Sampah Makanan; Mengapa Islam juga Mengatur Meja Makan Kita?

sampah-makanan;-mengapa-islam-juga-mengatur-meja-makan-kita?

Mubadalah.id– Beberapa hari yang lalu saya menghadiri acara bedah buku ”Merusak Bumi dari Meja Makan” di Yogyakarta. Buku ini ditulis oleh K. M. Faizi, seorang Kiai di salah satu pesantren besar di Madura, Annuqayah. Salah satu hal yang beliau sampaikan adalah sunnah Nabi saat makan yang menunjukkan bagaimana Islam juga memperhatikan gaya makan seseorang dan mengajarkan kita untuk tidak membuat sampah makanan.

Seperti bagaimana Nabi menjilat jari-jarinya setelah makan untuk menunjukkan tidak boleh ada sesuatu yang mubadzir. Mubadzir di sini artinya membuang-buang makanan. Pengetahuan kita sepertinya cukup sampai pada persoalan mubadzir.

Lalu apa sebenarnya pesan yang lebih dalam mengenai sunnah Nabi tersebut? sunnah Nabi ini ternyata cukup kompleks jika kita kontekstualisasikan dengan hari ini. Di mana, bumi kita sudah memikul beban sampah yang begitu banyak dan salah satu yang membebani cukup tinggi adalah sampah makanan. Mari kita uraikan di sini.

Tren Wisata Kuliner

Hari ini, seseorang makan bukan hanya semata-mata karena ia lapar. Tetapi juga karena keinginan dan hasrat untuk mencoba makanan baru. Banyak bermunculan jenis makanan baru, kita sangat mudah menemukan makanan ala Korea, Jepang, Eropa, dan negara lainnya di Indonesia. kita juga akan sangat mudah menemukan makan lokal yang diolah sedemikian rupa menjadi sesuatu yang estetik, baru, dan menarik.

Makanan menjadi salah satu pelarian terbaik hari ini. Semenjak munculnya tren healing, wisata makanan juga menjadi obat. Apalagi, tidak hanya jenis olahannya yang memantik seseorang untuk wisata kuliner. Tetapi lokasi dan suasana warung makan juga diburu oleh masyarakat hari ini. Seperti warung soto yang terletak di pinggir kali atau sungai, soto di samping rel kereta api, warung empek-empek yang estetik dan instagramable, dan angkringan di puncak, serta banyak lagi lainnya.

Penjual tidak akan kehabisan akal untuk membuat inovasi baru baik dari makanan ataupun lokasinya. Bahkan warung kopi sekalipun, yang kita pilih bisa jadi bukan karena kopinya yang enak, tetapi karena tempatnya yang indah. Kita bisa minum dan makan kapan pun tanpa kita merasa lapar sebelumnya. Kita membutuhkan view yang terkadang, meski makanan atau minuman tidak habis, sudah kita tinggalkan. Sudah tidak ingat, apa itu mubadzir. Industri perjalanan hari ini berjalan lurus dengan industri makanan.

Sampah Makanan

Kemana larinya makanan yang suka kita tinggalkan itu? Ya, ia akan menjadi sampah. Sampah makanan menjadi sampah yang cukup meresahkan karena jumlahnya cukup banyak. Di Indonesia sendiri, pada 2021, bada pengelolaan sampah nasional mencatat sampah makanan sebanyak 20.93 juta ton sampah makanan setiap tahunnya. Jumlah ini menyumbang sampah makanan terbesar se-ASEAN. Secara global, indonesia menempati urutan ke 4 yang memproduksi sampah makanan setelah China, India, dan Nigeria.

Dari banyaknya sampah makanan, yang paling banyak menyumbang sampah adalah sektor industri pangan, restoran, kemudian sampah makanan rumah tangga. Sampah makanan ini terdiri dari food loss dan food waste. Food loss berarti bahwa proses pembuangan sampah pada saat sebelum produksi, mulai dari panen, penyimpanan, dan proses produksinya. Sedangkan food waste berarti sampah makanan yang kita buang saat proses distribusi, pemasaran, dan konsumsi.

Jumlah sampah ini setara dengan kerugian 231-551 triliun. Kerugian ini tidak seberapa jika kita hitung juga dengan kerugian lingkungan. Bumi kita menanggung beban yang cukup berat tidak hanya pada penampungan sampah makanan, tetapi juga pada proses sebelum terjadinya food loss dan food waste ini.

Dampak Lingkungan Lainnya

Selain menumpuk menjadi sampah, ada kerugian lain yang tak kasat mata disebabkan oleh meja makan kita. Sampah makanan ini akan menghasilkan gas rumah kaca yang disebabkan oleh gas metana dan lebih berbahaya terhadap bumi dibandingkan dengan karbon dioksida.

Dalam prosesnya, yang kita tahu makanan adalah sesuatu yang ada di dalam etalase atau daftar menu dan kita tinggal memesannya. Tanpa peduli dengan bagaimana prosesnya sebelum ia menjadi masakan yang siap saji dan menjadi hidangan di meja makan kita. Bahwa ada proses panjang sebelum ia duduk di meja makan.

Makanan yang kita makan melalui proses seperti melalui pengiriman antar kota atau bahkan negara, penyimpanan, kemudian barru kita masak. Beberapa proses tersebut memerlukan penggunaan bahan bakar baik untuk transportasi, penyimpanan, dan alat masak. Dari mana bahan bakar akan kita peroleh? Jawabannya tidak lain adalah dari sumber daya alam.

Ada banyak hal lagi yang membuat bumi kita menderita hanya karena meja makan. Diskusi bersama K. M. Faizi ini, menggugah hati saya untuk melihat lebih banyak mengenai hal-hal yang dapat merusak lingkungan mulai dari hal yang kita tidak sadari. Cerita-cerita itu terus berlanjut dan banyak sekali yang saya peroleh dari pembacaan buku beliau. selama diskusi ini, saya seperti mendapatkan warning, Selamat merenung sebelum makan! []

0
joy
Joy
0
cong_
Cong.
0
loved
Loved
0
surprised
Surprised
0
unliked
Unliked
0
mad
Mad
Sampah Makanan; Mengapa Islam juga Mengatur Meja Makan Kita?

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Install App

By installing our application, you can access our content faster and easier.

Login

To enjoy Kabarwarga privileges, log in or create an account now, and it's completely free!

Follow Us