Oleh Reza A.A Wattimena
Inilah penyakit baru yang ditemukan di Indonesia. Ini adalah sebuah sindrom, yakni kumpulan gejala yang saling terhubung, dan membentuk satu pola. Ia menyerang pikiran, dan mempengaruhi perilaku. Sindrom Mulyono, atau Mulyono Sindrome, dimulai dari proses demokratis di Indonesia untuk memilih pemimpin bangsa, dan berakhir pada pengkhianatan besar terhadap seluruh rakyat Indonesia.
Buahnya adalah generasi cemas. Mereka yang lahir setelah tahun 2000 lah yang paling mengalami ini. Lapangan kerja tidak ada. Kemiskinan, korupsi dan ketidakadilan di berbagai bidang terpapar begitu gamblang di depan mata. Sebenarnya, dalam kepemimpinan pengidap Sindrom Mulyono, kita semua adalah generasi cemas.
Kecemasan lalu menjadi bagian dari keseharian. Dalam segala keterbatasan, hidup menjadi sulit, dan penuh tantangan, sekedar untuk memenuhi kebutuhan keseharian. Di tengah itu, semua para pemimpin politik hidup dalam gelimang kemewahan harta. Ujung dari generasi cemas adalah revolusi berdarah yang bisa menghancurkan bangsa.
Mulyono Sindrome
Ada sembilan gejala dari Sindrom Mulyono. Pertama, orang lahir dari pengalaman kemiskinan dan ketertindasan. Hampir separuh hidupnya, ia dipandang sebelah mata, karena kemiskinan yang menikamnya. Hal ini membuat ia penuh dendam dan ambisi untuk meraup kekayaan dan kuasa dengan segala cara.
Di dunia, banyak orang hidup dalam kemiskinan. Sebagian mengolah kemiskinan tersebut menjadi jalan untuk mencapai pencerahan dan pembebasan. Sebagian tetap berkubang di dalamnya, karena beragam sebab. Sebagian menjadikan pengalaman kemiskinan untuk membangun ambisi dan dendam. Yang terakhir ini tersangkut di dalam orang yang terkena Sindrom Mulyono.
Kedua, seperti sedikit disinggung sebelumnya, pengidap Sindrom Mulyono terbakar oleh ambisi di dalam hatinya. Ia tidak puas menjadi orang biasa. Ia tidak bisa menerima keadaan sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan. Sesungguhnya, ia hidup bagaikan di dalam neraka, karena api dendam dan ambisi yang berkobar di dalam hatinya.
Tiga, pengidap Sindrom ini tidak cerdas. Ia tidak suka membaca. Ia tidak memiliki wawasan sejarah maupun pengetahuan yang luas. Ia tidak mampu berpikir kritis, logis, rasional dan sistematis.
Ketika ditanya, ia hanya menjawab sekedarnya. Ini ciri orang yang malas berpikir. Tidak ada informasi dan pengetahuan di dalam kepalanya. Pengidap Sindrom Mulyono miskin wawasan, sehingga tidak mampu membangun argumen yang meyakinkan dan mencerahkan.
Empat, walaupun miskin wawasan, pengidap Sindrom Mulyono amatlah licik. Ia pandai memanipulasi orang. Di Indonesia pada 2024, pengidap sindrom ini menggunakan penegak hukum secara ilegal untuk menekan lawan-lawan politiknya. Ia pandai menipu dan mencuri, namun lemah dalam keluhuran serta wawasan dunia.
Lima, kelicikan juga dipakai untuk menipu masyarakat. Pengidap Sindrom ini pura-pura lugu. Ia pura-pura polos dan tak bersalah. Ini adalah cara untuk membangun pencitraan palsu, guna menutupi segala kebusukan yang ada di hati dan pikirannya.
Enam, yang juga berbahaya, Sindrom Mulyono ini menular. Keluarganya ikut terkena imbas keserakahan, dendam, ambisi dan mental koruptif yang bercokol di hatinya. Di 2024, kita menyaksikan gaya hidup mereka yang menjijikan. Tanpa rasa malu, mereka mencuri, menipu dan bergaya hidup mewah di tengah lautan kemiskinan rakyat Indonesia.
Tujuh, pengidap Sindrom Mulyono memiliki hati yang hampa. Pengalaman kemiskinan, ketertindasan serta kemalasan untuk belajar membuat batinnya tersiksa. Ia pun mengisi batinnya dengan kekuasaan dan kemewahan semu. Di dalam sejarah Indonesia, si pengidap sindrom ini akan tercatat sebagai pengkhianat republik.
Delapan, dari sudut teori transformasi kesadaran yang saya kembangkan, pengidap Sindrom Mulyono terjebak pada kesadaran distingtif-dualistik. Ini adalah tingkat kesadaran yang paling rendah. Ia melihat kelompok lain yang berbeda sebagai musuh. Ia mencari keuntungan dengan mengorbankan kepentingan orang lain. Derita dan konflik adalah buahnya.
Sembilan, karena hampa hati dan miskin wawasan, si pengidap Sindrom Mulyono selalu mencari pengakuan. Ia membangun proyek yang tak masuk akal, tanpa faedah yang jelas, dan justru merugikan orang. Ia mencari pengalihan dari kedangkalan batin dan pikirannya. Di 2024 ini, si pengidap sindrom terkutuk ini membuat Indonesia berhutang begitu banyak, serta semakin bodoh dan miskin dalam hidup berbangsa.
Bersikap Awas
Sekarang, kita mesti berkaca, apakah kita mengidap Sindrom Mulyono? Apakah delapan ciri di atas melekat di batin kita? Ini adalah saatnya untuk bersikap reflektif. Jika ya, maka kita harus segera melakukan beragam cara untuk melenyapkannya. Berbagai tulisan di Rumah Filsafat dan buku ini kiranya bisa membantu: Kesadaran, agama dan politik
Dalam konteks politik, kita juga mesti terus awas dan sadar. Jangan sampai memilih orang yang mengidap Sindrom Mulyono ini. Jangan sampai kita terpukau oleh pencitraan yang menutupi kebusukan batin yang penuh dendam dan ambisi busuk. Cukup sekali kita melakukan kesalahan.
Jika tak belajar dari sejarah, bangsa Indonesia tidak hanya akan melahirkan generasi cemas yang penuh derita dan rasa putus asa, tetapi juga akan hancur berkeping-keping…
===
Rumah Filsafat kini bertopang pada Crowdfunding, yakni pendanaan dari publik yang terbuka luas dengan jumlah yang sebebasnya. Lebih lengkapnya lihat di https://rumahfilsafat.com/rumah-filsafat-dari-kita-untuk-kita-dan-oleh-kita-ajakan-untuk-bekerja-sama/