Mubadalah.id – Praktik P2GP (Pemotongan atau Pelukaan Genitalia) dilakukan dengan berbagai macam cara, di antaranya: memotong sebagian atau seluruh klitoris, bahkan hingga labia minora dan labia mayora, namun ada juga yang hanya melukai sebagian kecil klitoris dan simbolik. Petugas yang melakukan praktik khitan perempuan di Indonesia menurut mereka adalah bidan/perawat/ mantri.
Khitan perempuan termasuk salah satu bentuk praktik berbahaya (harmfull practices), dapat menimbulkan komplikasi kesehatan reproduksi khususnya membahayakan rahim. Termasuk infertilitas, masalah urinary, seksual dan masalah psikologis. Bahkan dapat menyebabkan komplikasi yang serius hingga kematian pada anak-anak perempuan.
Dampak serupa, terjadi juga pada praktik khitan perempuan di Indonesia. Bahkan beresiko terjadi komplikasi jangka panjang yang berbahaya bagi kesehatan reproduksi perempuan.
Temuan sejumlah peneitian di atas menunjukkan fakta yang berbeda dengan pandangan umum yang menyatakan bahwa praktik P2GP di Indonesia kebanyakan merupakan praktek simbolik saja. Ternyata fakta yang ditemukan mengenai praktik P2GP hampir semua kasus P2GP yang terjadi menimbulkan trauma dan perlukaan pada bagian klitoris, preputium, dan bagian lain dari vulva.
Ritual pembersihan dan bentuk simbolik lainnya juga ditemukan, namun dalam jumlah yang sangat sedikit, sekitar 1,2% kasus. Dan setidaknya sekitar 60% praktik P2GP mencakup pemotongan atau penggoresan bagian organ genitalia seperti yang dilaporkan oleh responden orang tua.
Kasus selebihnya tidak diklasifikasikan oleh PSSK UGM sebagai tipe yang sesuai dengan klasifikasi WHO, 28% orang tua melaporkan jenis yang memotong bagian klitoris dan preputium dan 6% mengatakan bahwa P2GP dilakukan dengan penggoresan atau penggesekan bagian uretra.
Simbolik
Hanya sebagian kecil dukun (7.7%) melakukan P2GP secara simbolik dan tidak membahayakan dengan cara pembersihan ritual dengan menggunakan kunyit. Namun, tidak kita temukan adanya bidan yang melakukan P2GP secara simbolik. Sebanyak 23.3% sampai 43.3% bidan dan 11.5% sampai 34.6% dukun melakukan P2GP tipe 4.
Penelitian di atas juga menegaskan bahwa praktik P2GP menimbulkan rasa sakit dan sangat membahayakan karena praktik tersebut berisiko mengakibatkan perdarahan dan infeksi.
Data juga menunjukkan bahwa praktik P2GP dilakukan pada anak perempuan dengan umur yang sangat muda. Hampir setengah dari keseluruhan kasus P2GP dilakukan pada anak perempuan sebelum menginjak umur 4 bulan. Dan praktik P2GP ini juga dilakukan pada 24% anak perempuan sebelum mereka berusia 3 tahun.
Temuan kualitatif menyebutkan bahwa sebagian besar praktik P2GP orang tua lakukan ketika anak masih kecil. Sehingga anak sebagian besar anak perempuan tersebut tidak ingat atau tidak dapat menceritakan tentang kesakitan fisik yang ia alami terkait dengan pengalaman P2GP. Dalam hal praktik P2GP terhadap bayi dan balita, prosedur tersebut termasuk ke dalam pelayanan “paket melahirkan”.
Dalam masyarakat yang mempraktikkan P2GP, P2GP sendiri adalah norma sosial yang mendukung keyakinan bahwa proses ini menjadikan perempuan sempurna keislamannya.
Pemahaman agama terhadap praktik P2GP berkelindan antara budaya dan agama. Bahkan ada pula yang mempercayai bahwa praktik P2GP yang melakukannya secara turun termurun ini mampu mengendalikan hasrat seksual. Serta meningkatkan kesehatan reproduksi dan meningkatkan keharmonisan perkawinan.
Praktik P2GP telah menjadi tradisi yang masyarakat percaya sebagai aturan agama. Sehingga perlawanan bidan dan orang tua terhadap praktik tersebut tertutup oleh kekuatan tradisi dan keagamaan.
Meskipun sebagian besar orang tua meyakini bahwa praktik P2GP ada manfaatnya, 66% bidan tidak menganggap P2GP sebagai praktik yang diperlukan, 55% dari bidan mengetahui bahwa praktik tersebut dilarang oleh Kementrian Kesehatan. []