Asal-Usul Sekolah, Sekolah Formal, dan Kritik Ivan Illich

asal-usul-sekolah,-sekolah-formal,-dan-kritik-ivan-illich

Konsep sekolah formal yang kini berlangsung memiliki embrionya pada peradaban kuno, di mana pendidikan pada awalnya bersifat informal dan terutama berlangsung di dalam keluarga dan masyarakat.

Sekolah paling awal yang diketahui sejarah didirikan di Mesopotamia kuno, sekitar tahun 3500 SM, di mana para juru tulis dilatih keterampilan menulis dan membaca aksara paku. Mesir Kuno juga memiliki sistem pendidikan, khususnya bagi kaum elit, yang berfokus pada membaca, menulis, dan pengajaran agama.

Istilah “sekolah” berasal dari bahasa Yunani kuno scholē, yang aslinya berarti “waktu senggang” atau “waktu luang”. Di era Yunani kuno, konsep scholē berevolusi menjadi tempat individu menghabiskan waktu luangnya untuk belajar dan berdiskusi intelektual, menunjukkan perbedaan dari aktivitas kehidupan sehari-hari yang melelahkan, yang menekankan nilai intrinsik pembelajaran dan pencarian pengetahuan.

Di era Yunani kuno, pendidikan menjadi lebih terstruktur dengan didirikannya sekolah-sekolah seperti Akademi yang didirikan Plato, dan Lyceum yang didirikan Aristoteles.

Lembaga-lembaga ini menekankan kurikulum yang luas, yang di dalamnya siswa dapat mengeksplorasi berbagai mata pelajaran, termasuk filsafat, matematika, musik, dan pendidikan jasmani. Demikian pula, Roma kuno mengadopsi dan mengadaptasi model pendidikan Yunani, menekankan retorika, tata bahasa, dan berbicara di depan umum.

Seiring berkembangnya gagasan tentang sekolah, gagasan ini dikaitkan dengan lingkungan pendidikan yang lebih formal. Selama Abad Pertengahan, Gereja Kristen menjadi penyedia pendidikan utama di Eropa, mendirikan sekolah katedral dan sekolah biara yang berfokus pada pengajaran agama dan studi klasik.

Munculnya universitas-universitas pada abad ke-12 dan ke-13, seperti Universitas Bologna dan Universitas Paris, menandai perkembangan signifikan dalam pendidikan tinggi, yang menawarkan studi lanjutan di bidang hukum, kedokteran, dan teologi.

Sekolah di Era Modern

Era modern persekolahan mulai terbentuk pada abad ke-18 dan ke-19 dengan dimulainya Era Pencerahan (Aufklärung) dan Revolusi Industri. Pemikir pencerahan seperti John Locke dan Jean-Jacques Rousseau menekankan pentingnya pendidikan bagi perkembangan individu dan kemajuan masyarakat.

Karya Rousseau, Émile, ou De l’éducation, menganjurkan pendidikan yang memupuk kemampuan alami anak-anak. Ditambah, Revolusi Industri membawa perubahan sosial dan ekonomi yang amat substansial, sehingga memerlukan tenaga kerja yang lebih terdidik.

Hal ini menyebabkan pembentukan sistem pendidikan umum wajib di banyak negara. Pada awal abad ke-19, negara-negara seperti Prusia menerapkan pendidikan yang dikendalikan negara, yang menjadi model bagi negara-negara lain.

Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, sistem pendidikan publik telah berkembang secara global, memberikan akses universal terhadap pendidikan dasar. Pada abad ke-20, sistem pendidikan terus berkembang, dengan semakin menekankan pada inklusivitas, aksesibilitas, dan standardisasi kurikulum.

Gagasan pendidikan progresif, seperti yang dikemukakan oleh John Dewey, menekankan pembelajaran berdasarkan pengalaman dan pengembangan keterampilan berpikir kritis. Kemajuan teknologi juga berdampak besar pada pendidikan, dengan alat dan sumber daya digital menjadi bagian integral dari ruang kelas modern.

Kritik Ivan Illich terhadap Sistem Sekolah

Ivan Illich, seorang filsuf sekaligus kritikus sosial, menyampaikan kritik tajam dan komprehensif terhadap sistem sekolah modern dalam karyanya yang penting, Deschooling Society, yang diterbitkan pada tahun 1971.

Illich berpendapat bahwa pelembagaan pendidikan dalam bentuk wajib belajar merugikan pembelajaran autentik dan pengembangan pribadi. Kritiknya dapat diringkaskan dalam beberapa poin penting.

Pertama, Illich berpendapat bahwa sekolah telah menjadi lembaga birokratis yang mengutamakan kesesuaian dan kontrol atas pembelajaran sejati. Ia menegaskan bahwa sifat wajib bersekolah memaksakan struktur kaku yang menghambat kreativitas dan keunikan individu.

Menurutnya, sekolah—alih-alih menempa kepribadian dan intelektualitas seorang pemikir independen dan kritis—lebih berfungsi sebagai pabrik yang menghasilkan individu-individu yang terstandardisasi.

Kedua, salah satu kritik utama Illich adalah penekanan pada kredensial dan kurikulum tersembunyi di sekolah. Ia percaya bahwa fungsi utama sekolah untuk sertifikasi individu melalui ijazah dan gelar sering kali lebih memiliki nilai sosial dan ekonomi dibandingkan pengetahuan atau keterampilan yang sebenarnya diperoleh.

Pemfokusan pada kredensialisme dan sertifikatisme ini, menurut Illich, melanggengkan kesenjangan sosial dan menciptakan ketergantungan pada pendidikan formal untuk mobilitas sosial dan ekonomi.

Lebih lanjut, kurikulum tersembunyi, menurut Illich, mengacu pada pelajaran tersirat yang diajarkan di sekolah, seperti ketaatan pada otoritas, konformitas, dan penerimaan status quo. Pelajaran-pelajaran ini tentu saja menghambat pemikiran kritis dan memperkuat struktur kekuasaan yang ada, yang pada akhirnya menyetop perubahan sosial yang berarti.

Ketiga, komodifikasi pembelajaran. Illich mengkritik komodifikasi pembelajaran yang di dalamnya pendidikan diperlakukan sebagai produk untuk dikonsumsi dan bukan sebagai proses pertumbuhan pribadi dan intelektual.

Ia berargumentasi bahwa sistem sekolah mendorong bentuk pembelajaran pasif, yakni siswa diharapkan hanya menyerap informasi dibandingkan terlibat aktif dengan pengetahuan yang digumuli. Komodifikasi ini, tak dapat dielak, mereduksi nilai pendidikan menjadi hubungan transaksional antara guru dan siswa, sehingga melemahkan nilai intrinsik pembelajaran.

Dalam Deschooling Society, Illich mengusulkan model pembelajaran alternatif yang menekankan pendekatan desentralisasi dan berbasis komunitas.

Ia mengajukan penggunaan jaringan pembelajaran yang menghubungkan individu dengan sumber daya, mentor, dan rekan berdasarkan minat dan kebutuhan mereka. Jaringan ini akan menciptakan pembelajaran mandiri dan mendorong bentuk pendidikan yang lebih demokratis dan partisipatif.

Illich juga menyoroti pentingnya pembelajaran informal, dengan alasan bahwa sebagian besar hal yang perlu diketahui masyarakat dapat dipelajari di luar lembaga formal melalui pengalaman sehari-hari, magang, dan keterlibatan masyarakat.

Ia percaya bahwa dengan menghapuskan sistem sekolah formal, masyarakat dapat menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih fleksibel dan responsif sehingga dapat melayani kebutuhan individu dan kolektif dengan lebih baik.

Evolusi sekolah dari peradaban kuno hingga era modern mencerminkan interaksi yang kompleks antara faktor sosial, ekonomi, dan budaya. Meskipun sekolah formal telah memainkan peran penting dalam memajukan literasi, pengetahuan, dan pembangunan masyarakat, ia juga rentan kritik terutama mengenai sifat institusionalnya dan dampaknya terhadap otonomi individu.

Kritik Ivan Illich terhadap sistem sekolah modern mengajak kita untuk merenungkan ulang tujuan dan struktur pendidikan. Seruannya untuk menghentikan sekolah formal dan mempromosikan model pembelajaran alternatif berbasis masyarakat mengundang kita untuk membayangkan pendekatan pendidikan yang lebih inklusif, fleksibel, dan partisipatif.

Dalam menghadapi tantangan dan peluang abad ke-21, ide-ide Illich dapat menjadi kontribusi yang provokatif dan berharga terhadap wacana yang sedang berlangsung mengenai masa depan pendidikan dan pendidikan masa depan.

0
joy
Joy
0
cong_
Cong.
0
loved
Loved
0
surprised
Surprised
0
unliked
Unliked
0
mad
Mad
Asal-Usul Sekolah, Sekolah Formal, dan Kritik Ivan Illich

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Install App

By installing our application, you can access our content faster and easier.

Login

To enjoy Kabarwarga privileges, log in or create an account now, and it's completely free!

Follow Us