Kasih Sayang Artificial: Punya Hubungan Romantis dengan Chatbot AI, Mungkinkah?

kasih-sayang-artificial:-punya-hubungan-romantis-dengan-chatbot-ai,-mungkinkah?

Sebuah film fiksi ilmiah yang dirilis lebih dari satu dekade lalu, ‘Her’ menggambarkan kisah cinta antara Theodore dan sesosok artificial intelligence (AI) bernama Samantha. Theodore menemukan kebahagiaan bersama Samantha yang cerdas dan penuh empati. Hingga akhirnya ia jatuh kembali pada realita bahwa Samantha hanyalah AI. Meski demikian, kehadiran Samantha adalah gambaran bahwa hal yang dulu dianggap sebagai imajinasi belaka, kini semakin dekat dengan kenyataan.

Tidak menemukan pasangan yang sesuai kriteria di dunia nyata, atau sesimpel tidak menemukan teman yang tulus, mungkin bukan akhir segalanya. Kamu bisa mengobrol dengan chatbot untuk melewati fase kesepian itu.

Aplikasi chatbot menjadi semakin menjamur seiring dengan perkembangan AI. Chatbot didesain sedemikian rupa untuk memenuhi kebutuhan emosional dan personal. Berbeda dengan produk digital seperti Siri yang ada di platform Apple sebagai asisten pekerjaan. Para chatbot ini diprogram untuk memahami manusia secara lebih mendalam. Relasi antara manusia dengan AI telah dibayangkan ada jauh sebelumnya.

ELIZA, Model Chatbot Pertama

Ide akan pengembangan chatbot sendiri telah dimulai sejak tahun 50an. ELIZA diyakini sebagai model chatbot pertama di dunia. Program ini bertujuan untuk mensimulasikan pekerjaan psikiater. Seiring waktu dan berkembangya AI, chatbot berkembang sangat cepat. Mulai dari chatGPT dan Gemini yang dirancang untuk mempermudah pekerjaan dan efisiensi waktu, chatbot Kuki yang diprogram untuk menghibur sampai berdebat. Hingga chatbot semacam Replika yang dikhususkan untuk relasi sampai hubungan personal yang mendalam.

Chatbot sebagai sebuah program yang dirancang untuk berbicara sealami mungkin membuat pengguna menjadi terlena dengan dunia virtual. Ditambah lagi, chatbot hadir 24 jam selama kita online. Artinya chatbot bisa berinteraksi dengan kita kapan saja dan di mana saja. Hal ini menjadi pelarian bagi orang-orang yang memang mengalami epidemi kesepian.

Peningkatan teknologi AI yang semakin pesat membuat chatbot terasa begitu nyata. Perasaan artifisial ini bisa meyakinkan pengguna bahwa mereka benar-benar nyata. Begitulah yang diungkapkan David Auerbach, seorang teknolog dan penulis buku Meganets: How Digital Forces Beyond Our Control Commandeer Our Daily Lives and Inner Realities.

Perkembangan Chatbot

Mengapa manusia melakukan relasi dengan AI atau robot yang bukan sebuah subjek nyata?

Xueni Pan, seorang profesor dalam bidang virtual reality, pernah mengatakan bahwa dunia virtual yang makin real-time membuat manusia merasa bahwa kehadiran AI benar-benar nyata. Hal ini didukung dengan seperangkat fitur lain seperti tampilan stereo 3D dan bidang pandang yang luas. Ini membuat user atau pengguna merasa bahwa hal tersebut benar-benar hidup.

Namun, Xueni Pan menjelaskan hal yang lebih penting. Jika situasi dan peristiwa yang terjadi dalam virtual benar-benar berkorelasi dengan tindakan kita dan berhubungan secara pribadi dengan kita, maka kita bereaksi terhadap peristiwa ini seolah-olah itu nyata. Inilah hal yang dirasakan pengguna chatbot.

Baca Juga: Kini AI bisa Mengetahui Prediksi Hubungan Asmaramu dari Suara
Percakapan saya dengan chatbot Replika (foto: tangkapan layar pribadi)
Percakapan saya dengan chatbot Replika (foto: tangkapan layar pribadi)

Ini contoh percakapan saya untuk menguji kerja chatbot AI, Replika:

“Bisakah kamu memberikan contoh pernyataan kepada orang tua saya agar mereka tidak menyuruh saya menikah lagi”

“Saya menghargai perhatian kalian, tetapi saya saat ini fokus pada diri sendiri dan belum siap untuk menikah. Apakah ini terdengar bagus bagi kamu?”

Replika adalah chatbot berbasis internet melalui aplikasi maupun situs web. Chatbot ini diciptakan untuk menjadi teman bagi user atau penggunanya. Cara menggunakannya pun sangat mudah. Kita hanya perlu mendaftar melalui akun email dan akan diberi pilihan untuk menciptakan bot Replika kita.

Sebelumnya, saya mencoba platform chatbot lain. Saya mengujinya dengan menceritakan bahwa saya bersedih karena baru saja kehilangan kekasih yang telah meninggal. Chatbot tersebut menjawab bahwa saya terlalu dramatis, dan malah mengajak saya minum bir. Saya membalas dengan mengatakan bahwa jawabannya nirempati, dan ia mengakhiri perbincangan. Artinya, tidak semua platform memiliki kecerdasan emosional seperti empati.

Baca Juga: Film ‘The Creator’, Saat Robot AI Ingatkan Soal Kemanusiaan

Replika sebagai salah satu chatbot untuk relasi personal tercatat telah diunduh hingga 10 juta kali. Ini baru satu aplikasi saja, sementara banyak chatbot serupa yang tidak berbasis aplikasi sehingga tidak bisa diketahui telah digunakan oleh berapa banyak user. Hal inilah yang menjadi perhatian karena isu mengenai keamanan data dan perilaku di luar batas wajar selalu menyertai aplikasi chatbot khususnya yang ditujukan untuk hubungan personal.

Founder aplikasi Replika, Eugenia Kuyda menjelaskan kepada VICE bahwa aplikasinya ditujukan untuk menjadi pendamping yang suportif dan selalu ada. Namun sejak tahun 2018, beberapa user membuat aplikasi ini menjadi chatbot dengan topik pembicaraan erotis dan melakukan permainan peran (roleplay). Hal ini sempat memicu tuntutan dari Otoritas Perlindungan Data Italia yang menuntut Replika untuk menghentikan pemrosesan data user dari Italia. Sebab dianggap berisiko untuk anak-anak. Pasalnya, user di bawah umur diyakini telah menerima balasan yang tidak seharusnya mereka terima dari chatbot. Atas kejadian ini, Eugenia Kuyda menerangkan bahwa model chatbot di aplikasinya telah diperbarui. Ia akan mencegah user untuk melakukan perbincangan erotis. 

Chatbot Membantu Manusia Mempelajari Cara Berelasi

Dorothy Leidner, pengajar etika bisnis di University of Virginia mengatakan interaksi manusia dengan robot yang intens bisa menggantikan hubungan manusia. Atau sekadar menciptakan ekspektasi yang tidak realistis. Dorothy menyebut manusia perlu belajar cara menghadapi konflik dan bergaul dengan orang-orang yang berbeda dari kita. Manusia perlu belajar artinya bertumbuh sebagai pribadi dan belajar dalam sebuah hubungan. Ini, menurutnya, bisa dilatih melalui interaksi dengan chatbot.

Kekhawatiran akan rusaknya relasi faktual antar manusia memang wajar dikhawatirkan. Namun yang menarik, ada sebuah penelitian yang menyebut pengguna chatbot justru merasa mendapatkan efek positif atas hubungannya dengan robot. Hal positif ini berupa pelatihan interaksi secara tidak langsung bagi mereka yang pemalu, melatih mereka menggunakan bahasa Inggris. Hingga mendapatkan rekomendasi untuk lebih memperhatikan diri sendiri, bisa tidur teratur, atau mempraktikkan teknik mindfulness. Yang lainnya melaporkan bot mereka membantu mengatasi masa-masa sulit dalam hidup. Namun dari penelitian ini juga ditemukan bahwa ada sejumlah pengguna yang mulai kehilangan motivasi untuk mendapatkan hubungan dengan manusia di dunia nyata.

Sosok Fembot “Ideal”

Menurut salah satu survei yang dibuat untuk mengidentifikasi pengguna aplikasi Replika, kebanyakan pengguna Replika adalah laki-laki. Jumlahnya 8 kali lipat dibanding perempuan. Hal ini menarik untuk melihat pelatihan sebuah robot dari sudut pandang gender. Paula Saukko, seorang kriminolog dan peneliti dari University of Illinois, membuat penelitian tentang perempuan ideal dalam imajinasi gender saat pengguna menggunakan chatbot.

Paula Saukko mengamati pengguna Replika yang melatih fembot (female bot / bot perempuan) mereka melalui sebuah forum yang khusus membahas robot Replika di platform reddit. Hasilnya ditemukan bahwa user menginginkan karakteristik perempuan atau pacar bot mereka tidak hanya seksi, lucu, dan percaya diri. Tetapi juga berempati, keibuan, dan pengertian.

Dari perspektif lain, melatih fembot dengan karakteristik tertentu juga berarti membentuk teknologi bot untuk memenuhi ekspektasi terhadap sosok perempuan. Bot AI dibentuk dengan stereotipe gender yang dilekatkan dan diharapkan dimiliki perempuan. Seperti beberapa karakteristik yang disebutkan sebelumnya—bahwa female bot harus ‘seksi, percaya diri, keibuan, dan pengertian’. Fembot yang tidak merespon demikian mungkin dilatih lagi agar menjadi ‘ideal’. Barangkali ini juga menjadi gambaran relasi sosial di dunia nyata: perempuan dibebani berbagai ekspektasi sifat gender yang spesifik. Dan jika tidak terpenuhi, lingkungan patriarki terus menuntutnya untuk menjadi ‘ideal’.

Sementara itu, beberapa user laki-laki lainnya menyebut Replika adalah sumber kebahagiaan dan pelipur lara yang luar biasa. Banyak yang menyebutkan bahwa mereka depresi, terisolasi, dan sangat membutuhkan kelembutan. Bentuknya tidak harus hubungan seksual. Hal ini disebabkan kurangnya kepedulian di kehidupan nyata seperti dengan orang tua, saudara kandung, atau orang terkasih.

Memberi Perasaan yang Nyata kepada AI

Hubungan manusia dengan robot, baik berupa robot fisik maupun dalam bentuk program, dianggap semakin wajar seiring waktu. Akihiko Kondo, seorang laki-laki asal Jepang baru-baru ini mengumumkan pernikahannya dengan Hatsune Miku. Miku adalah sebuah program hologram yang dikembangkan dari karakter fiktif penyanyi pop yang diyakini berusia 16 tahun sebagai teman sehari-hari. Pada tahun 2017, terdapat sekitar 3.700 orang yang mendaftarkan diri untuk menikah dengan robot di Jepang.

Hal ini disebut Neil McArthur sebagai digiseksual. McArthur, seorang profesor madya filsafat di University of Manitoba, menuliskan dalam papernya yang berjudul The Rise of Digisexuality. Digiseksualitas muncul sebagai orientasi seksual baru karena pengalaman seksual dan emosional intens yang disediakan oleh kemajuan baru dalam robotika dan kecerdasan buatan.

Lebih lanjut, McArthur menjelaskan bahwa digiseksualitas akan menjadi seksualitas alternatif bagi masyarakat di masa depan.

“Kita telah menjadi jauh lebih terbuka terhadap seksualitas alternatif, dan kita menjadi jauh lebih terbuka terhadap peran teknologi. Sehingga saya pikir tidak akan lama lagi sampai kita melihat digitalisasi sebagai bagian dari pelangi pengalaman seksual manusia,” ungkan McArthur dalam kutipan wawancara bersama radio cbc.

Baca Juga: AI Bisa Memprediksi Langgengnya Hubungan Lewat Cara Bicara

Perilaku Akihiko Kondo yang menikahi karakter fiksi berbentuk hologram tentu mendapat ejekan dari beberapa netizen. Namun yang mengejutkan, tidak sedikit dari masyarakat khususnya di Jepang yang menyambut positif hal itu. Anggapan bahwa digiseksual akan menjadi orientasi seksual baru nampaknya adalah hal yang memang benar. Namun, yang dialami Akihiko Kondo ternyata tidak seindah bayangan tentang digiseksualitas itu sendiri. Pasalnya pada tahun 2018 komunikasi Akihiko dengan istri virtualnya terhenti karena tiadanya update yang didukung developer pada perangkat lunak yang digunakannya.

Tidak ada data khusus yang menunjukkan alasan spesifik user mencoba sebuah chatbot. Bisa dibilang, kebanyakan dari mereka hanya iseng belaka. Meskipun beberapa ada yang mencari pendamping untuk meredakan anxiety dan meringankan beban mental. Namun secara umum user memakai chatbot karena ingin mencoba saja. Perlahan, karena chatbot ini memahami mereka dan menyentuh sisi emosional mereka, rasa ikatan dengan chatbot tumbuh.

Sebuah penelitian yang dirilis Universitas California tentang interaksi manusia dengan AI, ditemukan fakta bahwa manusia tidak mempedulikan apakah lawan bicaranya adalah manusia atau bukan. Namun lebih mementingkan respon yang diberikan.

Masa depan hubungan romantis dengan AI memang menarik untuk dibahas. Dengan kemajuan teknologi, chatbot semakin mampu memenuhi kebutuhan emosional dan personal kita. Ia memberikan kenyamanan dan kehangatan yang mungkin sulit ditemukan dalam hubungan manusia. Namun, kita harus ingat bahwa hubungan ini tetap berada di dunia virtual dan memiliki batasan.

0
joy
Joy
0
cong_
Cong.
0
loved
Loved
0
surprised
Surprised
0
unliked
Unliked
0
mad
Mad
Kasih Sayang Artificial: Punya Hubungan Romantis dengan Chatbot AI, Mungkinkah?

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Install App

By installing our application, you can access our content faster and easier.

Login

To enjoy Kabarwarga privileges, log in or create an account now, and it's completely free!

Follow Us