Pernikahan Tak Bisa Jadi Solusi Atasi Kehamilan yang Tak Direncanakan

pernikahan-tak-bisa-jadi-solusi-atasi-kehamilan-yang-tak-direncanakan

Beberapa waktu lalu, sambil menunggu antrian kora-kora di Pasar Malam Sagan Yogyakarta, aku dan sahabatku mengumpati struktur sosial patriarki yang menghasilkan banyak cowok-cowok brengsek.

Sahabatku bercerita tentang salah satu temannya yang mengalami KTD (kehamilan tak direncanakan). Ia akhirnya memilih untuk tetap menikah dengan pasangannya agar anaknya memiliki figur bapak.

“Lanange jane yo brengsek, tapi (koncoku) tetep nikah to gen anak e nduwe bapak, (cowoknya sebenarnya brengsek, tapi temanku tetap memutuskan menikah cuma supaya anaknya punya bapak),” begitu ungkapnya.

Jika dicermati, ungkapan tersebut sebenarnya tidak hanya menyalahkan si cowok yang brengsek, tapi juga menyayangkan keputusan si cewek untuk tetap menjalani pernikahan meski tahu partnernya brengsek.

Baca Juga: Riset: Suami di Perkotaan Lebih Aktif Dukung Kehamilan Istri Dibanding Suami di Pedesaan

Mungkin secara tidak langsung sahabatku juga menyayangkan romantisasi bahwa keluarga yang sempurna adalah yang punya bapak dan ibu. Dan menganggap keputusan temannya adalah untuk memenuhi romantisasi semu tersebut dengan mengorbankan dirinya.

Selepas kembali ke kos-kosan, aku jadi kepikiran. Emang salah ya mbaknya (si cewek) memutuskan menikah demi anaknya punya bapak?

Besoknya aku kembali membuka-buka materi Hukum Keluarga yang sedang kupelajari di kampus dan berdiskusi dengan beberapa teman.

Anak Luar Kawin, Anah Sah, dan Implikasi Hukumnya

Secara umum, status hukum anak dibedakan menjadi 2: anak luar kawin dan anak sah. Anak sah adalah anak yang lahir dari hubungan perkawinan yang sah, baik perkawinan tersebut dilaksanakan dengan bapak biologis maupun bapak nonbiologis.

Implikasi hukumnya adalah anak tersebut akan memiliki hubungan hukum dengan sang bapak dan menerima hak-haknya sebagai anak. Seperti hak mewaris dan juga hak mendapatkan pemenuhan kebutuhan hidup dan pendidikannya.

Hubungan hukum tersebut penting untuk menjadi landasan kewajiban yang harus dipenuhi sang bapak. Sekaligus sebagai landasan untuk menuntut dalam sengketa pengadilan jika hak-haknya tersebut tidak dipenuhi. Disisi lain hak-hak tersebut juga sebenarnya dapat membantu sang ibu dalam pembiayaan hidup sang anak.

Baca Juga: Sulitnya Jadi Korban Kehamilan Tak Diinginkan: Film “Telur Setengah Matang”

Sementara itu anak luar kawin adalah anak yang lahir di luar hubungan perkawinan yang sah. Anak tersebut hanya akan memiliki hubungan hukum dengan sang ibu. Anak luar kawin sebenarnya tetap dapat mendapat hubungan hukum dan hak-hak anak dari sang bapak dengan cara pengesahan anak luar kawin atau pengakuan anak luar kawin.

Pengesahan anak luar kawin dapat dilakukan jika pasangan memutuskan menikah setelah kelahiran si anak. Sementara, pengakuan anak luar kawin dapat dilakukan jika pasangan tetap tidak menikah setelah kelahiran si anak.

Baca Juga: Vasektomi: Pentingnya Kontribusi Laki-laki Dalam Pencegahan Kehamilan

Pengakuan anak luar kawin sendiri dapat dilakukan secara pribadi oleh sang bapak biologis, maupun paksaan melalui putusan pengadilan atas tuntutan sang ibu biologis dan/atau anak biologis. Melalui pengakuan anak luar kawin, sang anak akan memiliki hubungan hukum dengan sang bapak seperti hak mendapat uang santunan dan hak warisan.

Namun terdapat batasan bagi hak warisan yang diperoleh, terjadi jika sang bapak memiliki anak sah dalam perkawinan yang lain. Batasan tersebut sejumlah maksimal sepertiga dari harta warisan sang bapak dan tidak boleh lebih banyak jumlahnya dari warisan yang didapat oleh anak sah.

Kembali pada kasus di atas, dengan pertimbangan hukum, aku memahami keputusan teman sahabatku (sang ibu) untuk tetap menikah demi anaknya punya bapak. Secara hukum memang akan lebih menguntungkan untuk sang anak. Bahkan meskipun jika perkawinan tersebut nantinya akan berakhir pada perceraian, hubungan hukum antara sang anak dan bapak akan tetap ada.

Pun hal ini sebenarnya juga dapat menguntungkan sang ibu, karena dalam beberapa hal bisa meringankan beban ekonomi dalam merawat anak.

Hukumnya Jelas, Tapi Bagaimana Praktiknya?

Secara hukum tampak bahwa pernikahan dapat memberikan kepastian pemenuhan kebutuhan anak baik kebutuhan sehari-hari maupun hak mewaris. Namun kenyataannya tidak selalu seindah itu. Banyak kasus dimana setelah pernikahan terjadi, sang bapak tetap brengsek, minggatan (pergi tanpa izin) dan justru menjadi beban ekonomi keluarga.

Berapa banyak kita dengar kasus sang bapak mengambil duit istrinya untuk berjudi? Lebih buruk lagi, beberapa pernikahan justru menjadi hubungan abusive dan jelas-jelas pihak perempuan dan anak yang akan selalu dirugikan.

Pun ketika secara hukum, sang ibu dan/atau anak memiliki hak untuk menuntut hak-haknya dari sang bapak, praktiknya tidak selalu mudah. Penuntutan hak (terlebih-lebih melalui proses pengadilan) akan memakan proses yang tidak selalu cepat, memakan banyak waktu dan juga kadang uang. Sangat melelahkan.

KTD dan Pilihan (Semu) yang Dimiliki Perempuan

Ketika KTD terjadi, perempuan adalah pihak yang paling terdampak. Secara normatif, memang terdapat beberapa pilihan yang bisa dipilih. Jika perempuan tidak ingin melanjutkan kehamilannya bisa melakukan aborsi. Jika perempuan ingin mempertahankan kehamilannya, dia bisa dan boleh memilih untuk mempertahankannya sendiri maupun bersama pasangannya melalui pernikahan.

Hingga saat tulisan ini dibuat, aku masih belum tahu jika ada pilihan lainnya. Aku percaya bahwa perempuan seharusnya diberikan keleluasaan untuk mempertimbangkan dan mengambil keputusan yang dirasa cocok dengan situasi dan kondisi masing-masing.

Karena itu menurutku penting untuk dapat memahami implikasi dari tiap-tiap pilihan yang ada. Salah satunya adalah yang dibahas dalam kasus ini: melanjutkan kehamilan dan melaksanakan perkawinan.

Meski begitu, aku sendiri tidak menutup mata, bahwa kenyataannya tidak selalu indah. Pada akhirnya banyak perempuan yang tidak punya privilese untuk menentukan pilihan bagi dirinya sendiri. Pilihan-pilihan perempuan lebih banyak diintervensi oleh tekanan keluarga, stigma sosial dan lingkungan, bahkan tafsir agama yang ditafsirkan secara hitam-putih.

Tidak sedikit dari perempuan yang mengalami KTD pada akhirnya menjalani perkawinan karena paksaan. Apalagi jika ternyata KTD tersebut adalah imbas dari pemerkosaan yang berarti sang perempuan dipaksa untuk menikahi sang pemerkosa. Banyak perkawinan yang pada akhirnya hanya menambah masalah dan trauma mendalam, baik bagi sang perempuan maupun anak.

Baca Juga: Film ‘Kisah Cinta Gadis dengan Para Ombak’ Soroti Kehamilan Tidak Direncanakan

Dalam struktur sosial patriarki yang kita hidupi di Indonesia saat ini, KTD akan selalu menjadikan perempuan sebagai pihak yang dibebani stigma buruk, paling terdampak dan dirugikan. Terlepas dari apapun pilihan yang dia ambil.

Terlalu simplistis kalau mengatakan suatu pilihan lebih benar dari pilihan lainnya, terlebih menyalahkan kenapa KTD bisa terjadi. Kenyataan yang terjadi bisa jadi sangat kompleks dan beragam pun personal untuk tiap kasus. Aku tidak menyangkal jika ada yang menyatakan bahwa aturan hukum hanya bersifat normatif, fiktif, dan seakan-akan memberikan pilihan padahal sebenarnya tidak.

Namun, menyadari bahwa terdapat celah-celah dan dasar untuk kita memperjuangkan hak-hak kita juga dapat menjadi amunisi untuk memperjuangkan hidup. Karena itu, menurutku perempuan memiliki kapasitas untuk menentukan pilihannya sendiri. Terlebih sudah seharusnya ia diberi kuasa untuk memilih dan memiliki pilihan hidupnya dengan seutuh-utuhnya.

Setiap keputusan yang diambil tanpa paksaan dan secara sadar sudah seharusnya dianggap valid. Hanya perempuan yang bersangkutan dalam pergulatannya sendiri adalah satu-satunya pihak yang paling mengerti pilihan yang terbaik untuk dirinya.

Peluk hangat untuk setiap perempuan yang sedang berada dalam pergulatannya. Sayang banyak-banyak. 

0
joy
Joy
0
cong_
Cong.
0
loved
Loved
0
surprised
Surprised
0
unliked
Unliked
0
mad
Mad
Pernikahan Tak Bisa Jadi Solusi Atasi Kehamilan yang Tak Direncanakan

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Install App

By installing our application, you can access our content faster and easier.

Login

To enjoy Kabarwarga privileges, log in or create an account now, and it's completely free!

Follow Us