‘Saya Masih Ngajar, Padahal Mau Lahiran, Sekarang Malah di-PHK’ Cerita Pedih Guru Honorer

‘saya-masih-ngajar,-padahal-mau-lahiran,-sekarang-malah-di-phk’-cerita-pedih-guru-honorer

Sebut saja namanya Riani (bukan nama sebenarnya). Riani adalah seorang guru pengajar mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKN) di sebuah sekolah di Jakarta.

Malam hari, setelah paginya selesai mengajar, Riani tiba-tiba mendapatkan broadcast message dari kepala sekolah tempat ia kerja. Dalam pesannya, kepala sekolah mengatakan bahwa Riani sudah tidak bisa mengajar di sekolah tersebut. Tentu saja berita tak sedap ini membuat Riani linglung, ia sangat terpukul dan stres. Bagaimana mungkin ia diberhentikan begitu saja tanpa penilaian dan informasi sebelumnya?

Proses selanjutnya, paginya di sekolah ia sudah tidak mendapatkan jam mengajar, jadi kesempatannya sebagai guru langsung hilang begitu saja. Riani dipecat.

“Jadi kalau sudah ada guru lain, otomatis saya gak dapat jam mengajar, kegeser gitu aja, artinya ya gak boleh mengajar lagi, dibuang begitu saja tanpa pemberitahuan,” kata Riani.

Baca Juga: Pendeta dan Guru Bisa Jadi Pelaku Kekerasan Seksual, Hati-Hati dengan Orang Terdekatmu

Riani bersama Organisasi Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mengatakan hal ini dalam konferensi pers tentang kondisi guru honorer di Jakarta yang dipecat besar-besaran secara sepihak di Indonesia di Kantor YLBHI Jakarta, pada 17 Juli 2024. Riani didampingi P2G untuk menyelesaikan kasusnya.

Sebelumnya, Riani menjadi guru bantu sejak tahun 2020 di sebuah sekolah negeri di Jakarta, dimana kala itu ia baru saja lulus kuliah. Awal ia mengajar di sekolah tersebut, ia mendapatkan info lewat temannya sesama guru, jika ia diminta datang ke sekolah temannya itu karena membutuhkan guru PKN. Kondisinya kala itu, guru PKN-nya hanya 1 dan harus mengajar 28 kelas. Maka mengajarlah Riani di sana selama kurang lebih 3 tahun.

Perlakukan sewenang-wenang yang diterima Riani sebenarnya tak datang sekali, sudah 2 kali Riani menerima perlakukan buruk ini. Setelah mengajar selama 3 tahun disana, tiba-tiba saja, dia tidak boleh mengajar lagi karena ada guru P3K atau kepanjangan dari Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja.

Walaupun penuh pertanyaan, namun kala itu, dia menerima kondisi ini. Riani lalu bekerja sebagai guru di sekolah swasta.

Baru mengajar beberapa hari, kepala sekolah di sana kemudian mengontaknya untuk kembali ke sekolah lama. Betapa bahagianya hati Riani. Lalu keluarlah Riani dari sekolah swasta tersebut karena diminta mengisi formulir untuk pendataan guru dari Dinas Pendidikan DKI Jakarta.

“Setelah diisi formulir itu, saya lalu mengajukan resign dari sekolah swasta ini karena saran dari kepala sekolah negeri memang diharuskan begitu,” kata Riani.

Baca Juga: Bias Gender di Buku Sekolah: Ibu Juga Memenuhi Kebutuhan Keluarga, Namun Tak Pernah Dituliskan

Tapi betapa kagetnya dia ketika setelah selesai mengajar pagi, peristiwa itu terjadi lagi. Tiba-tiba saja malam harinya, ia disuruh keluar tanpa alasan, melalui pesan di broadcast message. Alasan yang ia tahu, waktu itu ada guru P3K yang akan menggantikan posisinya. Itu saja.

“Pada 8-10 Juli, saya sakit sehingga tak masuk mengajar. Saya langsung dikagetkan karena pada 11 Juli dinyatakan dipecat. Padahal saya baru saja berkenalan dengan siswanya di tahun ajaran baru,” kata Riani

“Rasanya sedih sekali, guru itu pahlawan tanpa tanda jasa, tapi kenapa dilecehkan seperti ini? Padahal saya itu berbakti banget di sekolah ini, saya mau melahirkan pun, sudah kontraksi perut saya, saya masih ngajar, demi cinta saya pada pendidikan dan anak-anak,” matanya terisak, menangis.

Tak cuma itu saja, hal yang mengagetkan lagi adalah ketika Data Pokok Pendidikan (Dapodik) Riani ditahan beserta one click service (OCS)-nya ditahan.

“Ini artinya saya tidak bisa mendaftarkan diri ke sekolah lainnya. Padahal keluarga saya secara ekonomi harus diselamatkan,” isak Riani

Selain Riani, ada juga guru lain yang dalam konferensi pers tersebut juga menerima perlakuan buruk yang sama, sebut saja namanya Santi.

Selama ini Santi mengajar di sebuah sekolah di Jakarta di tahun 2019, namun tak ada kabar apa-apa, tiba-tiba ia dipecat begitu saja.

“Padahal saya sudah mengajar selama 5 tahun di sana sampai tahun ini. “

Baca Juga: 3 Hal yang Bisa Dilakukan Perguruan Tinggi Agar Lulusan Cepat Dapat Kerja

Santi kemudian mencari tahu soal kejadian ini. Ini terjadi karena posisinya sudah digeser oleh guru-guru dengan status Pegawai Pemerintahan dengan Perjanjian Kerja (P3K), sedangkan statusnya bukan guru P3K, Santi hanya guru bantu, walaupun ia sudah mengajar di sekolah itu selama 5 tahun.

Tak terima dengan perlakuan sewenang-wenang ini, Santi kemudian mendatangi Diknas DKI Jakarta dan mencari tahu, kenapa semua ini bisa terjadi secara tiba-tiba. Di sana dia ditemui oleh salah satu petugas yang menyatakan, lebih baik cari sekolah swasta untuk mengajar. Dia tak mendapatkan jawaban yang memuaskan.

“Jadi gimana saya tidak jengkel, saya pikir Diknas akan memberikan informasi, memperjuangkan saya, ternyata petugas disana cuma bilang, ‘ya udah, cari sekolah swasta saja, ngajar disana’. Enak banget ya, lalu siapa yang akan membela saya?.”

Kepala Bidang Advokasi P2G, Iman Zanatul Haeri, mendapatkan data bahwa perlakuan semena-mena ini terjadi karena pemerintah punya kebijakan soal p3K, namun mengabaikan status guru bantu yang selama ini sudah mengajar bertahun-tahun. Perlakuan semena-mena ini yang tidak diterima para guru.

Fenomena pemecatan guru honorer yang masif ini tak hanya terjadi di Jakarta, juga di daerah-daerah lain. Data yang dihimpun P2G, ada 466 guru yang tiba-tiba dipecat secara tiba-tiba. Modusnya sama, yaitu menggeser jam mengajar sampai mereka tidak mendapatkan jam mengajar sama sekali, padahal menurut P2G ini adalah sebuah kesengajaan. Para guru ini yang disebut sebagai cleansing honorer, hanya diberitahu bahwa ini merupakan rekomendasi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) karena terkait dengan honor guru, tapi rekomendasinya yang seperti apa, para guru tidak pernah tahu.

“Mereka hanya diberikan informasi bahwa ini merupakan rekomendasi dari BPK. Jika ini rekomendasi, seperti apa? Jika menyangkut soal uang, itu seperti apa?”

Baca Juga: Guru dan Aktivis Kecam Tindakan Cukur Rambut Karena Tak Pakai Ciput Jilbab

Guru adalah seorang buruh yang harus dilindungi hak-haknya, tidak serta-merta bisa dipecat begitu saja. Sementara itu, janji pemerintah untuk mengangkat satu juta guru honorer menjadi ASN melalui seleksi Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dinilai tidak semudah di atas kertas. Janjinya mengikat guru honorer, namun dilepas begitu saja.

P2G memaparkan data mereka, bahwa kasus ini menunjukkan bahwa buruknya pengelolaan guru honorer di sekolah dan abainya negara terhadap tenaga pendidik. Para guru atau pengajar di Indonesia seringnya tidak mendapatkan apresiasi atau bahkan imbalan yang setimpal atas usahanya. Terlebih, dengan penggantian guru honorer menjadi guru P3K membuat keadaan semakin memanas dan runyam sebab mereka memperebutkan posisi yang sama dalam kondisi ini. 

Selain itu, sekolah-sekolah dalam pemecatan para guru ini menamai kasus ini sebagai cleansing guru honorer. Hal ini juga dianggap bermasalah sebab penggunaan diksi “cleansing” tidak menunjukkan etika yang baik terhadap guru-guru sebagai tenaga pendidik di sekolah. Diksi yang digunakan seolah-olah mengatakan guru-guru honorer perlu “dihilangkan” atau “dibersihkan” karena mengganggu, padahal mereka juga yang telah mengabdikan dirinya untuk sekolah dan murid-muridnya.

Dalam rilis pers P2G Iman juga menyampaikan, berdasarkan laporan yang telah diterima oleh P2G, praktik kebijakan cleansing guru honorer tersebut tidak selaras dengan amanat UU Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005. Pemberdayaan guru atau dosen mesti dilakukan secara demokratis, adil, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi HAM, berdasarkan Pasal 7 poin 2.

Baca Juga: Darurat Bullying Anak, Orang Tua dan Guru Jangan Lengah

Namun, di lain pihak menyatakan bahwa cleansing guru ini adalah bentuk sekolah untuk “menghemat” pengeluaran atau upaya mereka dalam menata kebijakan ASN, sebagaimana tercantum dalam amanat UU Aparatur Sipil Negara Nomor 20 Tahun 2023. Akan tetapi, Iman menyampaikan hal ini bertentangan dengan asas dalam UU tersebut, bahwa dalam menjalankan kebijakan ASN harus berlandaskan pada asas hukum, profesionalitas, keterpaduan, pendegasian, netralitas, akuntabilitas, efektivitas, efisiensi, dan keterbukaan, berdasarkan Pasal a-m. 

Untuk menanggulangi masalah ini, P2G dan LBH Jakarta membuka posko pengaduan untuk guru-guru honorer yang terdampak akibat dari cleansing guru honorer. Posko tersebut dibuka demi melindungi profesi guru honorer dan bisa melakukan pengaduan secara daring, dengan masuk ke tautan untuk menindak lanjuti masalah guru-guru yang terdampak dari cleansing guru honorer.

0
joy
Joy
0
cong_
Cong.
0
loved
Loved
0
surprised
Surprised
0
unliked
Unliked
0
mad
Mad
‘Saya Masih Ngajar, Padahal Mau Lahiran, Sekarang Malah di-PHK’ Cerita Pedih Guru Honorer

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Install App

By installing our application, you can access our content faster and easier.

Login

To enjoy Kabarwarga privileges, log in or create an account now, and it's completely free!

Follow Us