Dengan melihat tantangan dan potensi dihadapi perempuan dalam konteks terorisme dan perdamaian, jelas bahwa perubahan mendasar diperlukan untuk mengoptimalkan kontribusi mereka dalam membangun masyarakat yang damai.
Mubadalah.id – Beruntungnya, saya diberi kesempatan mengikuti Dialog Pemuda Lintas Paham Keagamaan Islam Merajut Moderasi Beragama yang digagas oleh Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kementerian Agama Republik Indonesia, pada tanggal 4 hingga 6 September 2024 di El Hotel Bandung.
Berangkat dari ketertarikan saya dalam isu perempuan dan perdamaian, maka di sini saya akan berfokus menuliskan materi yang disampaikan oleh Ibu Hanifah Haris dari konsultan UN Women yang membahas terkait perempuan dan bina damai.
Dalam pemaparannya, ia menjelaskan bahwa selama ini jika membicarakan konflik yang di depan selalu kelompok laki-laki. Tetapi apakah ada perempuan juga di garda terdepan. Jawabannya, ada.
Mulai tahun 2015 jumlah perempuan di Indonesia semakin banyak. Gerakan terorisme muncul di Indonesia sejak tahun 2018, di mana tahun tersebut menjadi tren family best terorisme yang menempatkan perempuan sebagai entitas penting dalam aksi-aksi teror di Indonesia. Terutama sejak kasus Surabaya di mana satu keluarga terlibat aksi teror.
Lantas, mengapa perempuan terlibat dalam aksi teror?
Perempuan memiliki peran penting sebagai aktor di dalam pembangunan perdamaian. Karena, perempuan sebagai kelompok yang memiliki dampak yang spesifik saat terjadi konflik. Jadi, kalau terjadi konflik agama, sosial, dan bersenjata, perempuan berada di kelompok rentan termasuk juga anak perempuan. Lalu, apa kerentanannya?
Pertama, perempuan menjadi target antara. Biasanya, musuh ingin menangkap bapaknya, tetapi jika tidak ketemu bapaknya maka yang ditangka adalah ibunya dan anaknya diperkosa.
Banyak cerita di dalam konflik, bahwa strategi tersebut digunakan. Tidak hanya di Indonesia, tetapi dibanyak negara. Di Indonesia, perempuan sering kali dijadikan sebagai target antara. Sebagaimana yang terjadi dalam kasus konflik bersenjata di Aceh dan Papua.
Kedua, sexual gender violence. Di mana kekerasan seksual dijadikan sebagai alat untuk menaklukan dan beban ganda. Saat perang atau pun konflik biasanya mengungsi. Saat mengungsi, laki-laki tidak bisa bekerja karena tinggal di pengungsian. Maka, perempuan memastikan keluarganya agar tetap makan. Hal tersebut terjadi di banyak cerita-cerita perdamaian dimulai oleh perempuan untuk memastikan kebutuahan pangan keluarganya.
Ketika kasus di Poso, Maluku, Aceh, ketika para laki-laki ada di pengungsian, perempun turun untuk memastikan mereka mendapatkan bahan makanan. Kadang mereka juga bertemu dengan kelompok musuh hanya untuk kepentingan kebutuhan pangan. Di situlah benih-benih perdamaian terjadi.
Narasi Kehidupan
Ketiga, narasi kehidupan. bahwa perempuan adalah yang melahirkan narasi kehidupan. Ia memiliki potensi yang besar untuk menjaga kehidupan. Karena perempuan memiliki siklus pengalaman biologis yang panjang, seperti menstruasi, hamil, melahirkan, nifas, menyusui, menopause dan lain sebagainya. Tidak seperti laki-laki, walaupun memang ikut berkontribusi dalam hal tersebut. Hal tersebut perempuan berpotensi menjaga perdamaian.
Keempat, nature perempuan. Perempuan mampu berkomunikasi di ruang publik dan peka menyikapi situasi lingkungan. Biasanya, jika ada tetangganya yang sakit, perempuan lebih dahulu tahu. Misalnya, ketika sedang berbelanja di tukang sayur mereka banyak memperoleh informasi-informasi.
Proses sosialisasi tersebut banyak para perempuan di masyarakat lakukan. Sehingga, sering kali perempuan lebih peka melihat symptom-symptom atau gejala-gejala di masyarakat. Entah gejala terkait dengan konflik, intoleransi maupun juga ekstrimisme kekerasan.
Kelima, variasi model kepemimpinan perempuan kolektif. Mengapa penting mengintervensi kepemimpinan perempuan dalam upaya menjaga perdamaian? Karena biasanya sifat perempuan itu berkumpul, berorganisasi, dan kolektifitas.
Biasanya ada pembagian peran di dalamnya. Misalnya saja dalam hal rekreasi, perempuan sering kali membagi peran ada yang membawa nasi, lauk, buah dan lain-lain itu biasanya di organisir. Hal demikian, hampir menjadi culture dibanyak perempuan. Tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di tempat lainnya.
Pemberdayaan Perempuan
Keenam, pemberdayaan perempuan. Mengapa penting mneggarisbawahi pemberdayaan perempuan? karena sampai saat ini perempuan masih berada di kelompok kelas dua. Mereka masih tersubordinasi, sterotipe, di tempatkan di tempat-tempat domestifikasi, di ruang-ruang publik juga masih terbatas. Makanya sampai saat ini masih terus kita gaungkan program pemberdayaan perempuan.
Dengan melihat tantangan dan potensi yang perempuan hadapi dalam konteks terorisme dan perdamaian, jelas bahwa perubahan mendasar kita perlukan untuk mengoptimalkan kontribusi mereka dalam membangun masyarakat yang damai.
Keterlibatan perempuan dalam konflik dan peran mereka dalam menjaga perdamaian bukan hanya isu gender. Tetapi juga merupakan elemen krusial dalam strategi penanganan terorisme dan pembangunan perdamaian yang berkelanjutan.
Artinya, dengan meningkatkan kesadaran akan peran penting perempuan serta memperkuat pemberdayaan, kita tidak hanya mengatasi kerentanan mereka. Tetapi juga memanfaatkan kekuatan unik yang mereka bawa ke meja-meja diskusi.
Oleh karena itu, sudah saatnya kita menempatkan perempuan di garis depan upaya perdamaian, dan menjadikan mereka sebagai agen perubahan yang berdaya. Serta, memastikan bahwa suara mereka terdengar dalam setiap langkah menuju dunia yang lebih aman dan inklusif. []