Mubadalah.id – Tagar #JusticeForMoumitaDebnath menjadi trending topic dalam media sosial X (yang sebelumnya merupakan aplikasi twitter) selama dua hari terakhir. Tagar ini memaksa pemerintah India untuk mengusut tuntas tragedi kekerasan seksual dan pembunuhan yang terjadi pada seorang dokter muda perempuan India.
Hingga saat ini (18/08/2024), lebih dari 150.000+ unggahan dengan tagar #JusticeForMoumitaDebnath masih menduduki tangga teratas X. Seluruh masyarakat dunia berkabung atas tragedi yang tidak manusiawi ini.
Dr. Moumita Debnath
Dr. Moumita Debnath merupakan dokter perempuan berumur 31 tahun yang sedang melanjutkan Pendidikan kuliah pascasarjana tahun kedua di Kolkata R. G. Kar Medical College and Hospital (RGKMCH) India. Pada tanggal 9 Agustus 2024, rekan sejawat Dr. Moumita Debnath melaporkan kehilangan beliau.
Rekan sejawat tersebut terakhir kali melihat Dr. Moumita menuju ke ruangan seminar untuk beristirahat setelah hampir 36 jam bekerja. Sayangnya, rekan sejawat beliau menemukan beliau dalam keadaan meninggal dunia dengan kondisi yang sangat tragis.
Pada sebuah catatan yang beredar di platform media sosial X, orang-orang melaporkan bahwa Dr. Moumita mengalami berbagai luka-luka dan cedera pada tubuhnya, seperti pendarahan di kedua mata, pendarahan di area mulut, cedera di wajah dan kuku, pendarahan pada vagina, cedera di kaki kiri, cedera di area perut, cedera di leher, cedera di tangan dan pergelangan tangan kanan, jari patah, serta cedera di bibir.
Yang paling tragis, tim medis menemukan sebanyak 150 ml sperma di tubuhnya, serta banyak bekas luka gigitan manusia di sekujur tubuhnya. Tim dokter bedah otopsi yang menangani menjelaskan bahwa penyebab kematian Dr. Moumita adalah kekerasan seksual (pemerkosaan) dan pencekikan hingga menyebabkan kematian.
Betapa sakitnya kita mendengar kejadian ini. Dr. Moumita meninggal secara tragis di tempat beliau bekerja yang seharusnya menjadi tempat yang aman. Namun, fasilitas yang tersedia di rumah sakit tersebut juga tidak ramah bagi perempuan. Dr. Moumita senidri harus beristirahat di ruangan seminar karena keterbatasan tempat untuk istirahat dokter, sehingga beliau terpaksa beristirahat pada karpet di ruang seminar rumah sakit.
Seorang polisi Bernama Sanja Roy ditangkap pada tanggal 10 Agustus 2024 karena menjadi tersangka atas kematian Dr. Moumita. Pelaku merupakan polisi yang menjadi sukarelawan (volunteer) sipil pada divisi penanggulangan bencana kepolisian Kolkata pada tahun 2019.
Demonstrasi ‘Reclaim The Night’
Seluruh lapisan masyarakat India melakukan protes besar-besaran. Belasan ribu perempuan di Benggala Barat, India, turun ke jalan pada Rabu malam (14/08/2024) untuk berunjuk rasa. Mereka menamakan demonstrasi ini ‘Reclaim The Night,’ yang menjadi puncak protes selama satu pekan terakhir.
Di Kolkata, para pengunjuk rasa, terutama perempuan, membawa obor dan lilin saat mereka berunjuk rasa pada malam hari. Mereka dengan tegas menuntut pemerintah setempat untuk menegakkan keadilan atas kasus kekerasan seksual.
Para demonstran hadir dalam berbagai usia, profesi, dan latar belakang yang beragam. Mereka meminta keadilan, menyuarakan sakitnya menjadi perempuan, hingga meminta kemerdekaan serta keamanan bagi perempuan. Pada malam itu, seluruh demonstran menyusuri setiap jalan kota sambal membawa penerangan seperti lampu, lilin, dan obor.
Beberapa di antaranya membawa anak, suami, dan saudara. Bertepatan dengan malam hari kemerdekaan India yang ke-77 tahun, suasana demonstrasi berubah menjadi hening. Bagi saya, mungkin India sudah merdeka secara de facto dan de jure tapi tidak bagi perempuan disana. Mereka masih mencari keadilan dan kemerdekaan dari rasa yang tidak aman.
#JusticeForMoumita: Meminta Kemerdekaan Hak-Hak Perempuan
Saya yakin, seluruh lapisan masyarakat yang menggaungkan tagar #JusticeForMoumita tidak hanya meminta pemerintah setempat untuk mengusut kasus dan menghukum pelaku. Namun, sebuah cara vokal untuk meminta kemerdekaan atas terjaminnya keamanan bagi perempuan India.
Yang perlu kita sadari, perempuan-perempuan di India seringkali mendapatkan diskriminasi karena kentalnya budaya patriraki serta cara pandang yang rendah terhadap perempuan (dalam hal ini, perempuan tidak dipandang menjadi manusia yang memiliki akal, pikiran, dan perasaan. Namun, hanya sebagai objek seksual bagi laki-laki).
Perempuan di India hidup dalam bayang-bayang ketakutan, rasa tidak aman, gelisah dan kecemasan karena sewaktu-waktu bisa saja menjadi korban pelecehan hingga kekerasan seksual. Bahkan, hal ini juga mengancam perempuan-perempuan yang sedang melakukan aktivitas di ruang publik. Hingga saat ini, lebih dari 31.000 kasus pemerkosaan dan kekerasan seksual tercatat di India.
Setidaknya, hampir terdapat 90 perempuan yang mengalami kekerasan seksual setiap harinya. Hal inilah yang menjadikan India mendapatkan labelling dari mata dunia sebagai negara yang paling tidak aman untuk perempuan.
Tragedi yang menimpa Dr. Moumita memperlihatkan bagaimana negara gagal menegakkan hukum dan melindungi hak-hak perempuan. Peristiwa ini menunjukkan tidak hanya adanya kekosongan moral yang memungkinkan kejahatan terhadap perempuan terjadi, tetapi juga budaya impunitas yang merajalela di India.
Budaya impunitas ini memberi kesempatan bagi pelaku untuk lolos dari jerat hukum atau hanya menerima hukuman ringan. Situasi ini membuat lingkungan menjadi permisif terhadap kekerasan, di mana masyarakat menganggap ketakutan perempuan sebagai norma, bukan sebagai masalah mendesak yang perlu segera diselesaikan.
Demonstrasi ‘Reclaim The Night’ dan penggunaan tagar #JusticeForMoumitaDebnath adalah bukti bahwa masyarakat, khususnya perempuan tidak lagi bisa diam. Mereka menuntut perubahan sistemik yang nyata, bukan sekedar tindakan simbolis dari pemerintah.
Demonstrasi ini menjadi seruan untuk mengakhiri siklus kekerasan yang melanda perempuan di India, sebuah permintaan besar agar negara mengakui kegagalannya dalam mengambil langkah-langkah konkret untuk menciptakan lingkungan yang aman dan setara bagi seluruh lapisan masyarakat.
Kejadian ini seharusnya menjadi titik balik dalam sejarah pergerakan hak perempuan di India. Yakni untuk mendorong perubahan legislatif dan sosial yang sangat diperlukan untuk mengakhiri budaya kekerasan dan penindasan terhadap perempuan yang berlangsung lama. []