Hukum Kema’fuan Darah

hukum-kema’fuan-darah
Hukum Kema’fuan Darah

Oleh: Hikmatul Aula

Berbicara tentang darah tidak bisa lepas dengan yang namanya najis. Najis sendiri yaitu sesuatu yang kotor serta dapat menghalangi seseorang untuk beribadah kepada Allah. Dima’fu artinya dimaafkan, dalam beberapa kasus darah bisa saja dimaafkan, artinya tidak dihukumi najis.

Dalam kitab Fathul Jawad dijelaskan bahwa darah yang dima’fu adalah darah yang sedikit dikarenakan sulitnya menjaga. Darah yang sedikit dalam konteks ini adalah darah yang berasal dari manusia maupun hewan, baik berasal dari lubang atau yang lainnya. Sedikit banyaknya darah ditentukan sebagaimana kadar umumnya.

Kadar Darah dikatakan Banyak

Sulit tidaknya menjaga diri dari darah tersebut  menjadi salah satu pertimbangan dalam pengklasifikasian darah banyak atau sedikit. Terdapat perbedaan pendapat dalam kadar darah yang bisa dikatakan banyak, yaitu :

  1. Darah yang banyak bisa langsung dilihat tanpa berangan-angan terlebih dahulu
  2. Darah yang banyak mencapai ukuran dinar
  3. Darah yang banyak melebihi telapak tangan
  4. Darah yang banyak semacam dirham yang bergambar bighal
  5. Darah yang banyak lebih besar dari ukuran kuku.

Darahnya Kutu

Ulama Syafi’iyah menghukumi ma’fu  pada darah kutu dan darah serangga yang lain dengan catatan darah tersebut sedikit, tetapi tidak dima’fu untuk bangkainya. Kema’fuan darah kutu dan serangga merupakan hal yang umum, karena terkadang kutu atau serangga terbunuh secara tidak sengaja dan hal tersebut sulit dihindari. Tetapi kulit bangkainya tidak dima’fu. Karena bangkai kutu atau serangga tidak dima’fu, maka orang yang saat salat membawa bangkai kutu atau serangga yang lain salatnya dihukumi tidak sah.

Beli Buku

Dalam kitab Kitab al-Qaulain wa al-Wajhain Imam Rauyani berkata bahwa jika darah serangga sampai memenuhi baju, maka Imam Istukhri berpendapat bahwa darah tersebut tidak dima’fu dengan alasan bahwa hal tersebut jarang terjadi. Berbeda dengan ulama Syafi’iyah yang menghukumi darah tersebut tetap dima’fu dengan alasan bahwa perkara yang langka disamakan dengan perkara yang biasa terjadi.

Darahnya Anjing

Dalam kitab al-Bayan Syarh Muhadzdzab dijelaskan bahwa semua najis dima’fu kecuali najisnya anjing. Penjelasan tersebut dikuatkan dalam kitab Tatimmah bahwa tidak dima’funya darah anjing diqiyaskan dengan keringat anjing. Hukum bagi darah anjing baik sedikit atau banyak diutamakan tidak dima’fu, karena air mata atau keringat yang biasanya suci jika keluar dari hewan yang suci saja dihukumi najis jika keluar dari anjing, apalagi jika keluar dari anjing.

Darah Bisul dan Darah Bekam

Darah bisul dan darah luka dan darah sisa bekam hukumnya dima’fu. Air yang ada di luka tersebut dihukumi suci oleh Imam Nawawi, namun ketika air tersebut berubah dan berbau, maka hukumnya menjadi najis. Imam Nawawi menqiyaskannya dengan keringat. Berbeda dengan Imam Rafi’i yang mengatakan najis karena diqiyaskan dengan nanah, jadi menurut Imam Rafi’i air luka tidak dima’fu.

Hilangnya Status Kema’fuan Darah

Status kema’fuan darah hilang ketika ada najis yang jatuh pada darah yang sedikit tersebut. Seperti halnya khamr yang kemasukan air seni, ketika khamr tersebut berubah menjadi cuka, maka cuka tersebut dihukumi najis. Hal  tersebut didasarkan pada ketentuan bahwa sesuatu yang najis bisa dinajiskan lagi, pendapat ini adalah pendapat yang kuat.

Beli Buku

Beli Buku

Avatar photo

Ulama Nusantara Center

Melestarikan khazanah ulama Nusantara dan pemikirannya yang tertuang dalam kitab-kitab klasik

0
joy
Joy
0
cong_
Cong.
0
loved
Loved
0
surprised
Surprised
0
unliked
Unliked
0
mad
Mad
Hukum Kema’fuan Darah

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Install App

By installing our application, you can access our content faster and easier.

Login

To enjoy Kabarwarga privileges, log in or create an account now, and it's completely free!

Follow Us