Oleh M Syihabuddin Dimyathi
Makan dulu baru jima’ apakah kena Kafaroh udzma?
Dan bagaimana kalau zina? Apakah kena Kafaroh?
o0o
Banyak orang meremehkan masalah ini, dulu pernah diskusi di komen ada yang ngotot katanya jimak disiang ramadhan gapapa asalkan dibatalin dulu, misal dengan makan. Dengan entengnya mengatakan demikian tanpa beban, seakan tanpa konsekuensi dosa, hanya perlu qodho’ sehari cukup.
Ini penting saya utarakan.
Dalam madzhab Syafi’i sendiri adanya kafaroh udzma ngebatalin puasa ramadhan hanya sebab satu perkara : Jimak. Mereka tidak mengqiyaskannya pada semisal sengaja makan minum atau lainnya seperti madzhab Maliki.
“Owh jadi bener ‘boleh’ dong dan ga dapet Kafaroh?”
Jawabannya : bener ga dapat Kafaroh dalam madzhab Syafi’i. Tapi masalah “boleh” nya, sama sekali ga boleh, dosa besar, sekaligus berlipat dosanya.
Perinciannya.
Makan disitu merupakan helah (siasat) supaya seseorang bisa ngakalin hukum syariat berupa wajibnya kafaroh ketika Jimak disiang ramadhan. Dalam kaidahnya telah jelas dikatakan :
كل حيلة يتوصل بها إلى إحقاق باطل أو إبطال حق فهي حرام
“Setiap helah yang digunakan untuk merealisasikan sebuah kebatilan atau membatalkan sebuah perkara yang hak, maka hukumnya haram”
Jadi, “makan” yang di jadikan sebagai sarana untuk mensiasati agar ga dapet Kafaroh ketika Jimak di siang ramadhan : hukumnya haram. Haramnya dobel malah. Kenapa? Pertama, dia makan siang ramadhan membatalkan puasanya, sudah haram yang dosanya ga main², kedua, dia jadikan makan itu sebagai helah.
Dalam madzhab Syafi’i sendiri orang yang habis batalin puasa tanpa udzur wajib untuk imsak, nahan diri dari perkara yg batalin lainnya, termasuk Jimak. Lha kok ini malah habis makan malah jimak?
Selain itu, yang perlu di perhatikan banget, dalam hadits-hadits disebutkan bahwa orang yang sengaja batalin puasa satu hari aja tanpa ada alasan yang di perbolehkan syariat, maka “lam yaqdhihi shiyamud-dahr, wa in shoomah”, ga akan bisa gantiin satu hari tersebut walaupun dia melakukan Qodzo’ terus menerus sepanjang hidupnya. Dia juga terkena dosa besar sebagaimana keterangan dalam az-Zawaajir karya Imam Ibnu Hajar al-Haitami.
من أفطر يوما من رمضان من غير عذر ولا مرض لم يقضه صيام الدهر وإن صامه
Hadits ini dan hadits-hadits yang senada menunjukkan betapa besarnya dosa sengaja batalin puasa tanpa udzur syar’i. Sampai gunain bahasa “ga bisa di gantiin sepanjang hidup”.
Tapi bagaimanapun dia juga tetep wajib meng-qodzo’nya. Terus gimana cobak? Maka sangat perlu taubat sungguh-sungguh jika batalin puasa Ramadhan tanpa udzur yang diperbolehkan syariat.
Untuk masalah Qodzo’nya, dalam madzhab Syafi’i jika batalin satu hari maka Qodzo’ juga satu hari. Dalam pendapat ulama lain ada yg mengharuskan qodzo’ 12 hari, bahkan ada yang mengharuskan qodzo’ sebulan, mengikuti pendapat² ini lebih baik.
Ini masalah Qodzo’nya, bukan masalah dosanya, dosanya sangat-sangat butuh buat di taubati. Taubat itu sama sekali ga mudah. Merasakan perasaan menyesal yang tulus dari hati, sedih, dan jujur tidak mau mengulangi itu sangat sulit. Prakteknya sangat sulit kecuali orang-orang yang sungguh-sungguh taubat.
o0o
Dan untuk kafaroh udzma bagi yang jimak (hubungan badan) di saat puasa ramadhan maka wajib memerdekakan budak islam, ketika tidak mampu maka puasa dua bulan berturut-turut, ketika tidak mampu maka memberi makan 60 orang miskin.
Masa sekarang bisanya dengan puasa dua bulan. Untuk puasa ini harus berturut-turut, kalau ada satu hari saja tidak puasa tanpa udzur, atau udzur bepergian, sakit, lupa niat dan yg lainnya maka wajib memulai lagi dari awal, walaupun sudah di hari ke 59 semisal.
Yang tidak memutuskan urutan ada 4, yaitu haid, nifas, gila, dan pingsan seharian penuh (dari subuh sampai maghrib). 4 ini tidak memutuskan hitungan 2 bulan puasa kafaroh.
o0o
Kemudian, kalau hubungan badan suami istri saat puasa ramadhan kan wajib kafaroh, kalau zina gimana?
Kalau zina malah lebih auto kafaroh dan dosanya dobel bahkan tripel. Dosa zina, dosa batalin puasa, dosa berlipat juga karena dilakukan saat ramadhan.
Dan yang wajib kafaroh adalah keduanya, cowok maupun cewek. Karena kalau suami istri yg wajib cuma cowok itu sebab ada ikatan pernikahan, sedangkan zina ini engga. Sebagaimana dalam kitab Al-Bayan Syarh al-Muhadzdzab karya Imam Al-Imroni.