Halo, nama saya Muhammad Arif Rahman, dan saya sudah sepuluh tahun menulis di blog perjalanan bernama Backpackstory ini. Untuk kamu yang sudah membaca dari awal kemunculan Backpackstory, saya mengucapkan terima kasih banyak. Sementara kalau kamu baru menemukan blog ini secara tidak sengaja akhir-akhir ini, atau datang ke sini karena artikel-artikel tentang visa yang mungkin dapat membantumu, saya juga mengucapkan terima kasih karena telah memberikan saya kekuatan dan semangat untuk terus menulis hingga detik ini.

Walaupun blog sekarang sudah semakin dilupakan, akibat pergeseran tren konsumen dari membaca tulisan ke menonton video, yang secara langsung berpengaruh terhadap jumlah kunjungan dan juga nominal adsense (di WordPress disebut dengan WordAds –iklan berbayar) yang masuk, namun saya terus mencoba untuk tetap berkomitmen menulis, ya sekarang setidaknya sekali sebulan (dari yang awalnya bisa 1-2 kali dalam seminggu).

Tapi ya itu saya, gak tahu dengan teman-teman blogger yang lain, apakah masih tetap menulis? Atau hanya menulis ketika dibayar atau diundang datang ke event? Atau hanya mencantumkan bio ‘travel blogger’ di Instagram atau Twitter atau TikTok, tapi tidak pernah menulis lagi di blog, karena keasyikan membuat konten pendek yang lebih viral dan lebih ada duitnya?

Well, semua adalah pilihan, walaupun saya belum tentu jadi pilihan kamu.

Statistik blog Backpackstory

Berdasarkan statistik di atas, dapat dilihat bahwa selama 10 tahun terakhir jumlah pengunjung Backpackstory mengalami pasang surut seperti bursa saham dan kurs Rupiah terhadap Dollar –Amerika, bukan Zimbabwe. Views terbanyak didapat pada tahun 2017 yang melebihi satu juta mata membaca Backpacskstory, sementara tahun berikutnya terlihat menurun, yang beriringan dengan banyaknya kreator video bermunculan. Ketika COVID, pengunjung Backpackstory makin mengenaskan lagi, turun langsung separuh dari tahun sebelumnya. Ya wajar saja, namanya travel blog, kalau tidak boleh jalan-jalan, ya tidak ada yang membaca, bukan?

Bukan. Dari yang biasa dibaca 3.000 orang per hari, saat ini kalau ada 300 orang yang membaca Backpackstory tiap harinya, saya sudah sujud syukur dan langsung memeluk tiang agama. Tapi ya tidak mengapa, namanya kehidupan, kan seperti roda, kadang ada di atas, kadang rodanya bocor kena paku.

Walaupun demikian, saya tetap sayang dengan Backpackstory, travel blog yang telah membawa saya mendapatkan banyak hal hingga saat ini. Platform yang saya sebut sebagai ‘root’ yang mengawali semua karier dan perjalanan saya di media sosial. Selama sepuluh tahun menjadi travel blogger, saya sudah mendapatkan 10 hal-hal di bawah ini.

1. Berawal dari Menang Kuis dan Mendapat Hadiah Jalan-jalan Gratis

Awal mula menulis, saya tidak langsung menulis blog perjalanan, melainkan mulai dari menulis pendek, 140 karakter, di Twitter. Dari situ, saya berkenalan dengan teman-teman yang memiliki minat yang sama (iya menulis, bukan mengoleksi Tazos) dan mengembangkan tulisan super pendek di Twitter ke dalam cerita-cerita pendek fiksi, sebelum akhirnya menulis tentang perjalanan sembari mulai aktif jalan-jalan sejak membuat paspor di awal 2010, dengan menggunakan jasa calo.

Beberapa bulan menulis, seorang kawan memberi tahu kalau sedang ada perlombaan menulis tentang perjalanan yang berhadiah jalan-jalan, ke Pulau Komodo. Sebelumnya, saya sudah pernah juga mengikuti kompetisi di Twitter, namun belum pernah menang. Alhamdulillah pada kompetisi menulis kali ini, saya berhasil menang.

Beginner’s Luck, kalau kata Paulo Coelho.

Backpackstory USA

Berawal dari Pulau Komodo, beberapa kompetisi lain juga sempat saya ikuti, banyak yang tidak menang, walaupun yang berhasil menang juga tidak sedikit. Sungguh, saya baru tahu saat itu kalau ternyata dari (((cuma))) menulis, bisa mendapatkan hadiah berupa jalan-jalan gratis. Saya pernah juga menang kompetisi ke Hong Kong untuk menonton pertandingan Manchester United, juga ke Amerika Serikat untuk menyambangi pabrik alat berat Caterpillar. Satu karena menulis, satu karena mengikuti kuis di radio.

Beberapa kiat dalam mengikuti kompetisi menulis supaya menang:

  • Pastikan kompetisinya worth untuk diikuti, supaya kamu semangat. Kalau saya misalnya, tidak akan ikut kompetisi menulis dengan hadiah di bawah Rp10.000.000,- kecuali kalau sedang bokek dan dikejar tagihan pinjol.
  • Pelajari dengan baik rules kompetisinya, apakah cocok dan bisa untuk kamu ikuti, atau ada syarat-syarat yang tidak masuk akal, misalkan kamu diminta untuk menari tor-tor di puncak Monas. Kalau ada yang seperti itu sebaiknya tinggalkan saja, kecuali kamu memang mampu.
  • Cari tahu siapa kompetitornya, biasanya mereka akan membagikan tulisan atau entry kuisnya di media sosial, dan tanyakan kepada diri sendiri, apakah kamu bisa mengalahkan mereka.
  • Jika memungkinkan, kenali jurinya. Kalau kamu tahu dan mengenal karakteristik dewan juri, mungkin kamu bisa menyajikan tulisan yang cocok dengan tulisan kesukaan mereka.
  • Berusaha sebaik-baiknya, walaupun yang baik belum tentu menang, kadang juga kalah sama yang kaya atau yang punya koneksi orang dalam. Tapi kalau kalahpun maka kamu akan kalah dengan terhormat.

2. Jumlah Pembaca Semakin Meningkat

Salah satu hal yang kadang membuat blogger pemula patah semangat adalah ketika jumlah pembaca tidak mengalami peningkatan yang signifikan setelah mereka memulai menulis travel blognya. Sama halnya dengan saya. Ketika memulai menulis blog ini pada awal 2012, pembaca blog ini hanya ada satu orang, saya sendiri. Yang berikutnya makin bertambah dengan adanya teman dekat dan keluarga yang mungkin ikut membaca.

Dari satuan, menjadi belasan, ke puluhan, hingga ratusan, dan bahkan ribuan setiap harinya, pernah saya alami. Sebelum akhirnya menurun kembali. Yang penting jangan pernah malu untuk menulis … dan juga meminta bantuan teman terdekat untuk mendukung karya kamu.

Pernah saya meminta bantuan kepada salah seorang kawan, Alexander Thian atau yang lebih dikenal dengan @aMrazing ketika itu, untuk mempromosikan blog saya. Hasilnya lumayan, kala itu 300 orang langsung membaca blog ini, walaupun besok lupa lagi. Namun dengan terus menulis, kamu tidak akan dilupakan, dan berpotensi untuk masuk ke halaman depan pencarian Google, seperti misalanya ini.

Backpackstory SEO

Walaupun tidak pernah menulis yang berbau-bau mesum, namun blog ini pernah muncul di halaman depan karena faktor SEO (Search Engine Optimatization) untuk kata kunci seks Jepang dan juga pengalaman malam pertama, aduh. Kan saya jadi tersanjung. Untung yang berikutnya lebih banyak seputar visa yang muncul. Masha Allah.

Menurut saya, ada dua kunci penting yang dapat meningkatkan pembacamu, yang saya sebutkan sebagai 2 KON, KONTEN dan KONSISTEN. Tolong jangan ditambah KON yang lain, atau kalau mau ditambah, bisa ditambah dengan KONEKSI. Konten yang baik akan membuat pembaca datang, sementara konsisten membuat konten yang baik akan membuat orang kembali. Koneksi, ya itu juga bisa berpengaruh penting.

Hingga tulisan ini tayang, sudah ada lebih dari LIMA JUTA PEMBACA yang menyambangi Backpackstory. Ya walaupun belum bisa untuk mendirikan partai politik, namun sudah alhamdulillah rasanya.

3. Endorsement Mulai Berdatangan

Setelah makin dikenal dan makin banyak pembaca, muncul penawaran endorsement ke Backpackstory, atau kurang lebihnya adalah barter value barang/jasa, untuk kemudian diulas di Backpackstory –yang biasanya disertai dengan bonus placement ke akun-akun media sosial saya yang lain.

Untuk produk, saya pernah mendapatkan kamera mirrorless dan juga menginap gratis di hotel bintang lima. Sementara untuk layanan jasa, saya pernah dipinjami modem, hinggamobil gratis di luar negeri, walaupun tidak pernah sampai dipinjami uang. Semua tanpa mengeluarkan biaya sepeser pun dan tanpa merogoh kocek dalam-dalam.

Itu belum termasuk dengan undangan untuk ‘liburan gratis’ ke dalam dan luar negeri dari pihak-pihak tertentu.

Saya pernah diajak Kementerian Pariwisata untuk menjadi host blogger-blogger mancanegara di Bandung dan pernah juga diajak oleh team My Trip My Adventure untuk merayakan ulang tahun acara mereka di Wae Rebo. Sungguh itu pertama kalinya saya diminta untuk dadah-dadah ke arah drone. Selain itu saya juga pernah berkolaborasi dengan Google Indonesia dalam sebuah misi yang agak ngawur, yaitu mengunjungi Sabang dan Merauke dalam 2x akhir pekan.

Kalau ke luar negeri, saya pernah diundang oleh Turkish Airlines untuk menjelajah Turki, Resorts World Sentosa untuk bermain-main di Singapura, hingga Sydney Tourism Board untuk berkelana di Australia. Sungguh, rasanya menyenangkan sekali menjadi travel blogger.

4. Bukan Hanya Barang Uang Tunai Pun Ikut Masuk

Selain barang dan jasa, yang paling menarik tentu saja adalah adanya UANG TUNAI yang masuk ke Backpackstory, yang bisa masuk dari beberapa macam cara berikut ini:

  • Paid promote, atau mempromosikan produk/jasa di blog, dan DIBAYAR TUNAI, walaupun mungkin invoice kerap terlambat cairnya.
  • WordAds, atau dari pemasang iklan di blog yang memasang langsung melalui WordPress. Rekornya sih sekitar $30 per bulan, sebelum akhirnya menurun jadi $0.3 karena perubahan policy iklan di WordPress. Sedih.
  • Donation, lewat banner donasi yang saya pasang di side bar blog. Walaupun yang masuk baru dua orang, yaitu saya sendiri yang mengetes tombol donasi, dan saudara yang berbelas kasihan ke saya. Tahu gitu saya posting di KitaBisa saja.
  • Hadiah kuis, di mana rekor saya adalah mendapat hadiah belasan juta Rupiah (((cuma))) dari menulis.

Alhamdulillah dari menulis, saya bisa menabung dan mengumpulkan uang sesuai pepatah, sedikit demi sedikit lama-lama jadi bukit. Bukit Shafa dan Marwah. Umrah.

Umrah Backpackstory

Satu pengalaman tak terlupakan pernah saya dapatkan ketika mengikuti lomba menulis blog dari salah satu kementerian (iya kementerian di Indonesia, bukan di Gabon), di mana saya dinobatkan menjadi juara pertama lomba dengan hadiah senilai –sesuai di poster maksudnya, Rp15.000.000,-, namun ketika acara penyerahan hadiah, yang saya terima hanya sebesar Rp10.000.000,-.

Merasa disakiti dan tidak terima, saya bertanya ke panitia acara, namun jawaban mereka sungguh membuat saya merasa pesimis dengan masa depan negara ini “Iya, hadiahnya berubah.” Jawabnya “Sesuai dengan hasil rapat kemarin.”.

KEMARIN, WTF FFS OTW TAYTB!

5. Berikutnya Penghargaan Juga Diraih Backpackstory

Ada yang menarik kalau membicarakan Backpackstory, karena pada masanya, travel blog ini memiliki beberapa karakteristik, yang mungkin membedakannya dengan blog perjalanan yang lain, yang menurut saya adalah sebagai berikut:

  1. Backpackstory menulis dengan pendekatan narasi, yang membuat kamu menikmati perjalanan seperti halnya kamu menikmati membaca cerita pendek non stensilan.
  2. Tiap artikel pada Backpackstory ditulis dengan lebih dari 1.000 kata, tujuannya adalah membuat pembaca untuk benar-benar terhanyut dan tenggelam dalam cerita yang disajikan di sini.
  3. Tidak hanya narasi, Backpackstory juga menyajikan detil informasi yang aktual, atau riil sesuai dengan pengalaman yang didapat di lapangan. Bukan, bukan lapangan bola maksudnya.
  4. Terdapat humor-humor dan komedi yang coba disisipkan pada setiap tulisan Backpackstory, walaupun terkadang lebih ke garing daripada lucu, but at least I am trying, guys.

Karena beberapa karakteristik di atas, maka tak jarang kalau Backpackstory juga mendapatkan beberapa penghargaan (dari yang tidak bergengsi hingga ke yang) bergengsi dalam dunia tulis menulis, seperti yang paling fenomenal adalah Skyscanner Travel Bloscars 2014 ini.

satu di Singapura (yes, saya bisa bepergian ke Singapura gratis karena menghadiri awarding night, sudah kayak acara Oscars, bukan?), sebelum diberikan hadiah berupa voucher pesawat ke mana saja senilai Rp12.500.000,-.

Saya yang saat itu bingung mau ke mana, akhirnya memakai jatah tiket tersebut untuk mudik saja ke Semarang.

Sebelum pandemi, tercatat beberapa penghargaan ini pernah saya terima: Indonesia’s Best Travel Blog of the Year 2014 by Skyscanner Indonesia, 17 Travel Blogger Indonesia Paling Berpengaruh versi ziliun.com 2014, The Best Travel Blog 2015 by Blogger Camp Indonesia, Top 6 Majalah Panorama’s Travelers of The Year 2015, Most Influential Buzzer by Travelio Indonesia 2015, 10 Travel Blogger Indonesia Terbaik 2016 Versi Travel Blog Reservasi, Majalah Panorama’s Travelers of The Year 2016, 11 Travel Blog Indonesia yang Membuatmu Tersedot ke Petualangan Mereka Versi Phinemo 2016, The Best Indonesia’s Travel Blog 2017 by voucher.co.id, Top 50 Blogs from Indonesia 2018 by ASEAN UP, Top 30 Travel Influencer di Indonesia by StarNgage, The Best Indonesia’s Travel Blog 2018 by voucher.co.id, 10 Travel Blogger Indonesia Terbaik 2018 versi GoTravelly, dan True Wanderer 2019 by Wrangler Jeans Indonesia.

Setelah pandemi, sepertinya saya sudah mulai dilupakan karena banyak yang lebih muda dan berbahaya, huhuhu. Atau ya memang sekarang eranya sudah bergeser ke TikTok, dibanding dengan blog.

6. Dari Penghargaan Backpackstory Mendapatkan Ketenaran

Pernah suatu ketika saya sedang berjalan-jalan, dan tiba-tiba ada yang menyapa di jalan “Mas Arif, ya?” tanya suara tersebut “Wah, saya membaca blognya.” Tambahnya lagi. Saya yang mendengar hal tersebut mengangguk malu “I…iya.” seraya mengajak bersalaman. Untungnya percakapan tersebut tidak berlanjut dengan kalimat “Mas punya mimpi?”.

Dari yang awalnya menulis karena kesukaan, saya pun tidak menyangka bahwa ketenaran (in a good way) juga akan mengikuti seiring berjalannya waktu. Memang ketenaran bukanlah apa-apa, namun ketenaran dapat membantumu mendapatkan hal-hal bermanfaat lain, bantuan atau kebaikan yang didapat sepanjang perjalanan, misalnya.

Saking baiknya, ada seorang pembaca yang bahkan memberangkatkan saya ke luar negeri untuk liburan. Duh, sungguh terharu. Alasannya adalah karena setiap kali membaca Backpackstory, mood dia bisa jadi semakin baik.

Backpackstory SEO

Buat saya, ada tiga macam fungsi menulis travel blog ini. Yang pertama adalah sebagai media jurnal dan pengingat untuk diri sendiri, kemudian sebagai sarana panduan untuk orang lain yang membutuhkan informasi spesifik, hingga dapat menjadi media informasi dan hiburan untuk khalayak umum.

Iya, apalah artinya ketenaran kalau tidak bisa bermanfaat bagi orang lain, bukan?

7. Karena Blog Juga Saya Menambah Profesi Keahlian Menjadi Pembicara

Pada tahun 2013, saya mendapatkan tawaran untuk menjadi pembicara, dengan tema menulis dan traveling. Sebuah hal baru bagi saya yang introver dan hanya menjadi aktivis media sosial. Saat itu tawaran datang dari salah satu sekolah tinggi kedinasan di Jakarta, tak tanggung-tanggung, langsung di auditorium besar, dengan jumlah peserta lebih dari 300 orang … dan diduetkan dengan salah satu public figure yang cukup beken, yaitu Dik Doank.

Panik dan takut, dong? Banget. Tapi apa saya mau mundur? Jawabannya ya sama seperti jawaban Ketua Umum PSSI, tidak. Setelah berkonsultasi dengan beberapa pihak termasuk keluarga dan pasangan saat itu, saya memutuskan untuk tetap maju dan memberanikan diri untuk memulai karier sebagai pembicara publik.

Hasilnya? Tentu saja keringat dingin, nada bicara tidak beraturan, pandangan tidak fokus ke peserta kegiatan dan malah menatap lantai serta langit-langit auditorium, serta perasaan ingin acara cepat-cepat berakhir. Sungguh, itu adalah satu jam terlama dalam hidup saya. Satu jam terlama berikutnya adalah ketika terkena detensi di bandara JFK, New York, Amerika Serikat.

Pembicara Backpackstory

Setelahnya tawaran demi tawaran pembicara mulai berdatangan, bahkan mulai bermacam-macam topiknya. Tercatat saya pernah menjadi pembicara untuk topik perjalanan, penulisan, blog, bisnis, media sosial, keuangan, hingga karier. Menurut saya, kita akan makin percaya diri dan berani maju apabila kita mempunyai sesuatu untuk ditampilkan. Misalnya, kemampuan menulis, atau pengalaman jalan-jalan.

Coba waktu itu saya tidak memberanikan diri untuk maju, mungkin saya tidak akan menjadi saya yang sekarang ini. But now, the rest is history.

8. Berawal dari Travel Blog Backpackstory Berkolaborasi pada Buku Perjalanan

Akibat sering menulis tentang perjalanan, ajakan untuk menulis buku perjalanan pun bermasukan. Sebelumnya, saya sudah beberapa kali menulis buku, atau tepatnya berkolaborasi bersama beberapa teman penulis untuk mengisi buku antologi, namun dengan tema yang berbeda. Biasanya sih fiksi seputar romansa. Maklum, saya pernah muda juga, kan?

Namun untuk menulis buku perjalanan adalah perkara yang lain, karena merupakan hal yang juga baru saat itu. Tapi apa gunanya hidup tanpa tantangan, seperti halnya perihal mendapat tawaran menjadi pembicara, maka never say never for opportunities, karena saya saat itu tidak pernah tahu ke mana tulisan ini akan membawa saya, hingga akhirnya saya dipertemukan ke beberapa kawan travel blogger yang mempunyai minat sama untuk menerbitkan buku secara kolektif.

Backpackstory book launching

Selama kurun waktu sepuluh tahun ke belakang, saya sudah berkolaborasi untuk lebih dari lima buku antologi di mana tiga buah buku tersebut adalah buku catatan perjalanan, yaitu The DestinASEAN, The Journeys 3, dan Born to Travel. Sungguh sebuah kehormatan bagi saya, seorang travel blogger untuk dapat mengabadikan perjalanan dalam sebuah buku.

Traveling is to see, while travel writing is to share.

Setelah berkolaborasi dalam menulis buku perjalanan, impian saya berikutnya adalah menulis buku sendiri yang bukan kolaborasi atau antologi. Sebuah impian yang sudah pernah dirintis medio 2014 silam, namun masih menjadi draft semata yang saat ini entah di mana. Alasannya sih klasik, karena susah membagi waktu, antara pekerjaan kantoran, pekerjaan freelance, bisnis, dan sekarang bertambah keluarga.

Realistisnya, menulis buku membutuhkan komitmen waktu yang tinggi, dan belum tentu langsung cuan. Apakah saya harus resign dulu untuk melakukannya? Semoga sih tidak.

9. Lima Tahun Menulis Perjalanan Akhirnya Berani Memulai Bisnis Perjalanan Sendiri

Dari menjadi traveler, lalu travel blogger dan travel writer, akhirnya saya berani melangkah lebih jauh lagi manjadi seorang travel business owner dengan berkolaborasi bersama rekan travel blogger (yang sekarang sudah tidak aktif menulis karena lebih suka berbisnis) lain, Adis Takdos dari Whatever Backpacker yang terakhir ngeblog adalah empat tahun lalu, bahkan domain .com miliknya sudah tidak diperpanjang lagi. Kami bersepakat untuk mengembangkan Whatravel Indonesia, sebuah bisnis pariwisata yang sebenarnya sudah dirintis Adis beberapa bulan sebelum bertemu dengan saya.

Semua bertemu karena minat yang sama, sama-sama suka traveling, sama-sama suka menulis, dan sama-sama ingin cari uang bersama, eh maksudnya sama-sama mempunyai visi untuk mengajak warga Indonesia traveling bersama. Maka tidak heran pula rasanya, kalau nama PT kami dinamakan PT Senang Liburan Bersama. Kamu senang, kita dapat uang, cocok kan?

Kami memulai lagi Whatravel dengan modal awal 0 Rupiah, berbekal pengalaman dan ‘ketenaran’ media sosial. Alhamdulillah hingga tulisan ini tayang, sudah ribuan orang pergi jalan-jalan bersama Whatravel Indonesia. Artikel lengkap mengenai awal mula bisnis perjalanan Whatravel Indonesia, dapat kamu baca di sini.

Tiga tahun berjalan, di tahun di mana kami seharusnya meraup keuntungan dan mengembalikan modal ke investor (iya, dua tahun setelah dirintis, masuk salah satu investor yang juga adalah peserta trip kami), datang sebuah musibah maha bangsat yang bernama pandemi COVID-19 yang memporakporandakan bisnis kami.

Kantor di Bandung tutup, karyawan dirumahkan, sebagian karyawan mengundurkan diri, BOD tidak mendapatkan gaji, sementara karyawan yang masih mau bertahan rela untuk digaji hanya separuhnya. Sungguh cobaan maha dahsyat yang kami terima. Berbagai cara saya, eh kami lakukan untuk menghadapi pandemi —yes, business is about trial and error, and you will never know what you will get before you try, supaya bisa bertahan.

Salah satunya adalah dengan membuka Whatravel Trekking Club di Sentul, sebuah pivot yang sedikit banyak dapat menyelamatkan nyawa operasional kami selama dua tahun ke belakang.

10. Yang Terpenting dari Hal-hal Tersebut Adalah Banyaknya Pertemanan yang Terjalin Sepanjang Perjalanan

Dari sembilan buah poin di atas, poin terakhir yang menurut saya menjadi poin terpenting adalah dengan menulis blog perjalanan, saya mendapatkan banyak sekali pertemanan baru yang terjalin sepanjang perjalanan. Mulai dari bertemu kawan di Phuket yang membuat saya berbisnis jersey KW (iya, masih naif saat itu), berkenalan dengan blogger-blogger lokal dan bersinergi dalam project percuanan bersama, berkolaborasi bersama videographer lokal dan membuat sebuah proyek video di YouTube bertajuk Datang Senang Pulang Kenyang, menemani blogger-blogger mancanegara berkeliling Indonesia, hingga yang terakhir adalah bekerja sama dengan Kementerian Pariwisata untuk membuat video pariwisata #DiIndonesiaAja.

Tinggal jadi Menteri Pariwisata doang nih yang belum, eh.

Backpackstory & Friends

Beberapa waktu lalu, saya bertemu dengan beberapa kawan TikTokers, yang usianya mungkin terpaut belasan tahun dengan saya, dan merasakan bahwa memang ada perubahan tren media sosial antara dulu dan sekarang. Dari tulisan ke video editan, dari blog ke vlog, dan dari saya ke mereka. Mereka yang asyik mengobrol membicarakan kerja sama dan endorsement yang diterima sedang banyak-banyaknya, sementara saya saat itu hanya bisa membatin “iya, saya dulu juga pernah begitu.”.

Walaupun tren sudah berubah, namun saya ingin tetap menulis (sambil juga mengejar ketertinggalan di dunia media sosial dengan bermain TikTok dan membuat video di YouTube), supaya tidak lupa dengan akar saya. Akar yang sudah membesarkan saya hingga sejauh ini dan mencapai banyak hal setelah sepuluh tahun menjadi travel blogger.

“Membacalah supaya kamu mengenal dunia, dan menulislah supaya kamu dikenal dunia.”

Sampai saat ini, saya tidak ingin berhenti menulis, karena menulis adalah bekerja untuk keabadian, seperti yang dikatakan oleh Pramoedya Ananta Toer, seorang penulis, yang bukan pemilik usaha Toer & Travel. Semoga di masa depan, saya tidak hilang dan dilupakan.