Paket Wisata Jogja – Yogyakarta, kota yang dipenuhi dengan kekayaan sejarah dan kebudayaan, menyimpan banyak jejak spiritual yang selalu menarik untuk dipelajari. Salah satu aspek yang memperkaya warisan budayanya adalah keberadaan masjid-masjid bersejarah dan tertua. Mari telusuri jejak spiritual keagungan masal lampau melalui beberapa masjid bersejarah, yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari warisan budaya kota istimewa ini.
Masjid Jami Sulthoni Plosokuning
Masjid Jami Plosokuning, yang juga dikenal sebagai Masjid Sulthoni Plosokuning, terletak di Desa Minomartani, Kapanewon Ngaglik, Sleman. Meskipun begitu, banyak orang mungkin tidak menyadari bahwa masjid ini sebenarnya lebih tua dari Masjid Gede Kauman atau Masjid Agung Yogyakarta. Para pendiri mendirikan masjid ini pada tahun 1724. Oleh karena itu, Masjid Plosokuning menjadi saksi bisu kekayaan sejarah kebudayaan dan keagamaan di Yogyakarta.
Selain itu, Masjid Plosokuning memiliki ciri khas unik berupa kolam yang mengelilingi bangunan masjid. Kolam ini tidak hanya berfungsi sebagai elemen arsitektur yang menambah keindahan, tetapi juga memiliki fungsi praktis. Jemaah biasanya membasuh kaki di kolam ini sebelum memasuki ruang ibadah. Karena itu, kolam ini bukan hanya memperindah tampilan masjid, tetapi juga menjadi bagian penting dari ritus kebersihan sebelum ibadah.
Lebih jauh lagi, Masjid Plosokuning memiliki keistimewaan lain karena termasuk salah satu dari lima Masjid Pathok Negara, atau penanda negara yang dibangun oleh Kraton Yogyakarta. Dengan demikian, keindahan arsitektur dan makna historisnya yang mendalam menjadikan Masjid Plosokuning lebih dari sekadar tempat ibadah. Masjid ini juga berperan sebagai landmark penting yang memperkaya khasanah budaya Indonesia.
Masjid Gedhe Kauman
Masjid Gede Kauman, yang juga dikenal sebagai Masjid Agung Yogyakarta, memiliki lokasi yang strategis di sebelah barat Alun-alun Utara Yogyakarta. Masjid ini telah berdiri sejak 29 Mei 1773, yang menghadirkan keindahan arsitektur klasik yang menggambarkan kejayaan dan keagungan masa lalu. Arsitektur megahnya adalah hasil karya dari tangan terampil Kiai Wirokusumo, yang memberikan sentuhan unik pada desainnya.
Sri Sultan Hamengku Buwono I dan Kiai Faqih Ibrahim Diponingrat, penghulu pertama Kraton Yogyakarta, berkolaborasi untuk menyelenggarakan pembangunan Masjid Gede Kauman. Masjid Gede Kauman mencerminkan keanggunan dan keberagaman arsitektur masjid di Pulau Jawa. Serambi masjid ini berbentuk limas persegi panjang dan terbuka. Serambi tersebut menjadi tempat syiar agama dan memperkaya kehidupan spiritual masyarakat.
Masjid Agung Kotagede
Masjid Agung Kotagede atau Masjid Gede Mataram diakui sebagai masjid tertua di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Masjid ini berfungsi sebagai pusat kegiatan pengembangan agama Islam di Pulau Jawa dan sebagai salah satu pemenuhan aspek Catur Gatra Tunggal, landasan Kesultanan Islam.
Beberapa ahli masih memperdebatkan sejarah pasti pendirian masjid ini. Beberapa sumber menyatakan bahwa pendirian masjid ini terjadi setahun setelah berdirinya Kerajaan Mataram Islam atau Kesultanan Mataram pada tahun 1587. Namun, ada juga yang menyebut bahwa Sultan Agung, raja ketiga Kerajaan Mataram Islam, mendirikan Masjid Gede Mataram sekitar tahun 1640.
Masjid Agung Pura Pakualaman
Mengutip pernyataan dari Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya, Masjid Agung Pura Pakualaman tergolong sebagai masjid tertua di Yogyakarta. Masjid yang telah diakui sebagai Bangunan Cagar Budaya (BCB) ini didirikan pada tahun 1831. Pendirian Masjid Agung Pura Pakualaman ini merupakan perintah langsung dari Sri Paku Alam I kepada KRT Natadiningrat, yang kemudian menjadi Sri Paku Alam II.
Masjid Pathok Negoro Mlangi
Masjid Pathok Negoro Mlangi berada di wilayah Nogotirto, Gamping, Sleman. Masjid ini termasuk salah satu dari lima Masjid Pathok Negara yang diinisiasi oleh Keraton Yogyakarta. Masjid-masjid ini menandai kehadiran keagamaan yang kokoh di empat penjuru mata angin. Kiai Nur Iman mendirikan masjid ini sekitar tahun 1758, menjadikannya pusat spiritual bagi masyarakat setempat.
Sultan Hamengku Buwono I memberikan tanah perdikan untuk mendirikan masjid ini. Pendirian tersebut menunjukkan hubungan erat antara keagamaan dan kekuasaan pada masa itu. Masyarakat sekitar sekarang mengelola masjid ini, namun Keraton Yogyakarta tetap menempatkan abdi dalem di masjid ini. Kehadiran abdi dalem menunjukkan bahwa keraton memiliki masjid ini.