Membangun Keluarga Ideal itu Diupayakan, Tak Cukup Dibayangkan!

membangun-keluarga-ideal-itu-diupayakan,-tak-cukup-dibayangkan!

“Harta yang paling berharga adalah keluarga…”

Mubadalah.id – Begitulah penggalan lirik lagu yang mungkin telah masyhur kita dengar selama ini. Lagu yang Bunga Citra Lestari senandungkan ini memberitahu kita bahwa di antara sekian banyak jenis ‘harta’ yang dimiliki seseorang, tetaplah keluarga yang kita anggap sebagai ‘harta’ paling utama dan berharga.

Memang benar adanya bahwa keluarga adalah harta yang paling berharga. Namun, dengan catatan relasi antar anggota keluarga di dalamnya berjalan seimbang dan sesuai dengan prinsip keislaman dan kemanusiaan.

Kalau tidak demikian, keluarga agaknya tidak lagi menjadi harta paling berharga yang mendatangkan kebahagiaan dan kedamaian hidup. Melainkan justru menjadi sumber kesedihan dan kenestapaan dalam kehidupan. Oleh sebab itu, sebelum kita memutuskan menikah, kita mesti mengukur diri kita sendiri.

Apakah kita bersama pasangan kita sudah mampu membangun dan mewujudkan keluarga ideal—yang kita ibaratkan harta paling berharga. Di mana di dalamnya terpancar sumber kebahagiaan dan kedamaian hidup, ataukah belum? Bila belum, maka persiapkan diri terlebih dahulu sebelum menikah. Karena, ketika kita sudah siap, bukan sekadar ingin menikah, membangun keluarga ideal akan terasa lebih mudah.

Konsep Keluarga Ideal

Terlepas dari sudah siap menikah ataukah belum, kita yang notabene saat ini masih lajang perlu mengetahui bahwa pernikahan yang sukses adalah pernikahan yang berhasil membangun keluarga ideal. Mengenai konsep keluarga ideal ini sendiri, setiap individu tetnunya punya perspektif sendiri-sendiri.

Namun, dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan gagasan tentang konsep keluarga ‘ideal’ yang sebisa mungkin harus berhasil diwujudkan oleh umat Islam. Lantas, bagaimana sih konsep keluarga ideal itu?

Beberapa waktu lalu, penulis mendapatkan perspektif baru tentang konsep keluarga ideal dari Dr. Mohammad Nasih, M.Si. (Pengasuh Pesantren Nurul Furqon Rembang). Beliau menuturkan bahwa konsep keluarga ideal yang beliau gagas sejatinya terinspirasi dari QS. Ali Imran ayat 14.

Dalam surat tersebut, Allah SWT berfirman:

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوٰتِ مِنَ النِّسَآءِ وَالۡبَـنِيۡنَ وَالۡقَنَاطِيۡرِ الۡمُقَنۡطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالۡفِضَّةِ وَالۡخَـيۡلِ الۡمُسَوَّمَةِ وَالۡاَنۡعَامِ وَالۡحَـرۡثِ​ؕ ذٰ لِكَ مَتَاعُ الۡحَيٰوةِ الدُّنۡيَا ​ۚ وَاللّٰهُ عِنۡدَهٗ حُسۡنُ الۡمَاٰبِ‏

Artinya: “Dijadikan tampak indah dalam pandangan manusia cinta terhadap nafsu, berupa wanita-wanita, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik.” (QS. Ali Imran:14).

Dari ayat di atas, disebutkan bahwa ada tiga hal yang lazim manusia cintai. Hampir tidak ada manusia yang tidak menaruh cinta terhadap ketiganya. Sebab, ketiganya disinyalir oleh mayoritas manusia di dunia ini sebagai perkara yang dapat mendatangkan kebahagiaan dan kedamaian hidup bagi yang memilikinya.

Berangkat dari gagasan beliau di atas, dalam hemat penulis pribadi, tiga perkara tersebut akan sangat cocok bila kita jadikan prasyarat sekaligus modal utama dalam membangun keluarga yang ideal. Karena, keluarga yang telah berhasil memenuhi tiga perkara ini, peluang mendapatkan kebahagiaan dan kedamaian hidup relatif jadi lebih besar. Adapun ketiga prasyarat sekaligus modal utama yang penulis maksud meliputi:

Satu, pasangan yang berkomitmen

Aspek pertama ini erat kaitannya dengan prinsip kafa’ah (keserasian). Pasangan relatif bisa berkomitmen dalam menjalani hubungan pernikahan dalam balutan cinta dan kasih sayang bilamana ia memiliki visi misi dan tujuan hidup yang sama dengan pasangannya.

Oleh sebab itu, sebelum menikah, kita wajib memperhatikan betul tentang prinsip kafa’ah ini. Sebab, tanpa adanya prinsip kafa’ah, berkomitmen menjalani hubungan dengan pasangan akan terasa sangat berat.

Dua, anak-anak yang menyenangkan

Aspek kedua erat kaitannya dengan ilmu parenting yang tepat. Memiliki anak yang menyenangkan hati kedua orang tuanya—salih salihah, cerdas, bermoral, dan seterusnya—tidak bisa simsalabim begitu saja terwujud dengan sendirinya. Melainkan perlu kita upayakan dengan sepenuh hati dan segenap jiwa raga melalui pola parenting dan pendidikan yang tepat guna.

Di samping ilmu parenting yang tepat, kita sebagai orang tua juga harus punya kesiapan dan keseriusan dalam mengasuh dan mendidik anak. Sebab, tanpa adanya kesiapan dan keseriusan, anak tidak akan terasuh dan terdidik secara optimal.

Hal ini mengakibatkan proses tumbuh kembangnya, baik dari segi afektif, kognitif, maupun psikomotoriknya, mengalami hambatan. Hambatan demikian bila terus terjadi sebab ketidaksiapan dan ketidakseriusan kita tadi akan menghasilkan anak yang tidak ‘menyenangkan’, dan justru ‘merepotkan’ orang tuanya di masa mendatang. Na’udzubillah.

Tiga, memiliki harta yang berlimpah, berupa: uang yang banyak, kendaraan yang fungsional, dan juga peternakan dan perkebunan

Aspek ketiga erat kaitannya dengan kemandirian finansial. Memiliki kemandirian finansial adalah suatu hal yang penting dan harus ada dalam membangun keluarga. Tanpa adanya kemandirian finansial, berbagai aktivitas dan hajat-hajat kehidupan seringkali terbengkalai dan tidak bisa berjalan sebagaimana kita kehendaki.

Maka, mengusahakan memiliki kemandirian finansial sejak muda adalah suatu keniscayaan sebelum memutuskan untuk mengarungi bahtera pernikahan bersama pasangan dan kemudian membangun keluarga yang ideal.

Nah, dari penjelasan di atas, hendaknya ketiga aspek tersebut menjadi perhatian penting bagi anak muda yang hendak menikah. Sebab, pernikahan yang kemudian berlanjut membangun keluarga ideal merupakan sebuah ibadah dengan perjalanan panjang yang ditempuh oleh sepasang kekasih.

Maka, tidak ada salahnya—dan justru memang seharusnya—bila sebelum menempuh perjalanan panjang ini, kita bersiap diri sebaik mungkin agar tidak mengalami hambatan ketika menempuh perjalanan panjang tersebut nantinya.

Melalui tulisan ini, penulis tidak mengajarkan menjadi seorang muslim atau muslimah yang ‘gila duniawi’. Tetapi ingin mengajak umat Islam untuk berpikir kritis dan logis dalam menjalani kehidupan. Bahwa selama kita masih hidup di dunia ini, bagaimanapun juga kita tetap butuh terhadap beberapa hal duniawi tersebut.

Namun, sebutuh apapun kita terhadap beberapa hal duniawi tersebut, jangan sampai membuat kita terlena karenanya. Justru kita raih kesuksesan ukhrawi dengan berhasil ‘menundukkan’ hal-hal duniawi tadi, sehingga mindset yang terbangun adalah ‘kuasai aspek duniawi untuk berjuang menggapai kesuksesan ukhrawi’, bukan ‘kuasai aspek duniawi dan tidak usah pikirkan urusan ukhrawi’.

Terakhir, dari ketiga aspek yang menjadi modal utama dalam membangun keluarga ideal sebagaimana telah saya jelaskan di atas, sudahkah kita memiliki semua itu? Jika belum, teruslah semangat bekerja dan jangan lupa berdoa kepada-Nya. Karena, membangun keluarga ideal itu perlu kita upayakan, tak cukup kita bayangkan! Wallahu a’lam. []

0
joy
Joy
0
cong_
Cong.
0
loved
Loved
0
surprised
Surprised
0
unliked
Unliked
0
mad
Mad
Membangun Keluarga Ideal itu Diupayakan, Tak Cukup Dibayangkan!

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Install App

By installing our application, you can access our content faster and easier.

Login

To enjoy Kabarwarga privileges, log in or create an account now, and it's completely free!

Follow Us