[Disposisi Kelam 23 Tahun Reformasi: Turbulensi Hegemoni Politik Indonesia dibalik Distorsi Produk Hukum serta Responsibilitas Penegakan HAM & Demokrasi]
“Kita seolah-olah merayakan demokrasi, tetapi memotong lidah orang-orang yang berani menyatakan pendapat mereka yang merugikan pemerintah.” – Soe Hok Gie
Pernyataan Soe Hok Gie merupakan cerminan bahwa demokrasi yang dijalankan hari ini masih setengah hati. Kebebasan menyatakan pendapat yang merupakan giroh demokrasi sekaligus pembeda dengan non-demokrasi nyatanya tidak semerta-merta terjamin di negara demokrasi.
Status quo yang terjadi menyimpulkan bahwa hukum hari ini berperan untuk merepresi hak-hak individu warga negara. Hukum yang menjadi dasar aturan bagi setiap individu mendistribusikan haknya secara adil dan bijak justru menjadi alat untuk menyerang, menindas, dan mengebiri hal yang bukan menjadi haknya. Penerapan hukum saat ini bukan untuk menjamin HAM, tapi menghalangi dan menghilangkannya.
Reformasi sebagai titik balik dari krisis HAM di Indonesia nyatanya belum mengalami perkembangan signifikan. Praktik-praktik kontra dengan nilai-nilai HAM dan Demokrasi justru marak terjadi dewasa ini. Lalu Reformasi apa yang sedang kita jalankan hari ini? Aksesibilitas terhadap kekuasaan yang hanya untuk elit, kebebasan berpikir dan berpendapat yang dipenjara, HAM yang hanya dianggap sebagai kiasan belaka. Apa bedanya dengan Orba?
Mari berdialektika dan merefleksikan permasalahan ini dalam diskusi publik “Disposisi Kelam 23 Tahun Reformasi: Turbulensi Hegemoni Politik Indonesia dibalik
Distorsi Produk Hukum serta Responsibilitas Penegakan HAM & Demokrasi” Karena masalah ini merupakan masalah kita bersama, garda terdepan kemajuan bangsa Indonesia.
#ReformasiMasihDikorupsi
#23TahunReformasi
#JakwilnasEMUB2021
Kementerian Kebijakan Wilayah Nasional
Eksekutif Mahasiswa Universitas Brawijaya 2021