Jakarta (ANTARA) –
Kalimat “Innalillahi wa inna ilaihi raji’un” (istirja) kerap terdengar dan dibaca dalam berbagai situasi, terutama ketika menerima kabar duka.
Ungkapan ini diajarkan dalam Islam sebagai bentuk belasungkawa dan kesabaran dalam menghadapi musibah. Namun, masih sering ditemukan penulisan dan penggunaannya yang kurang tepat.
Kalimat ini berasal dari bahasa Arab (إِنَّا لِلَّٰهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ) yang dalam transliterasi Latin berbunyi “Innalillahi wa inna ilaihi raji’un”. Secara harfiah, kalimat tersebut berarti “Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali”. Ungkapan ini merupakan salah satu ayat dalam Al-Qur’an, tepatnya terdapat pada Surah Al-Baqarah ayat 156.
Sebagai informasi, penting untuk Anda memperhatikan agar tidak salah dalam segi penulisan Arab, karena kesalahan sedikit saja dapat mengubah makna yang terkandung di dalamnya. Dengan demikian, berikut merupakan penulisan yang benar dalam teks Arab:
Istirja dalam teks Arab dan artinya
إِنَّا لِلَّٰهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُون
Innalillahi wa inna ilaihi raji’un
Sesungguhnya kita ini adalah milik Allah, dan kepada-Nya lah kita akan kembali.
Dalam ajaran Islam, ungkapan ini diucapkan ketika seseorang mengalami musibah, terutama saat menerima kabar duka cita. Umat Islam percaya bahwa Allah, sebagai Tuhan Yang Maha Esa, pemberi segala sesuatu dan juga yang berhak mengambilnya kembali, sebagai bentuk ujian bagi manusia.
Penggunaan kalimat ini juga menunjukkan keyakinan bahwa segala sesuatu terjadi sesuai dengan kehendak Allah, dan sebagai hambanya, kita harus senantiasa bersabar dan bertawakal.
Dalam keseharian, ungkapan ini tidak hanya digunakan saat mendengar kabar duka, tetapi juga saat menghadapi berbagai kesulitan atau musibah lainnya, sebagai pengingat bahwa segala yang kita miliki hanyalah titipan dari Allah dan akan kembali kepadanya.
Waktu yang dianjurkan untuk mengucapkan istirja’ sebagai berikut:
Waktu pengucapan
1. Ketika musibah terjadi atau saat mendengar kabar tentang musibah tersebut.
2. Saat mengingat suatu musibah, meskipun telah lama berlalu.
3. Saat menghadapi musibah baik dalam urusan dunia maupun agama, baik besar maupun kecil. Contoh musibah dalam agama, misalnya lupa akan ayat-ayat Al-Qur’an atau lemah dalam menjalankan sunnah.
Oleh karena itu, sebagai umat Islam, penting bagi kita untuk memahami dan menggunakan kalimat ini dengan tepat, baik dalam penulisan maupun penerapannya sesuai dengan ajaran agama.
Pewarta: M. Hilal Eka Saputra Harahap
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2024