tirto.id – Puasa sebelum menikah menjadi salah satu tradisi yang dilaksanakan sejumlah masyarakat, khususnya di Jawa. Pelaksanaan tradisi puasa tersebut hampir sama seperti puasa sunah, perbedaannya terletak pada niat dan jenis makanan buka dan sahur.
Lantas, apakah tradisi puasa menjelang pernikahan diperbolehkan dalam Islam?
Puasa merupakan ibadah menahan lapar, dahaga, dan segala yang membatalkannya dari terbitnya fajar shadiq di waktu subuh hingga terbenamnya matahari pada waktu Magrib. Tidak hanya dalam Islam, terdapat sejumlah puasa yang menjadi tradisi masyarakat Jawa, salah satunya adalah puasa mutih.
Puasa mutih merupakan puasa yang pelakunya hanya berbuka dan sahur dengan mengonsumsi nasi putih dan air putih tanpa tambahan bumbu apa pun. Puasa mutih dalam tradisi masyarakat Jawa diyakini sebagai metode untuk memutihkan diri atau membersihkan jiwa dari dosa-dosa yang pernah diperbuat.
Hukum Puasa Sebelum Menikah Menurut Islam
Puasa mutih dalam masyarakat Jawa, salah satunya dianjurkan untuk dilakukan sebelum calon pasangan suami-istri menjalankan acara pernikahan. Ada beberapa keyakinan masyarakat mengenai manfaat puasa sebelum menikah tersebut seperti agar tidak mengeluarkan keringat yang dapat merusak riasan sewaktu resepsi.
Apabila dilihat melalui perspektif hukum Islam, puasa sebelum menikah termasuk dalam kategori puasa sunah mutlak. Puasa sunah mutlak merupakan puasa sunah yang dilakukan tanpa terikat waktu atau sebab tertentu serta di luar hari-hari yang diharamkan untuk berpuasa dalam Islam.
Puasa mutlak tidak mengandung hal-hal yang dilarang selama tidak memunculkan keyakinan di luar kekuasaan Allah SWT. Dalam sebuah riwayat hadis dari Aisyah Ra, Rasulullah dikisahkan pernah berpuasa sunah mutlak sebagai berikut:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepadaku pada suatu hari: ‘Wahai Aisyah, apakah engkau memiliki sesuatu [untuk dimakan pagi ini?]’. Aku menjawab: ‘wahai Rasulullah, kita tidak memiliki sesuatupun [untuk dimakan]’. Beliau lalu bersabda: ‘kalau begitu aku akan puasa,’” (HR. Muslim).
Tata Cara Puasa Mutih Sebelum Menikah
Tata cara pelaksanaan puasa mutih sebelum menikah tidak berbeda seperti puasa sunah. Perbedaannya hanya terletak pada niat dan makanan yang dikonsumsi saat sahur dan buka.
Meskipun demikian, jumlah hari pelaksanaan puasa sebelum menikah di beberapa daerah dapat berbeda-beda seperti tiga atau tujuh hari. Berikut ini tata cara puasa mutih sebelum menikah:
- Disunahkan makan sahur ketika malam hari.
- Makan sahur menggunakan air putih dan nasi putih tambahan bumbu atau rasa apa pun.
- Membaca niat puasa mutlak di malam atau pagi hari sebelum memakan apa pun.
- Menjalankan puasa dari waktu Subuh hingga Magrib.
- Buka puasa di waktu Magrib dengan air putih dan nasi putih tambahan bumbu atau rasa apa pun.
- Berpuasa selama tiga atau tujuh hari sebelum hari resepsi pernikahan.
Niat Puasa Sebelum Menikah
Sebagai amalan yang dikategorikan sebagai puasa sunah mutlak, salah satu syarat puasa sebelum menikah adalah membaca niat di dalam hati atau melafalkan dengan lisan. Namun, tidak ada kewajiban membaca niat di malam hari layaknya puasa Ramadan.
Niat puasa sebelum menikah dapat menggunakan niat puasa sunah mutlak. Berikut ini contoh niat puasa sebelum menikah:
1. Contoh Pertama
نَوَيْتُ صَوْمَ سُنَّةً لِلَّهِ تَعَالَى
Arab Latinnya:
Nawaitu shauma sunnatan lillahi ta’ala.
Artinya:
“Saya berniat puasa sunah karena Allah.”
2. Contoh Kedua
Niat ingsun puasa mutih kangge mutih aken awak kiambek supados saged dados kados lare bayi kang nembe mawon lahir.”
Setelah membaca salah satu lafal di atas, dapat dilanjutkan dengan mengucapkan doa niat puasa sebelum menikah sebagai berikut:
اَللَّهُمَّ بَيِّضْ وَجْهِيْ بِنُوْرِكَ يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوْهَ أَوْلِيَائِكَ وَلَا تُسَوِّدْ وَجْهِيْ بِظُلُمَاتِكَ يَوْمَ تَسْوَدُّ وُجُوْهَ أَعْدَائِكَ
Arab Latinnya:
Allâhumma bayyidh wajhî bi nûrika yauma tabyadhdhu wujûha auliyâ’ika. Wa lâ tusawwid wajhî bi zhulumâtika yauma taswaddu wujûha a‘dâ’ika.
Artinya:
“Wahai Tuhanku, putihkan wajahku dengan cahaya-Mu pada hari Kau Putihkan wajah para wali-Mu. Jangan Kau hitamkan wajahku dengan kegelapan pada hari Kau hitamkan wajah para musuh-Mu,” (Lihat Sayyid Utsman bin Yahya, Maslakul Akhyar, Cetakan Al-‘Aidrus, Jakarta).
*Artikel ini hanya menyajikan informasi tentang khasanah kebudayaan Jawa. Perlu dicatat juga, puasa mutih merupakan pengetahuan tradisional masyarakat Jawa dan belum teruji secara ilmiah.
tirto.id – Pendidikan
Kontributor: Syamsul Dwi Maarif
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Dhita Koesno