Belum lama berselang publik dikagetkan dengan kasus penganiayaan terhadap anak oleh pemilik day care (penitipan anak) di Depok, Jawa Barat. Kasus ini muncul saat momen peringatan hari anak nasional. Tentu ini jadi sebuah ironi.
Orang tua korban melaporkan kasus ini ke Polres Metro Depok. Polisi kemudian menangkap MI, pemilik day care, atas dugaan penganiayaan terhadap dua anak yang berada di bawah pengasuhannya. Sementara korban dikabarkan mengalami dampak psikis dan fisik. Saat tulisan ini dibuat, polisi masih melakukan penyidikan untuk mendalami motif MI melakukan kekerasan terhadap korban.
Kasus MI menambah daftar kekerasan anak di Indonesia. Merujuk data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI sebanyak 16.854 anak menjadi korban kekerasan pada 2023.
Selain itu, kasus ini juga sangat disayangkan karena terjadi di tempat yang seharusnya menjadi ruang aman bagi anak. Apalagi day care menjadi jalan keluar bagi keluarga yang karena alasan tertentu tidak memiliki kesempatan untuk terlibat secara penuh di dalam aktivitas pengasuhan anak.
Baca Juga: Best Father, Ini Sebutan Lumrah atau Glorifikasi untuk Para Ayah?
Saya melihat kasus MI menyiratkan dua situasi penting yang perlu direspons bersama-sama. Pertama, siapapun bisa menjadi pelaku kekerasan terhadap anak. Catatan Tahunan (Catahu) Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan menunjukkan tren serupa. Orang tua, keluarga, guru, pengasuh, dan orang-orang terdekat yang seharusnya menjadi ruang aman bagi korban justru menjadi pelaku kekerasan terhadap anak perempuan.
Kedua, kasus MI turut memperlihatkan bahwa belum semua orang memiliki perspektif yang cukup terkait hak-hak anak. Bahkan bagi mereka yang melakukan kerja-kerja pengasuhan dan menaruh perhatian pada isu anak sekalipun.
Seorang MI yang merupakan pemengaruh (Influencer) untuk isu parenting malah absen di dalam penegakan hak anak dengan menjadi pelaku kekerasan. Karena itu, kasus MI kiranya menjadi momen penting untuk mendiskusikan kembali pengasuhan yang berperspektif terhadap hak-hak anak.
Pengasuhan Ramah Anak, Sebuah Hak yang Harus Dipenuhi
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak sudah mengatur 10 hak yang melekat pada anak. Salah satunya adalah perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Hal yang perlu dicatat, pemenuhan hak tersebut tidak hanya berhenti pada tanggung jawab negara. Artinya, setiap orang yang berinteraksi dengan anak di lingkungan hidupnya, terutama orang tua dan mereka yang bekerja untuk pengasuhan anak (seperti petugas day care), perlu berkontribusi untuk memastikan hak tersebut terpenuhi.
Lebih lanjut, nir kekerasan bukan satu-satunya aspek penting dalam pengasuhan yang ramah dan berperspektif hak anak. Selain perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, Undang-Undang Perlindungan Anak juga mengatur beberapa hak lain yang relevan untuk disorot dalam konteks pengasuhan/parenting.
Pertama, hak untuk mendapatkan pendidikan. Sudah cukup jelas bahwa pendidikan sangat berguna bagi anak untuk bisa berkembang dan berpartisipasi di dalam masyarakat. Dalam konteks pengasuhan, aturan ini tidak bisa sekadar diterjemahkan dalam bentuk menyekolahkan anak.
Baca Juga: Pengalaman Nikita Willy dan Indra Priawan: Pengasuhan Anak Bukan Cuma Urusan Perempuan
Orang tua, anggota keluarga terdekat, dan mereka yang bekerja untuk pengasuhan anak, idealnya menjadi sumber belajar pertama bagi anak, sekaligus menemukenali kebutuhan dan bakat minat anak dalam belajar. Aktivitas pengasuhan juga bisa menjadi momen penting untuk menegosiasikan nilai-nilai dasar maupun pengetahuan lain yang mungkin luput ditanamkan lembaga pendidikan.
Kedua, hak untuk mendapatkan asupan gizi dan makanan. Asupan nutrisi yang cukup akan memberikan dampak positif terhadap tumbuh kembang anak, termasuk mendukung anak dalam proses belajar. Pemenuhan hak ini juga perlu dilakukan dengan cara yang berpihak pada hak anak. Orang tua, keluarga, dan mereka yang bekerja untuk pengasuhan anak juga mesti memastikan makanan yang diberikan kepada anak sesuai dengan standar pemenuhan gizi anak.
Ketiga, hak untuk rekreasi. Selain pendidikan dan asupan gizi, rekreasi adalah aspek penting lain yang sayangnya jamak terlupakan. Banyak orang tua, keluarga, atau mereka yang bekerja untuk pengasuhan anak terlalu banyak berfokus mewajibkan anak untuk makan, belajar, dan istirahat. Padahal anak juga perlu untuk bermain, bertemu, dan berinteraksi dengan orang lain, paling tidak teman sebayanya. Anak yang memiliki kesempatan rekreasi juga akan bertumbuh dan berkembang secara lebih optimal.
Keempat, hak untuk mendapatkan kesamaan. Hak ini mengimbau orang tua, anggota keluarga, dan siapapun yang bekerja untuk pengasuhan anak untuk menempatkan anak dalam posisi yang setara dengan orang dewasa yang berada di lingkungan hidupnya. Hak ini bisa dipenuhi misalnya dengan memberikan kesempatan bagi anak untuk menyatakan pendapatnya dan mengambil keputusan terkait dirinya sendiri. Termasuk memilih apa yang ia sukai dan tidak ia sukai, serta membiarkan anak mengeksplorasi bakat dan minatnya.
Yang Perlu Dipertimbangkan Sebelum Menitipkan Anak di Day Care
Dari refleksi tentang hak-hak anak di atas, tulisan ini hendak merekomendasikan hal-hal yang bisa jadi pertimbangan orang tua dan anggota keluarga sebelum memutuskan untuk menggunakan sebuah layanan day care.
Pertama, soal kapasitas dan kredibilitas layanan day care. Hal ini paling mudah bisa ditelusuri lewat informasi-informasi resmi yang tersedia di laman situs web sebuah layanan day care. Umumnya laman tersebut akan memuat visi misi yang mencerminkan nilai-nilai utama yang mereka internalisasikan di dalam memberikan layanan. Jika belum cukup yakin, informasi resmi tersebut juga bisa diseimbangkan dengan testimoni para konsumen yang bisa dicari lewat media sosial atau berbagai platform lainnya.
Akan lebih baik lagi, apabila orang tua dan anggota keluarga bisa menanyakan hal-hal yang lebih detail secara langsung kepada day care. Seperti, apakah mereka memiliki kebijakan internal terkait anti kekerasan terhadap anak? Apakah mereka memiliki mekanisme mitigasi untuk merespons dugaan kekerasan terhadap anak? Apakah mereka memiliki izin resmi dari pemerintah daerah? Berapa jumlah petugas yang bertanggung jawab dalam kerja-kerja pengasuhan? Berapa anak yang berada dalam tanggung jawab setiap petugas? Apakah daycare menyediakan akses peningkatan pengetahuan terhadap perspektif ramah anak bagi petugas? Dan lain sebagainya.
Baca Juga: Klinik Hukum Perempuan: Pengasuhan Anak yang Orangtuanya Pisah, Tanggungjawab Siapa?
Kedua, soal layanan yang disediakan. Orang tua dan anggota keluarga perlu memastikan kegiatan yang dilakukan oleh anak selama diasuh di day care. Apakah anak sekadar dititipkan dan dibiarkan bermain dengan pengawasan tertentu? Atau anak juga akan mendapatkan pendidikan alternatif dan dukungan makanan? Jika terdapat pendidikan alternatif, aktivitas pembelajaran apa saja yang diberikan? Apakah para petugas yang bertanggungjawab untuk mengajar juga terikat dengan kebijakan anti kekerasan terhadap anak? Kemudian, jika terdapat dukungan pemberian makanan, asupan apa saja yang akan diterima oleh anak? Apakah ada ahli kesehatan yang dilibatkan dalam memilih makanan yang sehat untuk anak? Dan lain sebagainya.
Mendapatkan pengasuhan yang sehat, ramah, dan bebas dari kekerasan pada dasarnya adalah hak anak yang proses pemenuhannya memerlukan kontribusi banyak orang. Karena itu sangat penting bagi orang tua dan anggota keluarga untuk punya pertimbangan matang sebelum menitipkan anak di day care.
Di sisi lain, pemerintah daerah juga perlu meningkatkan pengawasan terhadap keberadaan layanan day care. Memastikan mereka terikat dan memiliki komitmen terhadap regulasi perlindungan anak yang berlaku. Sementara itu, pengelola day care juga perlu memastikan sumber daya manusia yang dilibatkan mendapatkan akses pengetahuan yang cukup terkait pemenuhan hak-hak anak. Termasuk mitigasi pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap anak.