Suwe Ora Jamu, Upaya Perempuan Memutus Kejemuan Akan Jamu

suwe-ora-jamu,-upaya-perempuan-memutus-kejemuan-akan-jamu

Suwe Ora Jamu adalah salah satu usaha yang berhasil menghidupkan kembali tradisi minum jamu di tengah masyarakat modern, khususnya di Jakarta. Nova Dewi, pendiri Suwe Ora Jamu, berbagi kisah tentang bagaimana ide ini muncul dari kegundahannya saat pertama kali pindah ke Jakarta. 

Pada 2009, Nova yang gemar minum jamu hijrah dari Surabaya ke Jakarta. Ia merasakan perbedaan besar dalam hal akses terhadap jamu di ibu kota. Di tempat asalnya, jamu masih mudah ditemukan dan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Namun, di Jakarta, Nova merasa kesulitan untuk menemukan tempat menyeduh jamu yang cocok.

“Suwe Ora Jamu itu dimulai dari tahun 2012, terinspirasinya ketika saya datang ke Jakarta tahun 2009. Saya melihat bahwa di Jakarta, akses untuk minum jamu berbeda dengan di kota asal saya. Di kota saya, jamu masih mudah ditemukan, tapi di Jakarta, saya penasaran di mana bisa minum jamu,” ungkap Nova.

Dari Rasa Gundah ke Pasar Dunia

Nova mulai mengeksplorasi kedai-kedai jamu di Jakarta dan menyadari bahwa konsumen jamu di kota besar didominasi oleh orang-orang yang lebih tua. Generasi muda, menurutnya, kurang tertarik atau bahkan jarang terlihat mengonsumsi jamu. 

Kegundahan ini memicu ide untuk memperkenalkan jamu dengan cara yang lebih menarik dan relevan bagi orang muda. Tidak hanya itu, Nova juga ingin menciptakan tempat yang nyaman untuk minum jamu, layaknya kafe atau kedai di Jakarta, mengawinkan konsep modern dan tradisional dari Jamu itu sendiri.

“Saya mulai menjelajahi tempat-tempat yang masih menyajikan jamu, tetapi kebanyakan konsumennya adalah orang tua, sedangkan anak-anak muda jarang terlihat minum jamu. Saya merasa ada kebutuhan untuk menyambungkan kembali cerita jamu dengan generasi muda saat ini,” tambah Nova.

Baca Juga: Manis di Bibir, Pahit di Ladang: Tantangan Petani Kakao Perempuan di Indonesia

Kini, Suwe Ora Jamu mulai mendapatkan pengakuan, bahkan sampai ke pasar internasional. Nova melihat momentum yang tepat untuk memperkenalkan jamu ke dunia, terutama di tengah tren global yang mulai kembali kepada alam dan produk-produk alami. 

“Kami diajak untuk menjadi salah satu produk yang dipamerkan di event internasional, awalnya di Malaysia. Saya melihat di pasar internasional sudah ada tren ‘back to nature’, minuman-minuman natural, dan juga kesadaran terhadap isu keberlanjutan serta pemberdayaan perempuan,” kata Nova.

Membudayakan Jamu, Memberdayakan Perempuan

Dalam budaya tradisional, jamu memiliki peran dan fungsi yang besar dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, termasuk kesehatan seksual dan reproduksi perempuan. Nova menyadari bahwa jamu memang memiliki tujuan spesifik untuk kesehatan, tetapi ia menekankan bahwa kesehatan seksual bukanlah sesuatu yang tabu.

“Memang dalam budaya tradisional, minum jamu selalu ada tujuannya, baik untuk kesehatan maupun untuk tujuan spesifik lainnya. Tidak ada yang tabu sebenarnya, karena kesehatan itu luas, termasuk kesehatan seksual,” kata Nova.

Namun, ia merasa bahwa budaya minum jamu sering dinilai dari sudut pandang yang negatif, terutama ketika dikaitkan dengan kesehatan seksual perempuan. Nova berupaya melawan stigma ini dengan terus mempromosikan jamu sebagai upaya untuk menjaga kesehatan secara keseluruhan.

“Sayang kalau budaya ini dinilai dari sisi yang negatif. Minum jamu itu adalah upaya prevention, promotion, dan enjoyment, termasuk di dalamnya untuk kebutuhan kesehatan seksual. Kita seharusnya bisa menghargai aspek budaya yang kaya ini,” lanjut Nova.

Baca Juga: Mendominasi Tapi Tersisih, Menilik Pentingnya Dukungan bagi Perempuan Pengelola UMKM

Selain menghadapi tantangan dalam mempromosikan manfaat kesehatan jamu, Nova juga menyadari adanya hambatan gender dalam menjalankan usahanya. Ia mencatat adanya perbedaan pandangan di masyarakat ketika perempuan berbicara tentang topik-topik yang berkaitan dengan seksualitas.

“Namun, ada perbedaan pandangan ketika perempuan berbicara tentang hal-hal terkait seksualitas, padahal laki-laki boleh membahasnya tanpa masalah. Sayang sekali ketika perempuan dianggap tidak pantas membicarakan hal itu, sementara kita semua punya kebutuhan yang sama,” tegas Nova.

Hal ini, menurut Nova, sering kali menimbulkan candaan yang tidak menghargai, terutama ketika penjual jamu perempuan diidentikkan dengan hal-hal yang berkaitan dengan fisik dan seksualitas. Tubuh penjual jamu kerap kali dijadikan candaan seksis di masyarakat. Stigma ini menjadi salah satu tantangan besar yang ia hadapi sebagai perempuan di bisnis jamu.

“Kadang hal ini jadi bahan candaan yang tidak menghormati. Seolah-olah karena penjual jamu perempuan memiliki tubuh yang sehat, jadi dianggap berhubungan dengan seksualitas. Itu tidak adil, dan saya merasa itu kurang menghargai nilai dari produk budaya kita,” tambahnya.

Baca Juga: Meneropong Hilal RUU Masyarakat Adat dari Lensa Perempuan Adat

Suwe Ora Jamu tidak hanya fokus pada pelestarian tradisi jamu, tetapi juga pada pemberdayaan perempuan. Nova bangga bahwa 85 persen tim manajemennya terdiri dari perempuan, yang terus diberdayakan dan dilatih untuk menjadi profesional di industri ini. Ia percaya bahwa orang muda, terutama perempuan, bisa menjadi ujung tombak dalam melestarikan budaya jamu.

“Kami ingin mematahkan stereotip gender ini dan mendorong mereka untuk menjadi profesional dalam mempromosikan jamu sebagai bagian dari budaya Indonesia dan tradisi kesehatan yang kaya,” kata Nova.

Melalui Suwe Ora Jamu, Nova tidak hanya memperjuangkan pelestarian jamu sebagai produk budaya, tetapi juga mendorong generasi muda untuk bangga dan percaya diri dalam melanjutkan tradisi ini. Narasi jamu sebagai “ancient wellness tradition” terus diperjuangkan oleh Nova dan timnya dengan pendekatan yang lebih modern namun tetap menghargai akar budaya.

“Jamu itu ancient wellness tradition sebenarnya, tradisi kesehatan kuno Indonesia yang kaya, dan penting untuk terus dilestarikan. Jamu harus dipromosikan dengan narasi budaya dan kesehatan yang mendalam, bukan cuma sebagai produk komersial,” ujar Nova.

Baca Juga: Deurbanisasi dan Kekuatan Perempuan Desa Datah Dian: Revolusi Tenang dari Pedesaan

Nova juga berharap bahwa masyarakat lebih mendukung upaya pelestarian jamu dan tidak terus membiarkan stereotip negatif menghalangi pertumbuhannya. Dukungan masyarakat, menurutnya, sangat penting untuk menjaga keberlanjutan tradisi ini.

“Perlu dukungan masyarakat sehingga tidak ada stereotipe negatif terhadap jamu atau penjualnya,” tutup Nova.

Menambah pengakuan terhadap jamu sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTb) oleh UNESCO. Hilmar Farid, Direktur Jenderal Kebudayaan menekankan bahwa prestasi pengakuan jamu dapat menjadi tonggak pelestarian cagar budaya dan pemajuan kebudayaan secara luas.

“Pengakuan ini menjadi realisasi peta jalan pelestarian cagar budaya dan pemajuan kebudayaan,” ujarnya.

Baca Juga: Kisah Para Perempuan Penjaga Hutan Merawat Peradaban Pengetahuan di Dayak Kualan

Lebih lanjut, Hilmar mengingatkan bahwa setelah ditetapkan sebagai warisan dunia oleh UNESCO, masyarakat Indonesia tidak hanya bisa merasa bangga, tetapi juga memiliki tanggung jawab besar untuk terus melestarikan jamu. Pengakuan ini diharapkan akan semakin memperkuat posisi jamu sebagai warisan budaya Indonesia, tidak hanya di pasar lokal, tetapi juga di panggung internasional.

“Setelah ditetapkan sebagai warisan dunia oleh UNESCO, selain bangga, kita juga punya tugas untuk terus melestarikan warisan ini. Hal ini sebagai kontribusi Indonesia untuk peradaban dunia,” ucap Hilmar.

(Sumber foto: Instagram Suwe Ora Jamu)

(Artikel ini merupakan kerja sama Konde.co dengan Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi)

0
joy
Joy
0
cong_
Cong.
0
loved
Loved
0
surprised
Surprised
0
unliked
Unliked
0
mad
Mad
Suwe Ora Jamu, Upaya Perempuan Memutus Kejemuan Akan Jamu

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Install App

By installing our application, you can access our content faster and easier.

Login

To enjoy Kabarwarga privileges, log in or create an account now, and it's completely free!

Follow Us