Nama Kiai Abdul Majid Tamim tentu tidak asing lagi di kalangan akademisi, karyanya yang melimpah setidaknya mewarnai khazanah intelektual pesantren dan akademisi kampus. Selain itu, Kiai Majid Tamim pun dikenal sebagai ulama yang cukup produktif menerjemahkan dan memberi makna gandul dengan aksara arab – pegon ke dalam bahasa Madura.
Selain masyhur sebagai penerjemah turots karya ulama’ mutaqoddimin, kiai Majid Tamim juga menulis berbagai kitab atas inisiasi beliau pribadi. Seperti dua karyanya ini yang fokus kajiannya berkaitan tentang feminim dalam Islam. Yakni, Risalah al – Mahid Madura dan Risalah An – Nisa’ fii Al – Islam. Dua karya ini ditulis dalam selisih waktu yang berdekatan. Jika kitab pertama tadi ditulis pada tahun 1405 H / 1984 M, maka kitab kedua beliau ditulis pada tahun 1408 H / 1987 M.
Kajian pembahasan pada kitab pertama beliau terfokus seputar haid, nifas, melahirkan, dan mandi besar. Istilah – istilah lokalitas masyarakat Madura pun turut mewarnai pembahasan kitab ini, seperti ketika beliau menjelaskan definisi haid. Jika haid pada umumnya memiliki definisi sebagai keluarnya darah kotor dalam tubuh wanita, maka dalam perspektif masyarakat Madura hal tersebut dikenal sebagai keda’ atau tak kenning abejeng.
Pembahasan yang dipaparkan oleh Kiai Majid dalam kitab ini cukup komprehensif, selain menyertakan paparan dalil naqli yang bersumber dari Al – Qur’an dan Hadits. Beliau juga menyertakan paparan dalil aqli yang bersumber dari keterangan tenaga medis. Korelasi tersebut setidaknya menjadikan kitab ini cukup ilmiah untuk dijadikan sebuah pegangan dan dari sini dapat kita ambil makna bahwa beliau tidaklah memiliki pemikiran yang stagnan / jumud sebagaimana pemikiran kiai kampung tempo dulu, tetapi beliau memiliki pemikiran yang inovatif menyesuaikan kebutuhan dan perkembangan zaman.
Kiai Majid Tamim juga terkenal sebagai ulama’ yang cukup konservatif dengan adanya arus westernisasi. Sebagai contoh yang termaktub dalam kitab ini adalah beliau menentang Teori Charles Darwin yang menyatakan asal mula manusia sejatinya merupakan hasil evolusi dari kera. Tak segan – segan, Kiai Majid Tamim pun menyindir Darwin sebagai orang bani Israil yang dikutuk oleh Allah menjadi kera. Karena yang menjadi landasan beliau dalam hal ini adalah hujjah dari Qur’an, bahwasannya manusia diciptakan sebagai khalifah fiil ardh yang asal muasalnya dari pertemuan sel telur dengan sprema dan kemudian berkembang menjadi sebuah janin.
Kajian lain yang cukup komprehensif dalam kitab ini adalah terkait usia awal haid seorang wanita. Menurut beliau, jika seorang wanita yang tinggal kawasan sub tropis mulai haid sejak usia 15 tahun. Maka, wanita yang tinggal di kawasan tropis mulai haid sejak usia 11 tahun. Kitab ini juga disertai dengan amaliyah yang dapat mempelancar proses persalinan. Selain itu, aspek lokalitas berkaitan dengan tradisi masyarakat Madura dalam hal proses persalinan juga dicantumkan dalam kitab ini, seperti tradisi mengusap tiga helai rambut suami pada perut istri agar dimudahkan proses persalinannya.
Sebagai tambahan di akhir pembahasan, Kiai Majid Tamim menambahkan keterangan perihal penggunaan obat penunda haid, menurutnya penggunaan obat penunda haid diperbolehkan dengan catatan selama tidak membahayakan bagi peminumnya. Dari segi ilmu medis, beliau menyarankan agar berkonsultasi terlebih dahulu kepada dokter yang ahli.
Adapun di kitab kedua yang mulai ditulis tahun 1408 H / 19887 M ini, pada mulanya beliau menulis kitab tersebut atas permintaan dari saudara Usman Nabhan guna menyediakan bacaan bagi orang tua dalam mendidik putra putrinya menjadi generasi yang taat agama. Dalam muqoddimahnya, Kiai Majid Tamim menuturkan bahwa tujuan penulisan risalah ini adalah untuk mempersiapkan putra – putri para pembaca menjadi generasi yang berakhlak ala Islam guna menjadi sosok al Mar’atus Shalihah (perempuan yang shalehah).
Pembahasan dalam kitab ini dimulai dengan penjabaran rukun Islam, rukun Iman, dan Ihsan. Kemudian, bab berikutnya membahas tentang taqwa kepada Allah dan cinta kepada Kanjeng Nabi. Selanjutnya kitab ini juga memuat bab tentang taat kepada orang tua , guru, serta kewajiban seorang perempuan untuk menimba ilmu. Lalu, dua bab terakhir dalam kitab ini membahas tentang hak istri kepada suami yang harus dipenuhi serta kriteria seorang perempuan agar tergolong sebagai al Mar’atus Sholihah.
Di dalam bab hak istri kepada suami, Kiai Majid juga menuliskan beberapa istilah yang cukup familiar seperti, untuk urusan berdandan hendaknya seorang perempuan berdandan sebagaimana biasa saja, tidak perlu ke salon kecantikan / make up ataupun sampai operasi plastik. Dari keterangan tersebut dapat kita simpulkan bahwa Kiai Majid Tamim cukup update mengenai informasi yang sedang menjadi trending di masanya. Hal ini juga mengindikasikan bahwa beliau adalah ulama’ yang cukup open minded terhadap arus perkembangan zaman.
Sebagai bab penutup dalam kitab ini, Kiai Majid Tamim menuliskan tentang kisah – kisah perempuan shalihah hebat pada masanya untuk dijadikan sebagai uswah perempuan di masa kini, disini beliau menuliskan seklumit kisah beberapa tokoh perempuan shalihah seperti, Sayyidah Khadijah al Kubro, Sayyidah Fatimah Az Zahra, Sayyidah Nafisah binti Sayyidina Husain bin Ali, dan Sayyidah Rabi’ah Al Adawiyah.
Waba’du, dari dua kitab tersebut dapat kita ambil kesimpulan bahwasannya Kiai Majid Tamim memiliki kepedulian yang besar akan nasib moralitas kaum perempuan masa kini. Mengingat akibat masuknya arus budaya westernisasi dan globalisasi menjadikan banyak moralitas kaum perempuan yang terdegradasi. Wallahu a’lam…