‘Perfect Family’, Apakah Keluarga Sempurna Benar-Benar Ada?

‘perfect-family’,-apakah-keluarga-sempurna-benar-benar-ada?

Serial Korea ‘Perfect Family’ berkisah tentang dua sahabat yang tinggal di panti asuhan, Sun Hui (Park Ju Hyun) dan Su Yeon (Choi Ye Bin).

Bagi mereka, diadopsi keluarga angkat bak kesempatan kedua untuk merasakan kasih sayang dan menemukan tempat yang bisa disebut ‘rumah’. Ada harapan besar bahwa mereka akan menemukan keluarga yang sempurna. Keluarga yang bisa memberikan cinta tanpa syarat, kenyamanan, dan rasa aman. Namun ternyata adopsi bukanlah dongeng yang selalu berakhir bahagia.

Cerita Sun Hui dan Su Yeon ini disajikan dengan genre thriller criminal. Serial ini menampilkan beragam sudut pandang setiap tokohnya yang saling mencurigai satu sama lain. Saat artikel ini ditulis, ‘Perfect Family’ masih on going di episode ke-8 dan bisa kamu tonton di Viu.

Memiliki bekas luka di kepala akibat kebakaran membuat Su Yeon ditolak calon keluarga angkatnya. Adopsi idealnya didasarkan pada cinta dan niat tulus untuk memberikan anak rumah yang aman. Namun, beberapa orang tua angkat secara sadar atau tidak sadar lebih memilih anak yang rupawan. Hal ini terkadang dipengaruhi oleh keinginan untuk membentuk keluarga yang terlihat ‘sempurna’ di mata publik. Pemikiran ini, meskipun mungkin tidak selalu diakui secara terbuka, menunjukkan bias yang dapat memengaruhi keputusan adopsi. Hal ini menambah beban emosional bagi anak-anak adopsi seperti Su Yeon, yang seharusnya dicintai apa adanya tanpa syarat penampilan fisik.

Posisi Perempuan sebagai Anak Adopsi

Anak perempuan yang diadopsi sering kali berada dalam posisi yang cukup sulit. Bukan cuma karena status mereka sebagai anak adopsi, tapi juga karena tuntutan sosial yang mengharapkan mereka tampil dan bersikap sesuai dengan standar tertentu. Di tengah masyarakat yang masih patriarkal, perempuan sering dinilai dari penampilan fisik. Contohnya, Su Yeon yang gagal diadopsi hanya karena penampilannya. Ini menunjukkan bahwa standar kecantikan dan bias gender masih merasuk ke dalam proses adopsi. Alhasil, perempuan muda jadi korban dari ekspektasi yang enggak realistis.

Di sisi lain, Sun Hui yang diadopsi oleh keluarga kaya terlihat lebih beruntung, tapi dia juga harus menghadapi tekanan besar untuk jadi “anak sempurna.” Dia enggak cuma diharapkan untuk mengikuti nilai-nilai keluarga angkatnya. Dirinya juga menahan perasaan ragu dan terasing karena tahu dia bukan bagian biologis dari keluarga itu. Banyak anak perempuan adopsi seperti Sun Hui berusaha keras untuk memenuhi standar “ideal” yang dibebankan pada mereka. Kerap kali mesti mengorbankan perasaan dan identitas mereka sendiri dalam prosesnya.

Isu Adopsi Jarang Mendapat Sorotan

Tidak seperti Su Yeon yang batal diadopsi karena fisiknya, Sun Hui dianggap beruntung oleh Su Yeon karena diadopsi oleh keluarga kaya dan sempurna. Namun diadopsi oleh orangtua yang kaya dan harmonis ternyata bukan jaminan kebahagiaan. 

Ayahnya mendapat penghargaan sebagai pengacara terbaik di Korea Selatan. Tentu kehidupan keluarga ikut menjadi sorotan. Sun Hui pun tampil melengkapi kesempurnaan orangtuanya. Selain kaya dan perhatian padanya, orangtuanya melindunginya secara berlebihan. Entah karena tulus menyayangi Sun Hui, atau demi menjaga citra perfect family di publik. Memiliki orangtua angkat yang selalu melindunginya malah membuatnya mempertanyakan kembali: apakah orangtuanya adalah sosok yang dapat dipercaya? Pertanyaan ini yang menjadi inti cerita serial ‘Perfect Family’.

Baca Juga: Ayah Meninggalkan Ibu dan Kami Semua, Bikin Gangguan Mental dan Trauma yang Sulit Hilang

Belum cukup tentang syarat menjadi “anak yang sempurna” untuk diadopsi, isu adopsi sendiri masih tabu. Masyarakat kita sangat mementingkan gagasan tentang seorang perempuan yang mengandung dan melahirkan anak. Sebuah penelitian juga menunjukkan bahwa pasangan yang tidak dapat memiliki anak lebih memilih untuk tidak punya anak daripada mengadopsi. Adopsi anak masih menjadi pilihan terakhir. Beberapa takut anak tersebut akan memiliki lebih banyak masalah perilaku, emosional, atau akademis. Lainnya khawatir bahwa orang tua kandung akan berubah pikiran dan mengambil kembali anak tersebut. Sikap dan praktik diskriminatif demikian terhadap anak—seperti Su Yeon dalam ‘Perfect Family’—akan menambah daftar panjang penolakan yang menyakitkan.

Akibat penyebaran gagasan semacam itu, anak adopsi sering kali menghadapi krisis identitas. Mereka berusaha mati-matian mencari tempat yang layak bagi mereka. Padahal anak-anak seperti Sun Hui dan Su Yeon berharap keluarga angkat mereka akan menjadi semacam “penyelamat”. Harapannya, keluarga baru dapat membawa mereka keluar dari masa lalu yang sulit ke dalam dunia yang penuh dengan cinta dan kebahagiaan.

Terasing di Keluarga Sendiri

Kehidupan Sun Hui menjadi semakin rumit ketika dia menemukan bahwa orang tuanya menyimpan banyak rahasia darinya. Meski sudah menjadi bagian dari keluarga tersebut, Sun Hui tetap merasa ada keasingan.

Sebuah studi menyebut, banyak anak adopsi sering kali merasa seperti “orang asing” dalam keluarga mereka. Terutama ketika mereka tidak sepenuhnya mengetahui latar belakang adopsi mereka atau ketika adopsi tersebut dirahasiakan. Mereka hanya memiliki pilihan untuk berimajinasi tentang skenario tragis atau romantis tentang hidup setelah diadopsi.

Beberapa anak adopsi merasa “tidak nyata” dan tidak memiliki pondasi. Akibatnya, mereka jadi tidak terlibat dalam keluarga. Bagi beberapa anak adopsi, ini merupakan perjalanan simbolis untuk menemukan identitas kelompok yang sesuai dengan kelompok yang mereka bayangkan berasal dari dan karenanya menjadi bagian dari kelompok tersebut. 

Baca Juga: Bagi Kami, Imlek Bukan Hanya Tahun Baru, Tapi Momen Dekat dengan Keluarga

Kisah Su Yeon dan Sun Hui dalam ‘Perfect Family’ hanyalah secuil gambaran dari realitas yang dihadapi oleh banyak anak adopsi. Stigma sosial dan ekspektasi yang tidak realistis seringkali menjadi penghalang bagi mereka untuk merasa benar-benar diterima sebagai bagian dari keluarga. Serial ini mengingatkan kita akan pentingnya memberikan kasih sayang tanpa syarat kepada semua anak, terlepas dari latar belakang mereka.

Cita-cita memiliki perfect family datang dari konstruksi masyarakat. Sedarah, heteronormatif, berkecukupan, punya tempat dalam status sosial dan standar tanpa cela lainnya harus berhenti dinormalisasi.

Tidak seorang pun diizinkan untuk mendikte jenis keluarga mana yang merupakan keluarga sejati atau tidak. Keluarga sejati tidak mesti berarti keluarga sedarah. Sudah saatnya kita berhenti membeda-bedakan berbagai jenis keluarga dan melepaskan gagasan konservatif kita tentang bagaimana keluarga harus ada.

(sumber foto: KBSdrama)

0
joy
Joy
0
cong_
Cong.
0
loved
Loved
0
surprised
Surprised
0
unliked
Unliked
0
mad
Mad
‘Perfect Family’, Apakah Keluarga Sempurna Benar-Benar Ada?

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Install App

By installing our application, you can access our content faster and easier.

Login

To enjoy Kabarwarga privileges, log in or create an account now, and it's completely free!

Follow Us