Mubadalah.id – Belum lama ini, saya terlibat dalam diskusi interaktif anak muda dengan topik “Stunting: Kita Bisa Apa?” Saat itu, Kak Wulan dari Platform Komunitas Girls Support Girls yang memantik diskusi kami. Seru, asik, dan tentunya hangat. Meskipun kami belum menikah, apalagi memiliki pengamalan tentang kehamilan, namun kami sangat tertarik dan berhasil mendapatkan banyak insight tentang stunting.
Sedikit ingatan yang ingin saya bagikan kepada teman-teman melalui tulisan ini yaitu tentang mitos-mitos stunting. Pemahaman stunting yang salah kaprah, dapat menajamkan stigma terhadap anak dan Perempuan lho!
Apa itu stunting?
Sebelum bicara mitos, mengetahui makna stunting juga sama pentingnya. Menurut WHO, stunting merupakan gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang. Biasanya stunting ditandai dengan panjang atau tinggi badan anak yang berada di bawah standar.
Faktanya, stunting bisa terjadi pada bayi sejak dalam kandungan. Karena kebutuhan nutrisi sang bayi terhitung sejak 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) bukan hari pertama kelahiran. Tidak perlu khawatir, untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan janin hingga kelak menjadi bayi, rutinlah memeriksa kehamilan ke puskesmas atau klinik terdekat.
Semacam buku saku, setiap calon ibu pasti memiliki Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) yang warna sampulnya merah muda. Di dalamnya, terdapat grafik panjang badan dan tinggi badan menurut umur anak baik laki-laki maupun Perempuan. Setidaknya, instrumen tersebut dapat membantu orang tua dalam mengawasi proses pertumbuhan dan perkembangan buah hatinya.
Mitos: Stunting dipengaruhi oleh faktor genetik
Genetik bukanlah salah satu penyebab stunting. Melainkan kekurangan gizi bagi ibu dan janin sejak 1000 hari pertama kehidupan. Seorang ibu stunting memang berkemungkinan melahirkan anak stunting. Tetapi ini bukan karena turunan, namun adanya pola hidup dan pola makan bawaan Ketika hamil dan sebelum hamil.
Penyebab lainnya bisa karena kurangnya pengetahuan ibu terhadap kesehatan dan gizi sebelum dan masa kehamilan. Terbatasnya layanan Kesehatan sebelum, selama, dan sesudah masa kehamilan yang berkualitas. Serta kurangnya akses air bersih dan sanitasi yang layak.
Mitos: Anak pendek pasti stunting
Stunting sering diterjemahkan dengan “perawakan pendek”. Ciri umum stunting adalah tinggi badan yang lebih pendek dari anak seumurannya. Namun, tidak semua anak pendek itu stunting. Jadi jangan asal mendiagnosis seorang balita itu stunting hanya dari perawakannya.
Apalagi jika perawakan ini menjadi bahan candaan yang justru semakin mendeskriminasikan seorang anak.
Mitos: Dampak stunting hanya terlihat secara fisik
Selain fisik, stunting juga berdampak pada seluruh pertumbuhan dan perkembangan anak. Misalnya penurunan fungsi kognitif. Yaitu fungsi kompleks pada otak yang melibatkan aspek memori baik jangka pendek maupun panjang, perhatian, perencanaan, nalar, dan strategi seseorang dalam berpikir. Menurunnya kecerdasan pada anak akan berimbas pada produktivitasnya saat dewasa.
Selain itu, ada juga penurunan fungsi kekebalan tubuh. Menurunnya sistem imun dapat membuat anak mudah sakit. Akibat tinggi badan di bawah rata-rata, metabolisme tubuh anak dapat terganggu. Serta tidak menutup kemungkinana dapat menimbulkan penyakit tidak menular seperti hipertensi, jantung, osteoporosis, dan penurunan toleransi glukosa.
Mitos: Pencegahan stunting merupakan tanggung jawab ibu/Perempuan
Pencegahan stunting bukan hanya tanggung jawab ibu atau Perempuan. Melainkan tanggung jawab bersama. Urusan gizi dalam keluarga merupakan tanggung jawab penuh kedua orang tua. Bukan hanya ibu, ayah juga memiliki tugas yang setara dengan ibu dalam mengasuh anak serta pekerjaan rumah.
Selain orang tua, pemerintah juga memiliki andil dalam pencegahan stunting. Yaitu dengan memberikan akses makanan sehat dan bergizi yang lebih terjangkau, memfasilitasi akses air bersih dan sanitasi yang layak, serta meningkatkan kualitas layanan kesehatan.
Mengingat anak adalah generasi bangsa, maka kesehatan dan kesejahteraan anak menjadi tanggung jawab bersama. Mulai dari orang tua, keluarga, masyarakat, hingga pemerintahan. []