Wilayah Amerika Tengah terdiri dari negara Panama, Kosta Rika, Nikaragua, Honduras, Guatemala, El Salvador, dan Belize. Perjalanan saya dan Yasmin keliling Amerika Tengah (#TNTamteng) ternyata sangat menantang! Bukan hanya rawan, tapi karena ribetnya visa untuk pemegang paspor Indonesia, apalagi saat melewati perbatasan antarnegara.
Rasanya masih trauma apply visa Guatemala saat perjalanan #TNTrtw sepuluh tahun yang lalu, namun kali ini jauh lebih ribet! Karena baru kelar pandemi, semua situs tidak ada yang update. Blog orang yang ke sana pun tidak ada yang baru. Informasi yang minim ini membuat Yasmin sampai ngekos sebulan di rumah saya supaya bisa bareng riset dan mengurus segalanya. Yang penting, visa AS (Amerika Serikat) sudah di tangan.
Perjalanan #TNTamteng kami mulai pada akhir Desember 2022 sampai awal Maret 2023. Cuman sebentar sih, tapi bikin stres! Begini pengalamannya mulai dari Panama sampai Belize;
Panama
Visa Panama gratis untuk WNI asal punya visa AS, Inggris, Kanada, Schengen, Australia, Jepang, atau Korea Selatan yang multiple entry dan masih berlaku. Mudah bukan? Tapi, kenyataannya tidak semudah itu!
Tiba di bandara Panama City (setelah delay lebih dari 24 jam), wawancara petugas imigrasinya lama dan dalam bahasa Spanyol pula! Penumpang satu pesawat sudah tidak terlihat, petugas masih aja memelototi dan membolak-balik paspor saya. Tahu-tahu atasannya datang dan bilang, “Indonesia? Go to office!” Jiaah, kenapa lagi nih?
Lalu, seorang tentara bersenjata laras panjang menggiring saya, Yasmin, dan seorang pria berpaspor Venezuela menuju kantornya di gedung lain. Kami disuruh berdiri menunggu di luar sambil diliatin si tentara kayak kita bawa narkoba. 15 menit kemudian, seorang bapak keluar kantor dan menyerahkan paspor kami yang baru dicap. Lha, jadi tadi kenapa ya?
Keluar Panama, kami naik naik bus umum lintas negara dari David di Panama ke Quepos di Kosta Rika selama sembilan jam. Di perbatasan Panama, kami disuruh turun dari bus untuk mengantre di loket imigrasi. Mungkin karena banyaknya arus penumpang, saya tidak ditanya apa-apa dan paspor langsung dicap. Beres!
Kosta Rika
Untuk WNI, visa Kosta Rika gratis asal punya visa AS, Inggris, Kanada, atau Schengen.
Keluar dari perbatasan Panama, kami naik bus sebentar dan diturunkan di imigrasi Kosta Rika. Kami pun mengantre di depan loket. Pas giliran saya, petugas bertanya, “Indonesia?” Nah, lho! Ketika nama negara sendiri disebut oleh petugas imigrasi dengan intonasi curiga, saya jadi deg-degan!
“Where is US visa?” tanyanya lagi. Oalah, dia nggak liat visa AS saya di paspor lama yang ditempel di belakangnya. Setelah saya tunjukkan, dia langsung cap. Padahal di paspor yang sama ada visa Schengen. Rupanya visa AS derajatnya lebih tinggi daripada Eropa. Cap saya pun ada tulisan tangannya: visa USA.
Setelah itu, kami disuruh ambil koper masing-masing dari bagasi bus untuk dibawa ke ruangan semacam garasi yang di depannya terdapat beberapa meja. Ada spanduk besar bertuliskan, “DISEASES ARE ALSO INTERNATIONAL TRAVELERS!” Saya tahu itu terjemahan yang buruk dari bahasa Spanyol, tapi apakah maksudnya kita penyakitan gitu? Kami mengantre sekitar 15 menit sampai datang satu petugas mbak-mbak yang memeriksa koper kami satu-satu. Tanpa berbicara, dia membongkar isi koper saya. Brak-bruk-brak-bruk, saya pun lolos! Duile, nyari penyakit apa sih, mbak?
Keluar Kosta Rika ternyata lebih ribet. Tidak ada bus lintas negara, jadi harus naik bus antarkota dari San Jose ke Peñas Blancas selama tujuh jam tanpa AC! Turun di perbatasan, kami antre di imigrasi bareng abang-abang supir truk. Seorang cewek Jerman teman sebus bilang bahwa kita harus ke loket lain dulu untuk bayar pajak, baru kertas buktinya dibawa ke imigrasi. Hah? Pajak?
Kami pun keluar antrean dan berjalan ke seberang, ke perumahan warga kampung. Saya mulai curiga, masa kantornya busuk banget? Tapi semua turis memang antre di situ. Pada kaca loketnya tertulis: EXIT TAX FOR FOREIGNERS = USD 10. Ajegile! Masuk negaranya gratis, tapi keluarnya bayar! Saya baru tahu ada pajak keluar dari satu negara untuk turis asing. Apa boleh buat, bukti pajak itu saya bawa balik, antre lagi, baru deh dicap keluar.
Nikaragua
Katanya, WNI bisa masuk Nikaragua menggunakan visa on arrival dan bayar tourist card sebesar 10 USD.
Kenyataannya? Harus apply visa online minimal 12 hari sebelum tanggal masuk. Gilanya, pertanyaan pada formulir sangat spesifik, seperti tanggal masuk-keluar negaranya, jam berapa, lewat perbatasan mana, nama perusahaan dan nomor plat busnya—semua dalam bahasa Spanyol! Kami sampai setengah mati liat Google Maps untuk memperkirakan tanggal berapa dan akan berada di perbatasan apa, serta mencari rute bus umum yang lewat perbatasan! Hadeuh!
Setelah itu, formulir dan semua dokumen dikirim via email. Kami sudah mengirim ke satu email yang tertera, tidak ada respons. Kirim ke email lain pun tidak ada respons. Akhirnya saya tanya ke KBRI Panama yang merangkap Nikaragua, eh ternyata emailnya lain lagi! Selain formulir, kami harus menyertakan salinan paspor, visa AS, itinerary setiap hari, reservasi hotel, dan vaksin yellow fever. Beberapa lama kemudian, email dibalas yang intinya, “Bawa email ini, semua dokumen, beserta vaksin Covid ke perbatasan.” Duh, ribet amat, ya?
Keluar dari imigrasi Kosta Rika, kami harus berjalan kaki sambil geret koper sekitar 1 km menuju imigrasi Nikaragua. Setelah tujuh jam di bus kacrut, plus bolak-balik antre, badan udah lodoh banget! Tapi perjuangan belum selesai, di loket imigrasi masih antre lagi. Turis-turis bule sih lewat-lewat aja, tapi kami tentu yang paling lama.
Meski sudah bawa email dan semua dokumen, paspor kami tidak bisa langsung diproses petugas di loket. Seperti biasa dia nanya, “Indonesia?” Itu pertanda urusannya lama. Benar saja, berkas kami dibawa ke kantor dulu, dan kami disuruh menunggu. Apa gunanya apply online coba?
Sejam kemudian kami dipanggil dan diwawancara dalam bahasa Spanyol, “Mau ngapain? Berapa lama? Menginap di hotel apa?” Kami disuruh tunggu lagi, baru setengah jam kemudian paspor kami dicap. Ternyata bayarnya pun bukan 10 USD, tapi 14 USD karena ada tambahan biaya untuk penanggulangan Covid. Setelah itu, koper dicek X-Ray karena dilarang bawa drone.
Keluar Nikaragua ada dramanya juga. Kami naik shuttle bus dari Leon di Nikaragua ke San Pedro Sula di Honduras selama 10 jam, dan berangkat jam 3.30 pagi! Untung pemilik hostel berbaik hati membungkuskan sarapan. Kami tiba di perbatasan Guasaule jam 6 pagi. Apa yang terjadi? Kantor imigrasi belum buka! Jiaaah! Kami pun menunggu sambil sarapan. Setelah kantor dibuka, koper dicek di X-Ray, baru antre imigrasi untuk dicap keluar.
Bersambung…
Perjalanan keliling Amerika Tengah ini atas biaya sendiri, tanpa sponsor sama sekali. Tulisan ini pun dibagikan gratis di blog ini. Bila Anda menyukai tulisan saya, silakan berkontribusi dengan menyumbang “uang jajan” di sini biar saya semangat menulis sambungannya. Terima kasih!