Cara Bersuci Bagi Disabilitas Netra
Dalam masalah thaharah (bersuci), baik mandi atau wudlu, sebenarnya tata caranya sama. Tetapi terdapat beberapa tuntunan bagi penyandang disabilitas netra, mengingat mereka tak bisa mengetahui dengan pasti tentang najis tidaknya air yang bisa digunakan untuk bersesuci. Di antaranya adalah;
Apabila penyandang disabilitas netra akan menggunakan air lalu ada yang memberitahukannya bahwa air itu sudah najis, maka ia harus menerima pemberitahuan tersebut dengan syarat ada penjelasan sebab najisnya dan tidak berijtihad sendiri. Ini adalah pendapat mayoritas Ulama
Apabila ada dua bejana (wadah air), salah satunya najis dan yang lainnya suci, lalu orang penyandang disabilitas netra tersebut bingung menentukan mana yang najis, padahal dia akan shalat. Jika demikian, maka ia diperbolehkan berijtihad dan bersuci berdasarkan dugaan kuatnya (ghalabatuzh-zhan) dengan cara memaksimalkan indra lain yang masih berfungsi. Inilah pendapat yang rajih dari tiga pendapat para Ulama. Pendapat ini adalah pendapat madzhab Hanafiyah dan Syafi’iyah.
Apabila orang disabilitas netra bingung memilih pakaian yang akan dikenakannya antara yang suci dan yang najis, maka ia berijtihad dan berusaha semampunya untuk memilih lalu shalat dengan pakaian yang dianggapnya suci. Inilah pendapat mayoritas Ulama. Ini boleh dilakukan karena ia telah berbuat sesuai kemampuannya. Allâh berfirman:
لا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا
Artinya: “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”. [QS. al-Baqarah 2: 286]
Dikutip dari:
FIQIH PENGUATAN PENYANDANG DISABILITAS
h. 76
Diterbitkan:
Lembaga Bahtsul Masail PBNU
Jln. Kramat Raya No. 164 Jakarta Pusat 10430
Phone/fax: 021-31935040
Cetakan I: 25 November 2018