Mengawali cerita sejarah dari suatu daerah bertujuan untuk memahami dan mengetahui letak geografis, budaya dan karateristik daerah tersebut, kli ini saya akan menceritakan sejarah Kutoarjo.
Menurut sejarah Kutoarjo pada masa penjajahan Hindia Belanda merupakan ibukota Kabupaten Semawung. Pada tahun 1934 wilayahnya digabung dengan Kabupaten Purworejo. Setelah bergabung dengan Kabupaten Purworejo posisi Kutoarjo bukan lagi sebagai ibukota Kabupaten namun daerah setingkat diatas kecamatan atau lebih dikenal Kawedanan. Setelah Indonesia merdeka dan menetapkan Jawa Tengah sebagai provinsi pada tahun 1950, Kutoarjo ditetapkan sebagai kota Kecamatan.
Kecamatan Kutoarjo memiliki kelebihan, karena pola pembangunan dan penataan kota yang hampir sama dengan Kabupaten Purworejo dibanding Kecamatan lain yaitu kecamatan yang paling ramai dan dilewati langsung Jalan Nasional Rute 3 dan jalur kereta api lintas selatan.
Kutoarjo memiliki stasiun yang merupakan stasiun utama di wilayah kabupaten Purworejo, sehingga dijadikan stasiun pemberhentian ujung bagi beberapa layanan kereta api antarkota yaitu kereta api Sawunggalih tujuan Pasar Senen dan Kutojaya Utara tujuan Jakarta Kota melayani di jalur tengah Jawa, yang telah beroperasi pada tanggal 22 Januari 2008
Sejarah Kutoarjo telah kita bahas, saatnya kita mengenal wisata kulinernya yang diantaranya adalah Kue Lompong, Dawet Ireng, Clorot, Sate Winong, Kue Satu, Geblek, Cenil, Kupat Tahu, Lanting, Soto Purworejo, Kue Mendut, Sego Koyor, Sego Menggono, Sego Penek.
Nah, kita mo bahas salah satu kuliner yang sangat terkenal yaitu minuman khas legendaris dan popular yaitu Dawet Ireng Jembatan Butuh di kecamatan Butuh, Kutoarjo, dengan sebutan “Dawet Ireng Jambut Kecabut” mungkin penamaannya sedikit tabu dan menggelitik khususnya bagi para penikmat kuliner yang baru mendengarnya, dinamakan seperti itu karena letak geografisnya yang berada di depan Jembatan Butuh.
Dawet yang kita kenal biasanya berwarna hijau terbuat dari daun suji dan pandan, tapi dawet ini berwarna hitam/ireng karena terbuat dari merang atau jerami padi yang dibakar lalu abunya dihaluskan dan disaring. Dawetnya berwarna hitam karena jerami padi yang dibakar, bukan pewarna buatan. Dawet ini disajikan di mangkuk kecil dengan diberi santan dan pemanis dari gula aren yang telah dicairkan tanpa bahan pengawet ditambah es batu, sungguh nikmat dan benar-benar segar, menghapuskan dahaga di siang hari.
Cerita sekelumit tentang Dawet Ireng dirintis oleh mbah Ahmad Dansri pada sekitar tahun 1950an yang awalnya hanya dikonsumsi para petani ketika musim panen tiba, dengan menjajakan minuman Dawet Ireng berkeliling dari sawah ke sawah. Setelah mbah Ahmad Dansri meninggal kemudian dilestarikan oleh anaknya Nawon, hinggal akhirnya diwariskan ke generasi ketiga yaitu cucunya Wagiman dan istrinya Hartati, dengan semakin popular darn ramainya, sehingga banyak wisatawan dari luar kota datang jauh-jauh hanya untuk menikmati dan mencicipi kesegaran Dawet Ireng tersebut.
Kebetulan saya asli Kutoarjo jadi setiap saya pulang kampung tidak pernah absent untuk mencicipi Dawet Ireng ini, oia…selain kita bisa menikmati di tempatnya, Dawet Ireng ini bisa dibawa keluar kota tapi harus disimpan dahulu dalam kulkas, sebelum dibawa keluar kota, kurang lebih bertahan dalam perjalanan 24 jam saja, jadi amankan.
Buat teman-teman yang belum pernah atau belum mampir ke Kutoarjo, wajib mencicipi kuliner jajanan penghilang dahaga, Dawet Irengnya Pak Wagiman yang memberikan sensasi dan kenikmatan juga kesegaran, selain unik dan nyentrik penamaannya, Dawet Ireng ini sangat legendaris, jadi wajib dicoba yaa.. ga bakal nyesel yang ada bikin nagih dan nambah terus… pokoknya jangan lupa mampir yooo
Referensi :
- https://id.wikipedia.org/wiki/Kutoarjo,_Purworejo#Batas-batas_Wilayah
- https://id.wikipedia.org/wiki/Stasiun_Kutoarjo
- https://youtu.be/0gyVnTrYsgk?si=12tGrO4sCGueSCF2
(Rety Herawati For Indonesian Food Blogger)