan sudah dipakai di Amerika Serikat.
Kami masuk perbatasan Meksiko dari Belize naik chicken bus (bus jadul yang biasanya mengangkut ayam). Setelah drama di imigrasi Belize, supir bus membawa kami ke perbatasan Meksiko di Chetumal. Pertama, seluruh penumpang bus dan barang-barang diturunkan di sebuah gedung untuk pemeriksaan bagasi melewati X-Ray. Lalu naik bus lagi ke gedung imigrasi. Kami mengisi formulir keimigrasian dan menyerahkannya ke loket. Saya ditanya-tanya standar, lalu berpesan, “Indonesia? Kamu harus minta cap imigrasi saat keluar Meksiko ya!” Siaaap!
Kami naik bus lagi ke Kota Chetumal. Saya bilang ke supir untuk diturunkan di terminal bus, tapi bus Belize dilarang masuk terminal Meksiko, jadilah kami turun di pinggir jalan. Atas saran supir bus, kami naik taksi yang sudah disepakati oleh supir taksi di harga 2 USD karena jaraknya dekat. Eh, supir taksi mulai berulah! Dia bilang kalau bus ke Cancun adanya hanya sore hari, naik bus harus dari terminal satunya yang jauh, bahkan menawarkan untuk mengantar langsung ke Cancun. Dia nggak tau saya bawa modem wifi Javamifi jadi bisa googling jadwal bus dan terminalnya. Udah jelas dia mau nipu, jadi saya tolak.
Sampai di terminal bus, supir ngehe ini bilang bayarnya harus 5 USD karena pakai mata uang dolar Amerika. Saya langsung marah dalam bahasa Spanyol! Kalau alasannya begitu, berarti 2 USD sama dengan 35 MXN. Fine! Saya ambil duit dulu dari ATM. Begitu saya kasih duitnya, eh dia ngotot minta 85 MXN! Tentu saya marah lagi! Terjadilah adu argumen sampai dikerubuti orang-orang. Lalu saya mendatangi supervisor perusahaan taksi yang loketnya ada di situ untuk mengadu, barulah ditengahi. Huuu, dasar penipu! Nggak lucu sih Meksiko jadi begini, padahal sepuluh tahun yang lalu aman dan damai aja.
Kami pun meneruskan perjalanan ke Cancun naik bus ADO (bus Meksiko yang paling oke sedunia, ceritanya ada di buku #TNTrtw part 2) selama tujuh jam. Setelah hampir dua bulan di Amerika Tengah, masuk ke negara maju memang terasa bedanya. Busnya sangat nyaman, ada TV dan toilet, jalannya pun lebar dan bagus!
Pulangnya kami terbang dari Cancun ke Los Angeles dengan transit di Fort Lauderdale. Saat check in, petugas maskapai penerbangan mengingatkan, “Jangan lupa minta cap keluar di imigrasi!” Setelah melewati security check, ternyata nggak ada konter pemeriksaan imigrasi! Nah lho! Di bandara Cancun sebesar ini isinya hanya restoran, toko, dan gate penerbangan. Kami muter-muter sebandara nggak nemu imigrasi. Loket informasi pun nggak ada. Bertanya sana-sini malah dapat tatapan aneh, “Imigrasi? Nggak perlu kok, kan tinggal terbang aja!” Lha? Paspor Indonesia nggak berlaku!
Akhirnya saya bertanya ke seseorang yang berseragam. Dia bilang kantor imigrasi ada di sebelah toilet. Hah? Tadi kami ke toilet aja nggak liat. “There! Theeere!” katanya sambil menunjuk-nunjuk. Kami pun balik lagi ke toilet. Ternyata di persis di sebelah pintunya ada loket kecil berlogo INM. Di bawahnya ada tulisan kecil: Secretaria de Gobernacion Instituto Nacional de Migracion. Yailah, pantas nggak liat! Sialnya, di loket itu nggak ada orang! Saya pun memencet bel berkali-kali. Ting! Ting! Ting! Masih nggak ada orang. Kami deg-degan karena pesawat sebentar lagi berangkat. Sepuluh menit kemudian barulah seorang petugas dengan santainya datang. Tanpa mengucapkan sepatah katapun, dia langsung mencap paspor kami. Fuih!
Amerika Serikat
Dua jam terbang, pesawat mendarat di Fort Lauderdale, Florida. Pramugari mengumkan bahwa semua penumpang harus ambil bagasi dulu sebelum melanjutkan penerbangan sambungan. Yailah, transit 1,5 jam mana cukup untuk penumpang sebanyak ini? Benar aja, bagasi lama sekali keluar. Setelah koper diambil, dimasukin lagi di konter. Lalu ke security check yang lama juga karena panjangnya antrean. Terakhir, mengantre lagi di imigrasi Amerika Serikat yang terkenal banyak tanya. Padahal seharusnya saat itu pesawat sudah terbang! Saya pasrah aja ketinggalan pesawat. Mau gimana lagi?
Saya ditanya petugas, “Mau ngapain di AS? Berapa lama? Mana tiket pulangnya? Tinggal di mana?” Pas saya kasih alamat rumah saudara di Los Angeles, dia bertanya, “Who is this person?”
“My brother-in-law,” jawab saya.
“Is your husband traveling with you?” tanyanya lagi. Nggak salah sih. Ipar itu kan saudaranya suami.
“No. I don’t have a husband. Brother-in-law means the brother of my brother’s wife. Is that called brother-in-law too?”
“Uhm… Yeah, you can call it brother-in-law! Enjoy your holiday!”
Hahaha! Saya pun dipersilakan lewat dan langsung berlari kesetanan untuk naik pesawat ke Los Angeles… yang ternyata delay! Horee!
Sebulan kemudian, saya terbang ke Indonesia dari bandara Los Angeles. Keluar Amerika Serikat tidak pernah ada imigrasi, jadi paspor tidak dicap. Namun jangan salah, siapapun yang keluar-masuk Amerika Serikat tetap tercatat tanggalnya saking canggihnya sistem mereka.
Perjalanan keliling Amerika Tengah ini atas biaya sendiri. Tulisan ini pun dibagikan gratis di blog. Bila Anda menyukai tulisan perjalanan saya, silakan berkontribusi dengan menyumbang “uang jajan” di sini supaya saya semakin semangat menulis. Terima kasih!