Jakarta (ANTARA) – Dalam kehidupan saat ini, kebutuhan ekonomi sering kali membuat seseorang membutuhkan pinjaman. Pinjaman melalui bank menjadi pilihan untuk mendapatkan uang dengan cepat.
Dalam pinjaman bank, bagi peminjam tak jarang akan dikenakan bunga yakni biaya tambahan yang perlu dibayarkan selain jumlah uang pinjaman. Ditambah jika telat membayar uang pinjaman atau cicilan, juga akan dikenakan denda.
Lalu, apakah bunga pinjaman bank tersebut termasuk riba? Berikut adalah penjelasan mengenai riba untuk memahami hukum pinjaman bank.
Pengertian riba
Riba secara umum diartikan sebagai biaya tambahan yang dibebankan atas pinjaman yang harus dibayar oleh peminjam dan diterima oleh pemberi pinjaman.
Dalam Islam, riba sangat dilarang karena dianggap tidak adil dan memberatkan pihak yang meminjam. Terutama prinsip pinjam dalam Islam sebagai bentuk tolong-menolong, bukan untuk mendapatkan untung.
Allah SWT telah berfirman dalam Al-Qur’an dalam surat Al-Baqarah ayat 276-278 bahwa hukumnya haram bagi memberi dan menerima riba. Riba dianggap sebagai salah satu dosa besar karena memberatkan seseorang yang berhutang.
Para ulama sepakat bahwa riba hukumnya haram sebab sudah jelas te
rdapat dalam firman Allah SWT dan hadist rasul. Namun, terdapat perbedaan yang menyakini bunga pinjaman bank merupakan riba atau tidak.
Seperti ulama Yusuf Qaradhawi, Abu Zahrah, Mutawalli Sya’rawi berpendapat bawa bunga pinjaman bank termasuk riba dan hukumnya haram. Mereka berpacu pada firman Allah SWT dalam Surah Al-Baqarah ayat 275.
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
“Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”
Selain itu terdapat hadist riwayat Jabir bin Abdillah, Rasulullah SAW pernah bersabda sebagai berikut.
عَنْ جَابِرٍ قَالَ: لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُوْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ
Ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat orang yang memakan (mengambil) riba, memberikan, menuliskan, dan dua orang yang menyaksikannya.” Ia berkata: “Mereka berstatus hukum sama.” (HR. Muslim).
Sebagian ulama lainnya, seperti Muhammad Sayyid Thanthawi, Muhammad Abduh, Syekh Ali Jum’ah berpendapat bahwa bunga pinjaman bank tidak termasuk riba dan boleh dilakukan jika kedua pihak saling menyetujui, suka sama suka, dan tanpa paksaan apapun.
Dalam pendapat tersebut, mereka berpacu pada firman Allah SWT dalam Surah An-Nisa ayat 29.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu.”
Dengan adanya kedua pendapat itu, kembali lagi kepada individu umat muslim yang memilih ikut keyakinan yang mana dan lebih mengetahui kondisi serta kemampuannya dalam membayar pinjaman bank.
Jika merasa bingung dan khawatir akan hukum haram riba yang tanpa disadari, terutama kondisi mendesak untuk melakukan pinjaman, bank syariah dapat menjadi pilihan.
Hal ini disebabkan bank syariah menganut prinsip syariah Islam dan melakukan pinjaman tanpa adanya unsur riba atau bunga lainnya. Sebab bank syariah menerapkan prinsip dan akad syariah seperti prinsip titipan, bagi hasil, jual beli, sewa, dan ta’awun.
Baca juga: Pengertian rentenir dan hukumnya dalam perspektif Islam
Baca juga: Apakah bunga bank termasuk riba?
Baca juga: Bolehkah kredit motor dalam ajaran Islam?
Pewarta: Putri Atika Chairulia
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2024