Pralensa (43) tak kuasa menahan emosinya. Dengan mata basah, ia berdiri di area rumah waletnya yang hangus rata dengan tanah akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) pada Oktober 2023.
Perumahan walet itu berada di atas lahan yang berbatasan dengan PT Bumi Mekar Hijau (BMH) dan PT Bintang Harapan Palma (BHP) yang saat itu terbakar di Desa Lebung Itam, Kecamatan Tulung Selapan, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan.
Pria yang akrab dipanggil Jay ini terpukul mendapati hanya puing-puing yang tersisa dari rumah walet miliknya. Sudahlah sesak akibat asap karhutla, ia masih harus menanggung kehilangan sumber pendapatan. Jay menaksir, kerugiannya mencapai Rp75 juta.
Namun bagi Jay, perumahan walet itu bukan hanya tempat mencari nafkah. Ia juga sebagai simbol perlawanan dan harapan sebagian warga Desa Lebung Itam. Mereka memperjuangkan tanah seluas kurang lebih 4.700 hektare wilayah kelola warga yang saat ini diklaim sebagai wilayah hak guna usaha (HGU) PT BHP.
Jay bersama sebagian warga Desa Lebung Itam menolak klaim HGU itu karena banyak warga yang bergantung dengan lahan tersebut sebagai tempat berkegiatan–seperti memancing, berkebun, dan memelihara walet. Walhasil, sejumlah warga membangun perumahan walet untuk menunjukkan bahwa area itu bukanlah lahan tidur.
“Kami membangun rumah walet ini pertama bentuk pertahanan terhadap ancaman perebutan terhadap lahan ruang kehidupan kami. Jadi, kami bikin lagi walaupun dengan susah payah dan tenaga seadanya,” kata Jay.
Kini saban akhir pekan, Jay membangun kembali rumah waletnya yang terbakar–dibantu kerabat dan sebagian tetangga. Memacu perahunya menyusuri parit buatan, ia membawa papan-papan kayu dan peralatan bangunan.
Jay sadar langkahnya tidak cukup hanya dengan membangun kembali. Demi ‘menegur’ korporasi agar kejadian serupa tak terulang, ia melayangkan gugatan kabut asap akibat karhutla ke Pengadilan Negeri Kota Palembang, pada akhir Agustus lalu.
Cerita dari Pralensa, warga Desa Lebung Itam, OKI, Sumatera Selatan, yang menjadi korban kabut asap serta kebakaran hutan dan lahan gambut. Pria yang akrab disapa Jay ini kehilangan rumah walet miliknya, yang dibangun sebagai simbol perlawanan di antara lokasi dua konsesi perusahaan pulp dan sawit, saat kebakaran melanda area itu pada Oktober 2023. Warga terus menanggung derita kabut asap dan karhutla menahun, karena kerusakan gambut akibat pengeringan oleh perusahaan.
Foto: Abriansyah Liberto
Teks: Abriansyah Liberto, Budiarti Putri, Haris Prabowo